31/01/2015, : You created group “METAFIZIK ISLAM”
16/06/2015, : Definisi Salaf , Definisi
Ahlus Sunnah wal Jama’ah - Kategori : Kitab : Aqidah (Syarah Aqidah ASWJ)
PENGERTIAN ‘AQIDAH AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH
Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas
C. Definisi Salaf (السَّلَفُ)
Menurut bahasa (etimologi), Salaf ( اَلسَّلَفُ ) artinya yang terdahulu (nenek moyang), yang lebih tua dan lebih utama.[1] Salaf berarti para pendahulu. Jika dikatakan (سَلَفُ الرَّجُلِ) salaf seseorang, maksudnya kedua orang tua yang telah mendahuluinya.[2]
Menurut istilah (terminologi), kata Salaf berarti generasi pertama dan terbaik dari ummat (Islam) ini, yang terdiri dari para Sahabat, Tabi’in, Tabi’ut Tabi’in dan para Imam pembawa petunjuk pada tiga kurun (generasi/masa) pertama yang dimuliakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِيْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ.
“Sebaik-baik manusia adalah pada masaku ini (yaitu masa para Sahabat), kemudian yang sesudahnya (masa Tabi’in), kemudian yang sesudahnya (masa Tabi’ut Tabi’in).”[3]
Menurut al-Qalsyani: “Salafush Shalih adalah generasi pertama dari ummat ini yang pemahaman ilmunya sangat dalam, yang mengikuti petunjuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menjaga Sunnahnya. Allah memilih mereka untuk menemani Nabi-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallamdan menegak-kan agama-Nya...”[4]
Syaikh Mahmud Ahmad Khafaji berkata di dalam kitabnya, al-‘Aqiidatul Islamiyyah bainas Salafiyyah wal Mu’tazilah: “Penetapan istilah Salaf tidak cukup dengan hanya dibatasi waktu saja, bahkan harus sesuai dengan Al-Qur-an dan As-Sunnah menurut pemahaman Salafush Shalih (tentang ‘aqidah, manhaj, akhlaq dan suluk-pent.). Barangsiapa yang pendapatnya sesuai dengan Al-Qur-an dan As-Sunnah mengenai ‘aqidah, hukum dan suluknya menurut pemahaman Salaf, maka ia disebut Salafi meskipun tempatnya jauh dan berbeda masanya. Sebaliknya, barangsiapa pendapatnya menyalahi Al-Qur-an dan As-Sunnah, maka ia bukan seorang Salafi meskipun ia hidup pada zaman Sahabat, Ta-bi’in dan Tabi’ut Tabi’in.[5]
Penisbatan kata Salaf atau as-Salafiyyuun bukanlah termasuk perkara bid’ah, akan tetapi penisbatan ini adalah penisbatan yang syar’i karena menisbatkan diri kepada generasi pertama dari ummat ini, yaitu para Sahabat, Tabi’in dan Tabi’ut Tabi’in.
Ahlus Sunnah wal Jama’ah dikatakan juga as-Salafiyyuun karena mereka mengikuti manhaj Salafush Shalih dari Sahabat dan Tabi’ut Tabi’in. Kemudian setiap orang yang mengikuti jejak mereka serta berjalan berdasarkan manhaj mereka -di sepanjang masa-, mereka ini disebut Salafi, karena dinisbatkan kepada Salaf. Salaf bukan kelompok atau golongan seperti yang difahami oleh sebagian orang, tetapi merupakan manhaj (sistem hidup dalam ber-‘aqidah, beribadah, berhukum, berakhlak dan yang lainnya) yang wajib diikuti oleh setiap Muslim. Jadi, pengertian Salaf dinisbatkan kepada orang yang menjaga keselamatan ‘aqidah dan manhaj menurut apa yang dilaksanakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Sahabat Radhiyallahu anhum sebelum terjadinya perselisihan dan perpecahan.[6]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah (wafat th. 728 H)[7] berkata: “Bukanlah merupakan aib bagi orang yang menampakkan manhaj Salaf dan menisbatkan dirinya kepada Salaf, bahkan wajib menerima yang demikian itu karena manhaj Salaf tidak lain kecuali kebenaran.” [8]
D. Definisi Ahlus Sunnah wal Jama’ah
Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah:
Mereka yang menempuh seperti apa yang pernah ditempuh oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Sahabatnya Radhiyallahu anhum. Disebut Ahlus Sunnah, karena kuatnya (mereka) berpegang dan berittiba’ (mengikuti) Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Sahabatnya Radhiyallahu anhum.
As-Sunnah menurut bahasa (etimologi) adalah jalan/cara, apakah jalan itu baik atau buruk.[9]
Sedangkan menurut ulama ‘aqidah (terminologi), As-Sunnah adalah petunjuk yang telah dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Sahabatnya, baik tentang ilmu, i’tiqad (keyakinan), perkataan maupun perbuatan. Dan ini adalah As-Sunnah yang wajib diikuti, orang yang mengikutinya akan dipuji dan orang yang menyalahinya akan dicela.[10]
Pengertian As-Sunnah menurut Ibnu Rajab al-Hanbali rahimahullah (wafat 795 H): “As-Sunnah ialah jalan yang ditempuh, mencakup di dalamnya berpegang teguh kepada apa yang dilaksanakan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para khalifahnya yang terpimpin dan lurus berupa i’tiqad (keyakinan), perkataan dan perbuatan. Itulah As-Sunnah yang sempurna. Oleh karena itu generasi Salaf terdahulu tidak menamakan As-Sunnah kecuali kepada apa saja yang mencakup ketiga aspek tersebut. Hal ini diriwayatkan dari Imam Hasan al-Bashri (wafat th. 110 H), Imam al-Auza’i (wafat th. 157 H) dan Imam Fudhail bin ‘Iyadh (wafat th. 187 H).”[11]
Disebut al-Jama’ah, karena mereka bersatu di atas kebenaran, tidak mau berpecah-belah dalam urusan agama, berkumpul di bawah kepemimpinan para Imam (yang berpegang kepada) al-haqq (kebenaran), tidak mau keluar dari jama’ah mereka dan mengikuti apa yang telah menjadi kesepakatan Salaful Ummah.[12]
Jama’ah menurut ulama ‘aqidah (terminologi) adalah generasi pertama dari ummat ini, yaitu kalangan Sahabat, Tabi’ut Tabi’in serta orang-orang yang mengikuti dalam kebaikan hingga hari Kiamat, karena berkumpul di atas kebenaran. [13]
Imam Abu Syammah asy-Syafi’i rahimahullah (wafat th. 665 H) berkata: “Perintah untuk berpegang kepada jama’ah, maksudnya adalah berpegang kepada kebenaran dan mengikutinya. Meskipun yang melaksanakan Sunnah itu sedikit dan yang menyalahinya banyak. Karena kebenaran itu apa yang dilaksanakan oleh jama’ah yang pertama, yaitu yang dilaksanakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Sahabatnya tanpa melihat kepada orang-orang yang menyimpang (melakukan kebathilan) sesudah mereka.”
Sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Mas’ud Radhiyallahu anhu:[14]
اَلْجَمَاعَةُ مَا وَافَقَ الْحَقَّ وَإِنْ كُنْتَ وَحْدَكَ.
“Al-Jama’ah adalah yang mengikuti kebenaran walaupun engkau sendirian.”[15]
Jadi, Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah orang yang mempunyai sifat dan karakter mengikuti Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menjauhi perkara-perkara yang baru dan bid’ah dalam agama.
Karena mereka adalah orang-orang yang ittiba’ (mengikuti) kepada Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mengikuti Atsar (jejak Salaful Ummah), maka mereka juga disebut Ahlul Hadits, Ahlul Atsar dan Ahlul Ittiba’. Di samping itu, mereka juga dikatakan sebagai ath-Thaa-ifatul Manshuurah (golongan yang mendapatkan per-tolongan Allah), al-Firqatun Naajiyah (golongan yang selamat), Ghurabaa' (orang asing).
Tentang ath-Thaa-ifatul Manshuurah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ber-sabda:
لاَتَزَالُ مِنْ أُمَّتِيْ أُمَّةٌ قَائِمَةٌ بِأَمْرِ اللهِ لاَ يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ وَلاَ مَنْ خَالَفَهُمْ حَتَّى يَأْتِيَهُمْ أَمْرُ اللهِ وَهُمْ عَلَى ذَلِكَ.
“Senantiasa ada segolongan dari ummatku yang selalu menegakkan perintah Allah, tidak akan mencelakai mereka orang yang tidak menolong mereka dan orang yang menyelisihi mereka sampai datang perintah Allah dan mereka tetap di atas yang demikian itu.”[16]
Tentang al-Ghurabaa’, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
بَدَأَ اْلإِسْلاَمُ غَرِيْباً، وَسَيَعُوْدُ كَمَا بَدَأَ غَرِيْباً، فَطُوْبَى لِلْغُرَبَاءِ.
“Islam awalnya asing, dan kelak akan kembali asing sebagaimana awalnya, maka beruntunglah bagi al-Ghurabaa' (orang-orang asing).” [17]
Sedangkan makna al-Ghurabaa' adalah sebagaimana yang diriwayatkan oleh ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash Radhiyallahu anhu ketika suatu hari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menerangkan tentang makna dari al-Ghurabaa', beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أُنَاسٌ صَالِحُوْنَ فِيْ أُنَاسِ سُوْءٍ كَثِيْرٍ مَنْ يَعْصِيْهِمْ أَكْثَرُ مِمَّنْ يُطِيْعُهُمْ.
“Orang-orang yang shalih yang berada di tengah banyaknya orang-orang yang jelek, orang yang mendurhakai mereka lebih banyak daripada yang mentaati mereka.”[18]
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda mengenai makna al-Ghurabaa':
اَلَّذِيْنَ يُصْلِحُوْنَ عِنْدَ فَسَادِ النَّاسِ.
“Yaitu, orang-orang yang senantiasa memperbaiki (ummat) di tengah-tengah rusaknya manusia.”[19]
Dalam riwayat yang lain disebutkan:
...الَّذِيْنَ يُصْلِحُوْنَ مَا أَفْسَدَ النَّاسُ مِنْ بَعْدِي مِنْ سُنَّتِي.
“Yaitu orang-orang yang memperbaiki Sunnahku (Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam) sesudah dirusak oleh manusia.”[20]
Ahlus Sunnah, ath-Tha-ifah al-Manshurah dan al-Firqatun Najiyah semuanya disebut juga Ahlul Hadits. Penyebutan Ahlus Sunnah, ath-Thaifah al-Manshurah dan al-Firqatun Najiyah dengan Ahlul Hadits suatu hal yang masyhur dan dikenal sejak generasi Salaf, karena penyebutan itu merupakan tuntutan nash dan sesuai dengan kondisi dan realitas yang ada. Hal ini diriwayatkan dengan sanad yang shahih dari para Imam seperti: ‘Abdullah Ibnul Mubarak: ‘Ali Ibnul Madini, Ahmad bin Hanbal, al-Bukhari, Ahmad bin Sinan dan yang lainnya, رحمهم الله[21].
Imam asy-Syafi’i [22] (wafat th. 204 H) rahimahullah berkata: “Apabila aku melihat seorang ahli hadits, seolah-olah aku melihat seorang dari Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, mudah-mudahan Allah memberikan ganjaran yang terbaik kepada mereka. Mereka telah menjaga pokok-pokok agama untuk kita dan wajib atas kita berterima kasih atas usaha mereka.” [23]
Imam Ibnu Hazm azh-Zhahiri (wafat th. 456 H) rahimahullah menjelaskan mengenai Ahlus Sunnah: “Ahlus Sunnah yang kami sebutkan itu adalah ahlul haqq, sedangkan selain mereka adalah Ahlul Bid’ah. Karena sesungguhnya Ahlus Sunnah itu adalah para Sahabat Radhiyallahu anhum dan setiap orang yang mengikuti manhaj mereka dari para Tabi’in yang terpilih, kemudian ashhaabul hadits dan yang mengikuti mereka dari ahli fiqih dari setiap generasi sampai pada masa kita ini serta orang-orang awam yang mengikuti mereka baik di timur maupun di barat.”[24]
E. Sejarah Munculnya Istilah Ahlus Sunnah wal Jama’ah
Penamaan istilah Ahlus Sunnah ini sudah ada sejak generasi pertama Islam pada kurun yang dimuliakan Allah, yaitu generasi Sahabat, Tabi’in dan Tabiut Tabi’in.
‘Abdullah bin ‘Abbas Radhiyallahu anhuma [25] berkata ketika menafsirkan firman Allah Azza wa Jalla:
يَوْمَ تَبْيَضُّ وُجُوهٌ وَتَسْوَدُّ وُجُوهٌ ۚ فَأَمَّا الَّذِينَ اسْوَدَّتْ وُجُوهُهُمْ أَكَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ فَذُوقُوا الْعَذَابَ بِمَا كُنْتُمْ تَكْفُرُونَ
“Pada hari yang di waktu itu ada wajah yang putih berseri, dan ada pula wajah yang hitam muram. Adapun orang-orang yang hitam muram mukanya (kepada mereka dikatakan): ‘Kenapa kamu kafir sesudah kamu beriman? Karena itu rasakanlah adzab disebabkan kekafiranmu itu.’” [Ali ‘Imran: 106]
“Adapun orang yang putih wajahnya mereka adalah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, adapun orang yang hitam wajahnya mereka adalah Ahlul Bid’ah dan sesat.”[26]
Kemudian istilah Ahlus Sunnah ini diikuti oleh kebanyakan ulama Salaf رحمهم الله, di antaranya:
1. Ayyub as-Sikhtiyani rahimahullah (wafat th. 131 H), ia berkata: “Apabila aku dikabarkan tentang meninggalnya seorang dari Ahlus Sunnah seolah-olah hilang salah satu anggota tubuhku.”
2. Sufyan ats-Tsaury rahimahullah (wafat th. 161 H) berkata: “Aku wasiatkan kalian untuk tetap berpegang kepada Ahlus Sunnah dengan baik, karena mereka adalah al-ghurabaa’. Alangkah sedikitnya Ahlus Sunnah wal Jama’ah.”[27]
3. Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah [28] (wafat th. 187 H) berkata: “...Berkata Ahlus Sunnah: Iman itu keyakinan, perkataan dan perbuatan.”
4. Abu ‘Ubaid al-Qasim bin Sallam rahimahullah (hidup th. 157-224 H) berkata dalam muqaddimah kitabnya, al-Iimaan[29] : “...Maka sesungguhnya apabila engkau bertanya kepadaku tentang iman, perselisihan umat tentang kesempurnaan iman, bertambah dan berkurangnya iman dan engkau menyebutkan seolah-olah engkau berkeinginan sekali untuk mengetahui tentang iman menurut Ahlus Sunnah dari yang demikian...”
5. Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah [30] (hidup th. 164-241 H), beliau berkata dalam muqaddimah kitabnya, As-Sunnah: “Inilah madzhab ahlul ‘ilmi, ash-haabul atsar dan Ahlus Sunnah, yang mereka dikenal sebagai pengikut Sunnah Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Sahabatnya, dari semenjak zaman para Sahabat Radhiyallahu anhumg hingga pada masa sekarang ini...”
6. Imam Ibnu Jarir ath-Thabari rahimahullah (wafat th. 310 H) berkata: “...Adapun yang benar dari perkataan tentang keyakinan bahwa kaum Mukminin akan melihat Allah pada hari Kiamat, maka itu merupakan agama yang kami beragama dengannya, dan kami mengetahui bahwa Ahlus Sunnah wal Jama’ah berpendapat bahwa penghuni Surga akan melihat Allah sesuai dengan berita yang shahih dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.”[31]
7. Imam Abu Ja’far Ahmad bin Muhammad ath-Thahawi rahimahullah (hidup th. 239-321 H). Beliau berkata dalam muqaddimah kitab ‘aqidahnya yang masyhur (al-‘Aqiidatuth Thahaawiyyah): “...Ini adalah penjelasan tentang ‘aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah.”
Dengan penukilan tersebut, maka jelaslah bagi kita bahwa lafazh Ahlus Sunnah sudah dikenal di kalangan Salaf (generasi awal ummat ini) dan para ulama sesudahnya. Istilah Ahlus Sunnah merupakan istilah yang mutlak sebagai lawan kata Ahlul Bid’ah. Para ulama Ahlus Sunnah menulis penjelasan tentang ‘aqidah Ahlus Sunnah agar ummat faham tentang ‘aqidah yang benar dan untuk membedakan antara mereka dengan Ahlul Bid’ah. Sebagaimana telah dilakukan oleh Imam Ahmad bin Hanbal, Imam al-Barbahari, Imam ath-Thahawi serta yang lainnya.
Dan ini juga sebagai bantahan kepada orang yang berpendapat bahwa istilah Ahlus Sunnah pertama kali dipakai oleh golongan Asy’ariyyah, padahal Asy’ariyyah timbul pada abad ke-3 dan ke-4 Hijriyyah.[32]
Pada hakikatnya, Asy’ariyyah tidak dapat dinisbatkan kepada Ahlus Sunnah, karena beberapa perbedaan prinsip yang mendasar, di antaranya:
1. Golongan Asy’ariyyah menta’wil sifat-sifat Allah Ta’ala, sedangkan Ahlus Sunnah menetapkan sifat-sifat Allah sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya, seperti sifat istiwa’ , wajah, tangan, Al-Qur-an Kalamullah, dan lainnya.
2. Golongan Asy’ariyyah menyibukkan diri mereka dengan ilmu kalam, sedangkan ulama Ahlus Sunnah justru mencela ilmu kalam, sebagaimana penjelasan Imam asy-Syafi’i rahimahullah ketika mencela ilmu kalam.
3. Golongan Asy’ariyyah menolak kabar-kabar yang shahih tentang sifat-sifat Allah, mereka menolaknya dengan akal dan qiyas (analogi) mereka.[33]
[Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi'i, Po Box 7803/JACC 13340A Jakarta, Cetakan Ketiga 1427H/Juni 2006M]
17/06/2015, : <Media omitted>
26/06/2015, : Al-Iraqi menjawab,
“Tampaknya yang dimaksud adalah ketika (muadzin) memulai iqamat agar makmum
bersiap-siap mendapatkan takbiratul ihram bersama imam. Di antara yang
menunjukan hal ini adalah hadits Abu Musa dalam riwayat ath-Thabarani bahwa
Nabi melihat seseorang shalat dua rakaat sunnah fajar ketika muadzin memulai
iqamat.” Al-Iraqi mengatakan, “Sanad hadits ini bagus.” Hal ini juga dipertegas
oleh al-Mubarakfuri dalam Syarah at-Tirmidzi.
26/06/2015, : Dari sini, an-Nawawi t
menyimpulkan, “Hadits-hadits ini mengandung larangan yang tegas untuk memulai
shalat sunnah setelah iqamat shalat dikumandangkan, sama saja baik sunnah
rawatib seperti sunnah subuh, zuhur, dan asar, maupun yang lainnya.” (al-Minhaj
Syarah Shahih Muslim)
26/06/2015, : Ibnu Hajar juga
mengatakan, “Hadits itu mengandung larangan melakukan shalat sunnah setelah
dimulainya iqamat shalat, sama saja baik itu sunnah rawatib maupun selainnya.”
(Fathul Bari Syarah Shahih al-Bukhari)
26/06/2015, : Menurut an-Nawawi, ini
adalah pendapat al-Imam asy-Syafi’i dan jumhur ulama. Adapun Abu Hanifah
berpendapat bahwa bagi yang belum shalat dua rakaat sunnah (qabliyah) subuh
hendaknya shalat di masjid setelah iqamat, selama tidak khawatir tertinggal
rakaat kedua.
26/06/2015, 8:38 : Dalam hal ini, ada
sembilan pendapat sebagaimana diterangkan oleh asy-Syaukani dalam kitabnya
Nailul Authar dan dinukil oleh al-Mubarakfuri dalam kitab Tuhfatul Ahwadzi.
Namun, pendapat asy-Syafi’i dan jumhur itulah yang dikuatkan oleh
al-Mubarakfuri. Dengan demikian, dua rakaat qabliyah subuh pun tidak boleh
dilakukan, walaupun keutamaan shalat tersebut sangat besar. Hal ini berdasarkan
hadits-hadits berikut ini.
26/06/2015, : Dari Abdullah bin Sirjis
-dan beliau telah berjumpa dengan Rasulullah- bahwa Rasulullah shalat fajar.
Datanglah seseorang lalu shalat dua rakaat (sunat) fajar di belakang beliau.
Dia kemudian masuk (shalat bersama jamaah). Ketika Nabi selesai dari shalatnya,
beliau mengatakan kepada orang tersebut, “Shalat yang mana yang engkau anggap
sebagai shalatmu: yang engkau shalat sendirian, atau yang engkau shalat bersama
kami!?” (Sahih, HR. Abu Dawud, an-Nasa’i, Ahmad, Ibnu Hibban dan yang lain.
Hadits tersebut adalah lafadz Ibnu Hibban, dan disahihkan oleh asy-Syaikh
al-Albani)
26/06/2015, : Dari Ibnu Abbas, ia
berkata: Aku shalat sementara muadzin mulai mengumandangkan iqamat. Nabi lalu
menarikku dan mengatakan, “Apakah engkau mau shalat subuh empat rakaat?!” (HR.
Abu Dawud ath-Thayalisi dan al-Hakim, beliau mengatakan, “Sahih sesuai dengan
syarat Muslim.”)
26/06/2015, : Ibnu Rajab mengatakan, “Jika
seseorang telah memulai shalat sunnah sebelum iqamat, lalu iqamat
dikumandangkan, dalam hal ini ada dua pendapat. Salah satunya, ia tetap
menyempurnakan shalatnya. Pendapat yang kedua, ia memutusnya.” (Fathul Bari
Syarah Shahih al-Bukhari, dengan diringkas)
26/06/2015, : Yang berpendapat memutus
adalah Said bin Jubair (seorang tabi’in), dan salah satu riwayat dari
asy-Syafi’i serta Ahmad. Ini juga pendapat Zhahiriyah. Al-Lajnah ad-Daimah juga
memfatwakan agar shalat sunnahnya diputus sehingga mendapatkan takbiratul
ihram. (Fatwa no. 3763)
26/06/2015, : Ibnu Abdir Bar t
mengatakan, “Yang jadi hujjah saat perselisihan adalah sunnah Nabi. Oleh karena
itu, barang siapa berhujjah dengannya, dialah yang beruntung. Barang siapa
menggunakannya, dialah yang selamat. Tidaklah aku diberi taufiq selain oleh
Allah.” (at-Tamhid)
Muhammad bin Sirin (seorang ulama tabi’in) mengatakan,
“Mereka tidak menyukai untuk shalat dua rakaat jika iqamat telah
dikumandangkan.” Beliau juga mengatakan, “Apa yang tertinggal dari shalat yang
wajib lebih saya sukai daripada kedua rakaat sunnah tersebut.” (at-Tamhid karya
Ibnu Abdil Bar)
Ibnu Taimiyah mengatakan, “Hal itu karena apabila muadzin
memulai iqamat berarti telah wajib masuk shalat bersamanya dan jamaah itu
wajib. Maka dari itu, tidak boleh seseorang tersibukkan dengan selainnya yang
lebih rendah nilainya.
Barang siapa melakukan shalat setelah iqamat selain shalat
yang wajib, seolah-olah ia menambah dalam shalat wajib, atau seolah-olah ia
melakukan shalat wajib dua kali.
Oleh karena itu, wallahu a’lam, Rasulullah mengisyaratkan
dengan sabdanya, “Apakah subuh itu empat rakaat?!”
Demikian pula sabdanya, “Shalat yang mana yang engkau
anggap, shalatmu yang sendirian atau shalatmu bersama kami?”
26/06/2015, : Sebab, tidak ada shalat
setelah iqamat melainkan shalat yang ditegakkan dengan iqamat tersebut.
Demikian pula, shalat-shalat sunnah itu mungkin diqadha setelah shalat wajib.
Adapun yang tertinggal dari batas awal shalat wajib dan selanjutnya dari shalat
di belakang imam walaupun setelah satu rakaat secara berjamaah tidak mungkin
diganti dengan qadha. Jelas bahwa menjaga yang tidak mungkin diqadha lebih
utama daripada yang mungkin diqadha. Apa yang didapat berupa takbiratul ihram,
ucapan amin, dan ruku’, itu lebih bagus dari seluruh shalat sunnah.” (Syarhul
Umdah)
Asy-Syaikh Ubaidullah ar-Rahmani mengatakan, “Yang kuat
menurut saya adalah ia memutus shalatnya saat iqamat dikumandangkan jika masih
tersisa satu rakaat karena paling sedikitnya shalat itu satu rakaat. Nabi
mengatakan, ‘Tidak ada shalat setelah iqamat selain shalat yang wajib.’ Oleh
karena itu, tidak boleh shalat satu rakaat pun setelah iqamat. Adapun jika
iqamat dikumandangkan sementara dia sedang sujud atau tasyahhud maka tidak
mengapa apabila dia tidak memutusnya dan tetap menyempurnakannya, karena dalam
kondisi tersebut tidak disebut shalat satu rakaat setelah iqamat. (Syarah
Misykatul Mashabih)
26/06/2015, : “Sunnah Nabi dalam hal ini
adalah jika telah dikumandangkan iqamat shalat, tidak boleh sama sekali shalat
dua rakaat fajar di masjid. Kalau dia shalat di rumah sebelum keluar, kuharap
ada kelonggaran baginya. Akan tetapi, sebagian ulama juga membenci hal itu.
Tidak melakukannya lebih aku sukai. Jika seseorang sudah memulai dua rakaat
fajar lalu muadzin memulai iqamat, dan harapannya jika ia mempercepat akan
mendapatkan takbiratul ihram bersama imam, ia boleh melanjutkannya.” (Masa’il
al-Imam Ahmad dan al-Imam Ishaq bin Rahuyah)
26/06/2015, : Catatan Kaki:
1. Ada juga yang meriwayatkan ucapan tersebut dari Nabi
(marfu’). Akan tetapi, riwayat tersebut lemah. Riwayat tersebut dilemahkan oleh
para ulama, di antaranya asy-Syaikh al-Albani dalam adh-Dha’ifah no. 4669. Yang
sahih, itu ucapan Ali.
2. Yakni satu rakaat terhitung sampai batas ruku,
wallahua’lam. Adapun setelah ruku, itu kurang dari satu rakaat. Dengan
demikian, apabila iqamat dikumandangkan sedangkan yang tersisa dari shalatnya kurang dari satu rakaat, hendaknya ia menyempurnakannya segera dengan tetap
thuma’ninah, tidak membatalkannya.
01/07/2015, : Hadis Dha'if I [Maudhu,
Matruk dan Munkar] - SQ BLOG -
http://rul-sq.blogspot.com/2014/04/hadis-dhaif-i-maudhu-matruk-dan-munkar.html?m=1
http://rul-sq.blogspot.com/2014/04/hadis-dhaif-i-maudhu-matruk-dan-munkar.html?m=1
01/07/2015, : Hadits Munkar | Para Ulama
Ahlul Hadits -
https://ahlulhadist.wordpress.com/2007/10/16/hadist-munkar/
https://ahlulhadist.wordpress.com/2007/10/16/hadist-munkar/
01/07/2015, : Status Hadis Ramadhan :
Keampunan, Rahmat & Bebas Neraka (kemaskini) -
http://zaharuddin.net/fiqh-ibadah/601-status-hadis-ramadhan--keampunan-rahmat-a-bebas-neraka-kemaskini
28/08/2015, : <Media omitted>
http://zaharuddin.net/fiqh-ibadah/601-status-hadis-ramadhan--keampunan-rahmat-a-bebas-neraka-kemaskini
28/08/2015, : <Media omitted>
_______
Footnote
[1]. Lisaanul ‘Arab (VI/331) karya Ibnu Manzhur (wafat th.
711 H) rahimahullah.
[2]. Lihat al-Mufassiruun bainat Ta’wiil wal Itsbaat fii
Aayatish Shifaat (I/11) karya Syaikh Muhammad bin ‘Abdurrahman al-Maghrawi,
Muassasah ar-Risalah, th. 1420 H.
[3]. Muttafaq ‘alaih. HR. Al-Bukhari (no. 2652) dan Muslim
(no. 2533 (212)), dari Sahabat ‘Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu anhu.
[4]. Al-Mufassiruun bainat Ta’wiil wal Itsbaat fii Aayatish
Shifaat (I/11).
[5]. Al-Mufassiruun bainat Ta’-wiil wal Itsbaat fii Aayatish
Shifaat (I/13-14) dan al-Wajiiz fii ‘Aqiidah Salafush Shaalih (hal. 34).
[6]. Mauqif Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah min Ahlil Ahwaa' wal
Bida’ (I/63-64) karya Syaikh Dr. Ibrahim bin ‘Amir ar-Ruhaili, Bashaa-iru Dzawi
Syaraf bi Syarah Marwiyyati Manhajis Salaf (hal. 21) karya Syaikh Salim bin
‘Ied al-Hilali dan Mujmal Ushuul Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah fil ‘Aqiidah.
[7]. Beliau adalah Ahmad bin ‘Abdul Halim bin ‘Abdussalam
bin ‘Abdillah bin Khidhir bin Muhammad bin ‘Ali bin ‘Abdillah bin Taimiyyah
al-Harrani. Beliau lahir pada hari Senin, 14 Rabi’ul Awwal th. 661 H di Harran
(daerah dekat Syiria). Beliau seorang ulama yang dalam ilmunya, luas
pandangannya. Pembela Islam sejati dan mendapat julukan Syaikhul Islam karena
hampir menguasai semua disiplin ilmu. Beliau termasuk Mujaddid abad ke-7 H dan
hafal Al-Qur-an sejak masih kecil. Beliau t mempunyai murid-murid yang ‘alim
dan masyhur, antara lain: Syamsuddin bin ‘Abdul Hadi (wafat th. 744 H), Syamsuddin
adz-Dzahabi (wafat th. 748 H), Syamsuddin Ibnu Qayyim al-Jauziyyah (wafat th.
751 H), Syamsuddin Ibnu Muflih (wafat th. 763 H) serta ‘Imaduddin Ibnu Katsir
(wafat th. 774 H), penulis kitab tafsir yang terkenal, Tafsiir Ibnu Katsiir.
‘Aqidah Syaikhul Islam adalah ‘aqidah Salaf, beliau
rahimahullah seorang Mujaddid yang berjuang untuk menegakkan kebenaran,
berjuang untuk menegakkan Al-Qur-an dan As-Sunnah menurut pemahaman para
Sahabat Radhiyallahu anhum tetapi ahlul bid’ah dengki kepada beliau, sehingga banyak
yang menuduh dan memfitnah. Beliau menjelaskan yang haq tetapi ahli bid’ah
tidak senang dengan dakwahnya sehingga beliau diadukan kepada penguasa pada
waktu itu, akhirnya beliau beberapa kali dipenjara sampai wafat pun di penjara
(tahun 728 H). Semoga Allah mengampuni dosa-dosanya, mencurahkan rahmat yang
sangat luas dan memasukkan beliau rahimahullah dalam Surga-Nya. (Al-Bidayah wan
Nihayah XIII/255, XIV/38, 141-145).
[8]. Majmu’ Fataawaa Syaikhil Islam Ibni Taimiyyah (IV/149).
[9]. Lisaanul ‘Arab (VI/399).
[10]. Buhuuts fii ‘Aqidah Ahlis Sunnah (hal. 16).
[11]. Jaami’ul ‘Uluum wal Hikam (hal. 495) oleh Ibnu Rajab,
tahqiq dan ta’liq Thariq bin ‘Awadhullah bin Muhammad, cet. II-Daar Ibnul
Jauzy-th. 1420 H.
[12]. Mujmal Ushuul Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah fil ‘Aqiidah.
[13]. Syarhul ‘Aqiidah al-Waasithiyyah (hal. 61) oleh Khalil
Hirras.
[14]. Beliau adalah seorang Sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi
wa sallam, nama lengkapnya ‘Abdullah bin Mas’ud bin Ghafil bin Habib
al-Hadzali, Abu ‘Abdirrahman, pimpinan Bani Zahrah. Beliau masuk Islam pada
awal
[15]. Al-Baa’its ‘alaa Inkaaril Bida’ wal Hawaadits hal. 91-92, tahqiq oleh Syaikh Masyhur bin Hasan Salman dan Syarah Ushuulil I’tiqaad karya al-Lalika-i (no. 160).
[15]. Al-Baa’its ‘alaa Inkaaril Bida’ wal Hawaadits hal. 91-92, tahqiq oleh Syaikh Masyhur bin Hasan Salman dan Syarah Ushuulil I’tiqaad karya al-Lalika-i (no. 160).
[16]. HR. Al-Bukhari (no. 3641) dan Muslim (no. 1037 (174)),
dari Mu’awiyah Radhiyallahu anhu.
[17]. HR. Muslim (no. 145) dari Sahabat Abu Hurairah
Radhiyallahu anhu.
[18]. HR. Ahmad (II/177, 222), Ibnu Wadhdhah no. 168. Hadits
ini dishahihkan oleh Syaikh Ahmad Syakir dalam tahqiq Musnad Imam Ahmad (VI/207
no. 6650). Lihat juga Bashaa-iru Dzawi Syaraf bi Syarah Marwiyyati Manhajas
Salaf hal. 125.
[19]. HR. Abu Ja’far ath-Thahawi dalam Syarah Musykilil
Aatsaar (II/170 no. 689), al-Lalika-i dalam Syarah Ushuul I’tiqaad Ahlis Sunnah
(no. 173) dari Sahabat Jabir bin ‘Abdillah a. Hadits ini shahih li ghairihi
karena ada beberapa syawahidnya. Lihat Syarah Musykilil Aatsaar (II/170-171)
dan Silsilatul Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 1273).
[20]. HR. At-Tirmidzi (no. 2630), beliau berkata, “Hadits
ini hasan shahih.” Dari Sahabat ‘Amr bin ‘Auf Radhiyallahu anhu
[21]. Sunan at-Tirmidzi: Kitaabul Fitan no. 2229. Lihat
Silsilatul Ahaadiits ash-Shahiihah karya Imam Muhammad Nashiruddin al-Albany
rahimahullah (I/539 no. 270) dan Ahlul Hadiits Humuth Thaa-ifah al-Manshuurah
karya Syaikh Dr. Rabi’ bin Hadi al-Madkhali.
[22]. Lihat kembali biografi beliau t pada catatan kaki no.
14.
[23]. Lihat Siyar A’laamin Nubalaa’ (X/60).
[24]. Al-Fishal fil Milal wal Ahwaa’ wan Nihal (II/271),
Daarul Jiil, Beirut.
[25]. Beliau adalah seorang Sahabat yang mulia dan termasuk
orang pilihan. Nama lengkapnya adalah ‘Abdullah bin ‘Abbas bin ‘Abdul
Muththalib al-Hasyimi al-Qurasyi, anak paman Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam, penafsir Al-Qur-an dan pemuka kaum Muslimin di bidang tafsir. Dia
diberi gelar ulama dan lautan ilmu, karena luas keilmuannya dalam bidang
tafsir, bahasa dan syair Arab. Beliau dipanggil oleh para Khulafaur Rasyidin
untuk dimintai nasehat dan pertimbangan dalam berbagai perkara. Beliau
Radhiyallahu anhuma pernah menjadi gubernur pada zaman ‘Utsman a tahun 35 H,
ikut memerangi kaum Khawarij bersama ‘Ali, cerdas dan kuat hujjahnya. Menjadi
‘Amir di Bashrah, kemudian tinggal di Thaif hingga meninggal dunia tahun 68 H. Beliau
lahir tiga tahun sebelum hijrah. Lihat al-Ishaabah (II/330, no. 4781).
[26]. Lihat Tafsiir Ibni Katsiir (I/419, cet. Darus Salam),
Syarah Ushuul I’tiqaad Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah (I/79 no. 74).
[27]. Syarah Ushuul I’tiqaad Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah (I/71
no. 49 dan 50).
[28]. Beliau adalah Fudhail bin ‘Iyadh bin Mas’ud at-Tamimi
rahimahullah, seorang yang terkenal zuhud, berasal dari Khurasan dan bermukim
di Makkah, tsiqah, wara’, ‘alim, diambil riwayatnya oleh al-Bukhari dan Muslim.
Lihat Taqriibut Tahdziib (II/15, no. 5448), Tahdziibut Tahdziib (VII/264, no.
540) dan Siyar A’laamin Nu-balaa’ (VIII/421).
[29]. Tahqiq dan takhrij Syaikh al-Albani rahimahullah.
[30]. Beliau rahimahullah adalah seorang Imam yang luar
biasa dalam kecerdasan, kemuliaan, keimaman, kewara’an, kezuhudan, hafalan,
alim dan faqih. Nama lengkapnya Abu ‘Abdillah Ahmad bin Hanbal bin Hilal bin
Asad asy-Syaibani, lahir pada tahun 164 H. Seorang Muhaddits utama Ahlus
Sunnah. Pada masa al-Ma’mun beliau dipak
http://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=apa+itu+salafusoleh&source=web&cd=4&cad=rja&uact=8&ved=0CCwQFjADahUKEwiftJz765LGAhXDYaYKHdmCAKc&url=http%3A%2F%2Fwww.arrahmah.com%2Fread%2F2011%2F12%2F10%2F16742-ternyata-banyak-umat-islam-yang-belum-tahu-soal-salafi-dan-wahabi.html&ei=el5_VZ-POMPDmQXZhYK4Cg&usg=AFQjCNGp1O9ESmq-CQXCuX-TGseErVjdmA&sig2=pkG6CS9OboWBW-tOZBIQ8A
sa=t&rct=j&q=apa+itu+salafusoleh&source=web&cd=4&cad=rja&uact=8&ved=0CCwQFjADahUKEwiftJz765LGAhXDYaYKHdmCAKc&url=http%3A%2F%2Fwww.arrahmah.com%2Fread%2F2011%2F12%2F10%2F16742-ternyata-banyak-umat-islam-yang-belum-tahu-soal-salafi-dan-wahabi.html&ei=el5_VZ-POMPDmQXZhYK4Cg&usg=AFQjCNGp1O9ESmq-CQXCuX-TGseErVjdmA&sig2=pkG6CS9OboWBW-tOZBIQ8A
16/06/2015, 07:49 - Tok Yein Tab: Ternyata, banyak umat
Islam yang belum tahu soal Salafi dan Wahabi
Siraaj - Sabtu, 14 Muharram 1433 H / 10 Desember 2011 09:08
16/06/2015, 07:50 - Tok Yein Tab: JAKARTA – Ketika voa-islam
memberitakan terkait Salafi-Wahabi, ternyata masih banyak masyarakat muslim
awam yang tidak tahu apa itu Salafi dan apa Wahabi. Dari beberapa SMS dan
jaringan Facebook (FB) yang diterima voa-islam, mereka ingin tahu lebih jauh
ihwal Salafi – Wahabi.
Agar tidak tersesat dan termakan dengan infomasi yang
sepotong-sepotong, setidaknya mengetahui peta masalahnya, maka perlu dijelaskan
apa itu Salafi dan Wahabi. Insya Allah, kami akan menjabarkannya dalam beberapa
tulisan.
Seperti diketahui, fenomena kehadiran dakwah Salafiyah di
Indonesia sejak dekade 80-an hingga kini cukup mendapat perhatian khalayak
pergerakan dakwah. Sebelumnya, istilah “salafi” dan “salafiyah” sering
digunakan oleh pesantren-pesantren Nahdlatul Ulama (NU) yang sering
disinonimkan dengan istilah “tradisional”.
Hakikatnya, tak ada persoalan dengan istilah “salafi”.
Sebab, secara harfiah berarti mengikuti kaum salaf, yakni Rasulullah Saw dan
para sahabat. Setiap Muslim tentu bertekad untuk meneladani Rasulullah Saw dan,
para sahabat dan tabi’in nya. Generasi beliau (Nabi Saw), sahabat dan tabi’in
adalah generasi terbaik umat ini. Generasi iniah yang disebut Salaf ash-Shalih.
Di masa tabi’in dan sesudahnya, guna menghadapi pemikiran
dan keyakinan bid’ah, seperti Khawarij, Syiah, Qadariyah, Murji’ah, Mu’tazilah
dan lainnya, munculnya istilah Ahlu Sunnah wal Jamaah. Istilah ini menegaskan
keharusan umat Islam untuk berpegang pada Al Qur’an dan Sunnah, dan agar umat
Islam bersatu di dalamnya.
Dalam konteks kekinian, kehadiran gerakan Salafi kontemporer
mempunyai sejumlah nilai positif dalam bentuk upaya menghidupkan sunnah, memerangi
syirik dan bid’ah, menekankan rujukan kepada para ulama yang keilmuannya diakui
oleh kaum Muslimin dan lainnya.
Secara sederhana, salafi berarti orang-orang di zaman
sekarang yang mengikuti generasi Salaf. Jadi, Salaf yang dimaksud adalah tiga
generasi islam permulaan (generasi Rasulullah saw dan para sahabat ra, generasi
Tabi’in dan gerenasi Tabi’ut Tabi’in) itulah yang kerap disebut As-Salafus
Shalih, yaitu para pendahulu umat Islam yang shalih. Istilah Salafi merujuk
pada pengertian, seseorang yang mengikuti ajaran Salafus Shalih ra. Adapun
bentuk jamak (plural) dari Salafi ialah Salafiyun atau Salafiyin.
Menurut Am Waskito, “Kalau mau jujur, sebenarnya mayoritas
umat saat ini, mereka berpaham Salafi. Artinya, mereka yang mengikuti jejak
Salafus Shalih, yaitu Rasulullah, para sahabat, para tabi’in dan tabi’ut
tabi’in. Mereka mengikuti ajaran yang ditinggalkan oleh generasi terbaik dalam
sejarah Islam itu.”
16/06/2015, 07:51 - Tok Yein Tab: Namun, sayang, ada
sebagian orang yang ingin memonopoli dengan mengklaim dirinya sebagai pewaris
tunggal kebesaran Salafus Shalih. Dengan kata lain, tidak ada yang berhak
mengklaim nama Salaf (salafi), selain diri mereka sendiri. Ada sebagian orang yang mengklaim dan membangga-bangga
dirinya Salafi, tetapi hari-harinya disibukkan untuk menjelek-jelekkan kelompok
lain. Akibatnya, diantara mereka sendiri terlibat perselisihan tajam,ada yang
berpisah jalan, terbelah,hingga menebar kebencian.
“Sebagian kalangan yang mengaku diri sebagai Salafi sejati,
tapi memaksa orang lain mengikuti pendapat mereka dalam masalah-masalah yang
sebetulnya bersifat ijtihadiyah atau khilafiyah (dalam hal fiqih). Kemudian
yang berbeda pendapat dengannya, akan diperlakukan secara tidak adil, bahkan
dianggap musuh yang harus diwaspadai. Sebagai contoh, persoalan isbal (celana
di atas mata kaki) yang sebetulnya persoalan khilafiyah diperdebatkan seolah
permasalahan besar, ” ungkap Ustadz Abduh Zulfidah Akaha, penulis buku “Belajar
dari Akhlak Ustadz Salafi”.
AM Waskito dan Abu Abdirrahman Al Thalibi (dalam buku yang
ditulisnya) menyebut salafi yang hobi menghujat kelompok Islam lain dengan
sebutan Salafi Ekstrem. Adapun Syaikh Abu Muhammad Al-Maqdisi menyebutnya
dengan Salafi Murji’ah.
16/06/2015, 07:51 - Tok Yein Tab: Istilah Salafi yang Diperselisihkan
16/06/2015, 07:52 - Tok Yein Tab: Menurut Abu Abdirrahman Al
Thalibi (penulis buku Dakwah Salafiyah Dakwah Bijak), secara bahasa, kalimat
“Ana Salafi! Adalah kalimat yang rancu. Jika diterjemahkan ia memiliki
arti,“Aku ini Salafi! Salaf artinya dahulu, telah lalu, atau orang jaman dulu.
Salafi berarti orang jaman dulu. Tidak mungkin orang yang hidup di jaman
sekarang mengatakan, “Aku ini orang jaman dahulu.
Kalimat Ana Salafi! Jika dikaitkan dengan As–Salafus Shalih,
mengandung makna kesombongan. Disana seseorang atau sebagian oranf merasa diri
telah menjadi pengikut terbaik Salafus Shalih. Harus disadari bahwa Salafus
Shalih adalah nenek moyang seluruh umat Islam, bukan hanya milik golongan
tertentu.
“Saya tidak risau jika tidak disebut sebagai Salafi atau
Salafiyun. Menurut saya, sebutan itu tidak penting, tetapi lebih utama adalah
pengamalan. Bahkan orang-orang di sekitar, menganggap saya sebagai Salafi,
tanpa saya memaksakan sebutan itu kepada mereka,” tulis Thalibi.
Suatu hari Al Thalibi membaca pembahasan tentang istilah
Salafi. Syaikh Al Albani mengemukakan sebuah hadits shahih, bahwa Nabi saw
berkata kepada Fatimah ra, “Sebaik-baik Salaf bagimu (wahai Fatimah) adalah aku
(Nabi sendiri). (HR Muslim).
Setelah membaca dalil ini, Al Thalibi merasa yakin Syaikh
Albani telah menemukan dalil qath’i (jelas dan tegas) yang telah membuktikan
bahwa penggunaan istilah Salafi itu sesuai syariat Islam. Hingga ketika menulis
buku DSDB, ia masih menerima sebutan Salafi.
Dalam sebuah catatan kaki, Al Thalibi mengatakan, namun
demikian, baik Fathimah maupun para sahabat, tidak ada satupun yang mengatakan
kepada keluarganya atau orang-orang yang akan mereka tinggalkan, bahwa mereka
adalah salaf bagi yang akan ditinggalkan. Bahkan, tidak ada satu hadits pun
yang menyebutkan bahwa para sahabat menyebut diri mereka sebagai salaf ataupun
Salafi.
Sekalipun penamaan “salafi” ini benar menurut kaidah bahasa,
tapi mengklaim bahwa ini adalah sunnah, adalah sesuatu yang perlu
dipertanyakan. Sebab secara tidak langsung hal ini sama saja dengan
mendeskreditkan para sahabat yang tidak menyebut diri mereka sebagai salaf
ataupun salafi. Padahal mereka adalah orang-orang terbaik umat ini.
Setelah menulis buku DSDB 2: Menjawab Tuduhan (MT), Al
Thalibi sudah tidak lagi memakai istilah Salafi, tapi memilih istilah Ahlus
Sunnah Wal Jamaah (atau Ahlu Sunnah). Sepengetahuannya, istilah terakhir ini
lebih memiliki dasar Syar’i daripada istilah Salafi. Namun, untuk istilah
Salafiyah dengan pengertian ajaran Salafus Shalih, bukan sebutan bagi seseorang
atau sekelompok orang dijaman sekarang,
ia masih menerimanya.
Salafi Hakiki adalah yang seperti dgambarkan oleh Rasulullah
saw: “…bersikap tegas kepada orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang dengan
sesama mereka (sesama mukmin)…” (QS AL-Fath: 29).
16/06/2015, 07:52 - Tok Yein Tab: Bila mengurai beberapa
ayat Al-Qur’an tentang sifat-sifat para sahabat ra, maka dalam diri para
Salafus Shalih memiliki sifat-sifat mulia berikut ini:
Berakidah lurus, beribadah kepada Allah, dengan tidak
menjadikan bagi-Nya sekutu dalam bentuk apapun.
Mengimami Rasulullah Saw, membenarkan ajarannya, memuliakan
Syari’atnya, membela kemuliannya, serta berjalan di atas cahaya petunjuknya.
Sebagai konsekuensi tauhid ialah munculnya Al Wala’ Wal
Bara’, yaitu menetapkan Wala’ (Kesetiaan) kepada orang-orang yang beriman, dan
menetapkan Bara’ (anti kesetiaan) kepada orang-orang kafir.
Mengerjakan shalat (berjamaah bagi laki-laki dewasa),
menunaikan zakat, menginfakkan sebagian rezeki disaat lapang maupun sempit.
Sikap itsar, yang mendahulukan saudara mukmin, meskipun diri
sendiri kukurangan dan membutuhkan.
Hidupnya bermanfaat bagi orang lain, ibarat pohon korma yang
sellau mengeluarkan buah di setiap musim.
Senantiasa menyuruh berbuat kebaikan dan mencegah dari
perbuatan buruk (menunaikan amar makruf nahi munkar).
Berakhlak mulia, menjauhi kesia-siaan, memelihara kehormatan
diri, menunai amanah dan jani-janji. Menahan amarah, memaafkan manusia, serta
tidak melayanu perkataan orang-orang jahil.
Senantiasa berdzikir mengingat Allah di pagi dan petang,
tidak lalain dari dzikir karena kesibukan perdagangan, jual beli, pekerjaan
dll.
Menunaikan hak-hak persausaraan (ukhuwah), tidak menghina,
tidak mencela, tidak memanggil dengan gelaran buruk, menghindari prasangka
buruk, tajassus (mencari-cari kesalahan), dan ghibah (bergunjing).
Hatinya lembut untuk senantiasa bertaubat, memohon ampun
atas dosa-dosa, dan lekas berhenti dari perbuatan keji.
Berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwa, serta tidak
melemah atau lesu menghadapi segala resiko jihad di jalan Allah.
16/06/2015, 07:56 - Tok Yein Tab:
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=apa+itu+salafusoleh&source=web&cd=1&cad=rja&uact=8&ved=0CB4QFjAAahUKEwiftJz765LGAhXDYaYKHdmCAKc&url=https%3A%2F%2Ftukpencarialhaq.wordpress.com%2Fabout%2F&ei=el5_VZ-POMPDmQXZhYK4Cg&usg=AFQjCNFXgRT63Z2C2BHNjGA5lWdfhwj52A&sig2=48k_8imZQ8uqjp9qX_e5XA
16/06/2015, 07:57 - Tok Yein Tab: Apa Itu Manhaj Salaf
16/06/2015, 07:58 - Tok Yein Tab: الله الرحمن الرحيم
Mengapa Harus Bermanhaj Salaf ?
Orang-orang yang hidup pada zaman Nabi adalah generasi
terbaik dari umat ini. Mereka telah mendapat pujian langsung dari Allah dan
Rasul-Nya sebagai sebaik-baik manusia. Mereka adalah orang-orang yang paling
paham agama dan paling baik amalannya sehingga kepada merekalah kita harus
merujuk.
Manhaj Salaf, bila ditinjau dari sisi kalimat merupakan
gabungan dari dua kata; manhaj dan salaf. Manhaj dalam bahasa Arab sama dengan
minhaj, yang bermakna: Sebuah jalan yang terang lagi mudah. (Tafsir Ibnu Katsir
2/63, Al Mu’jamul Wasith 2/957).
Sedangkan salaf, menurut etimologi bahasa Arab bermakna:
Siapa saja yang telah mendahuluimu dari nenek moyang dan karib kerabat, yang
mereka itu di atasmu dalam hal usia dan keutamaan. (Lisanul Arab, karya Ibnu
Mandhur 7/234). Dan dalam terminologi syariat bermakna: Para imam terdahulu
yang hidup pada tiga abad pertama Islam, dari para shahabat Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, tabi’in (murid-murid shahabat) dan tabi’ut
tabi’in (murid-murid tabi’in). (Lihat Manhajul Imam As Syafi’i fii Itsbatil
‘Aqidah, karya Asy Syaikh Dr. Muhammad bin Abdul Wahhab Al ‘Aqil, 1/55).
Berdasarkan definisi di atas, maka manhaj salaf adalah:
Suatu istilah untuk sebuah jalan yang terang lagi mudah, yang telah ditempuh
oleh para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, tabi’in dan tabi’ut
tabi’in di dalam memahami dienul Islam yang dibawa Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wasallam. Seorang yang mengikuti manhaj salaf ini disebut dengan Salafy
atau As Salafy, jamaknya Salafiyyun atau As Salafiyyun. Al Imam Adz Dzahabi
berkata: “As Salafi adalah sebutan bagi siapa saja yang berada di atas manhaj
salaf.” (Siyar A’lamin Nubala 6/21).
Orang-orang yang mengikuti manhaj salaf (Salafiyyun) biasa
disebut dengan Ahlus Sunnah wal Jamaah dikarenakan berpegang teguh dengan Al
Quran dan As Sunnah dan bersatu di atasnya. Disebut pula dengan Ahlul Hadits
wal Atsar dikarenakan berpegang teguh dengan hadits dan atsar di saat
orang-orang banyak mengedepankan akal. Disebut juga Al Firqatun Najiyyah, yaitu
golongan yang Allah selamatkan dari neraka (sebagaimana yang akan disebutkan
dalam hadits Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash), disebut juga Ath Thaifah Al
Manshurah, kelompok yang senantiasa ditolong dan dimenangkan oleh Allah
(sebagaimana yang akan disebutkan dalam hadits Tsauban). (Untuk lebih rincinya
lihat kitab Ahlul Hadits Humuth Thaifatul Manshurah An Najiyyah, karya Asy
Syaikh Dr. Rabi’ bin Hadi Al Madkhali).
16/06/2015, 07:58 - Tok Yein Tab: Manhaj salaf dan
Salafiyyun tidaklah dibatasi (terkungkung) oleh organisasi tertentu, daerah
tertentu, pemimpin tertentu, partai tertentu, dan sebagainya. Bahkan manhaj
salaf mengajarkan kepada kita bahwa ikatan persaudaraan itu dibangun di atas Al
Quran dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dengan pemahaman
Salafush Shalih. Siapa pun yang berpegang teguh dengannya maka ia saudara kita,
walaupun berada di belahan bumi yang lain. Suatu ikatan suci yang dihubungkan
oleh ikatan manhaj salaf, manhaj yang ditempuh oleh Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wasallam dan para sahabatnya.
Manhaj salaf merupakan manhaj yang harus diikuti dan
dipegang erat-erat oleh setiap muslim di dalam memahami agamanya. Mengapa?
Karena demikianlah yang dijelaskan oleh Allah di dalam Al Quran dan demikian
pula yang dijelaskan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam di dalam
Sunnahnya. Sedang kan Allah telah berwasiat kepada kita: “Kemudian jika kalian
berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al
Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan
Hari Kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagi kalian) dan lebih baik
akibatnya.” (An Nisa’: 59)
Adapun ayat-ayat Al Quran yang menjelaskan agar kita
benar-benar mengikuti manhaj salaf adalah sebagai berikut: 1. Allah Subhanahu
Wa Ta’ala berfirman : “Tunjukilah kami jalan yang lurus. Jalannya orang-orang
yang telah Engkau beri nikmat.” (Al Fatihah: 6-7)
Al Imam Ibnul Qayyim berkata: “Mereka adalah orang-orang
yang mengetahui kebenaran dan berusaha untuk mengikutinya…, maka setiap orang
yang lebih mengetahui kebenaran serta lebih konsisten dalam mengikutinya, tentu
ia lebih berhak untuk berada di atas jalan yang lurus. Dan tidak diragukan lagi
bahwa para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, mereka adalah
orang-orang yang lebih berhak untuk menyandang sifat (gelar) ini daripada
orang-orang Rafidhah.” (Madaarijus Saalikin, 1/72).
Penjelasan Al Imam Ibnul Qayyim tentang ayat di atas
menunjukkan bahwa para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, yang
mereka itu adalah Salafush Shalih, merupakan orang-orang yang lebih berhak
menyandang gelar “orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah” dan
“orang-orang yang berada di atas jalan yang lurus”, dikarenakan betapa dalamnya
pengetahuan mereka tentang kebenaran dan betapa konsistennya mereka dalam
mengikutinya. Gelar ini menunjukkan bahwa manhaj yang mereka tempuh dalam
memahami dienul Islam ini adalah manhaj yang benar dan di atas jalan yang
lurus, sehingga orang-orang yang berusaha mengikuti manhaj dan jejak mereka,
berarti telah menempuh manhaj yang benar, dan berada di atas jalan yang lurus
pula.
16/06/2015, 07:59 - Tok Yein Tab: 2. Allah Subhanahu Wa
Ta’ala berfirman: “Dan barangsiapa menentang Rasul setelah jelas baginya
kebenaran, dan mengikuti selain jalannya orang-orang mukmin, kami biarkan ia
leluasa bergelimang dalam kesesatan dan kami masukkan ia ke dalam Jahannam,,
dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (An Nisa’: 115)
Al Imam Ibnu Abi Jamrah Al Andalusi berkata: “Para ulama
telah menjelaskan tentang makna firman Allah (di atas): ‘Sesungguhnya yang
dimaksud dengan orang-orang mukmin disini adalah para sahabat Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan generasi pertama dari umat ini, karena mereka
merupakan orang-orang yang menyambut syariat ini dengan jiwa yang bersih.
Mereka telah menanyakan segala apa yang tidak dipahami (darinya) dengan
sebaik-baik pertanyaan, dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pun telah
menjawabnya dengan jawaban terbaik. Beliau terangkan dengan keterangan yang
sempurna. Dan mereka pun mendengarkan (jawaban dan keterangan Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tersebut), memahaminya, mengamalkannya dengan
sebaik-baiknya, menghafalkannya, dan menyampaikannya dengan penuh kejujuran.
Mereka benar-benar mempunyai keutamaan yang agung atas kita. Yang mana melalui
merekalah hubungan kita bisa tersambungkan dengan Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wasallam, juga dengan Allah Subhanahu Wa Ta’ala.’” (Al Marqat fii
Nahjissalaf Sabilun Najah hal. 36-37)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Dan sungguh keduanya
(menentang Rasul dan mengikuti selain jalannya orang-orang mukmin –red) adalah
saling terkait, maka siapa saja yang menentang Rasul sesudah jelas baginya
kebenaran, pasti ia telah mengikuti selain jalan orang-orang mukmin. Dan siapa
saja yang mengikuti selain jalan orang-orang mukmin maka ia telah menentang
Rasul sesudah jelas baginya kebenaran.” (Majmu’ Fatawa, 7/38).
Setelah kita mengetahui bahwa orang-orang mukmin dalam ayat
ini adalah para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam (As Salaf), dan
juga keterkaitan yang erat antara menentang Rasul dengan mengikuti selain
jalannya orang-orang mukmin, maka dapatlah disimpulkan bahwa mau tidak mau kita
harus mengikuti “manhaj salaf”, jalannya para sahabat.
Sebab bila kita menempuh selain jalan mereka di dalam
memahami dienul Islam ini, berarti kita telah menentang Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wasallam dan akibatnya sungguh mengerikan… akan dibiarkan leluasa
bergelimang dalam kesesatan… dan kesudahannya masuk ke dalam neraka Jahannam,
seburuk-buruk tempat kembali… na’udzu billahi min dzaalik.
3. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman: “Dan orang-orang
yang terdahulu lagi pertama-tama (masuk Islam) dari kalangan Muhajirin dan
Anshar, serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada
mereka dan mereka pun ridha kepada Allah, dan Allah menyediakan bagi mereka
surga-surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, mereka kekal abadi di
dalamnya. Itulah kesuksesan yang agung.” (At-Taubah: 100).
Dalam ayat ini Allah Subhanahu Wa Ta’ala tidak mengkhususkan
ridha dan jaminan jannah (surga)-Nya untuk para sahabat Muhajirin dan Anshar
(As Salaf) semata, akan tetapi orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik
pun mendapatkan ridha Allah dan jaminan surga seperti mereka.
Al Hafidh Ibnu Katsir berkata: “Allah Subhanahu Wa Ta’ala
mengkhabarkan tentang keridhaan-Nya kepada orang-orang yang terdahulu dari
kalangan Muhajirin dan Anshar, serta orang-orang yang mengikuti jejak mereka
dengan baik, dan ia juga mengkhabarkan tentang ketulusan ridha mereka kepada
Allah, serta apa yang telah Ia sediakan untuk mereka dari jannah-jannah
(surga-surga) yang penuh dengan kenikmatan, dan kenikmatan yang abadi.” (Tafsir
Ibnu Katsir, 2/367). Ini menunjukkan bahwa mengikuti manhaj salaf akan
mengantarkan kepada ridha Allah dan jannah Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
فَإِنْ ءَامَنُوا بِمِثْلِ مَا ءَامَنْتُمْ بِهِ فَقَدِ اهْتَدَوْا
وَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّمَا هُمْ فِي شِقَاقٍ Artinya : “Maka jika m
16/06/2015, 08:00 - Tok Yein Tab: 2. Allah Subhanahu Wa
Ta’ala berfirman: “Dan barangsiapa menentang Rasul setelah jelas baginya
kebenaran, dan mengikuti selain jalannya orang-orang mukmin, kami biarkan ia
leluasa bergelimang dalam kesesatan dan kami masukkan ia ke dalam Jahannam,,
dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (An Nisa’: 115)
Al Imam Ibnu Abi Jamrah Al Andalusi berkata: “Para ulama
telah menjelaskan tentang makna firman Allah (di atas): ‘Sesungguhnya yang
dimaksud dengan orang-orang mukmin disini adalah para sahabat Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan generasi pertama dari umat ini, karena mereka
merupakan orang-orang yang menyambut syariat ini dengan jiwa yang bersih.
Mereka telah menanyakan segala apa yang tidak dipahami (darinya) dengan
sebaik-baik pertanyaan, dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pun telah
menjawabnya dengan jawaban terbaik. Beliau terangkan dengan keterangan yang
sempurna. Dan mereka pun mendengarkan (jawaban dan keterangan Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tersebut), memahaminya, mengamalkannya dengan
sebaik-baiknya, menghafalkannya, dan menyampaikannya dengan penuh kejujuran.
Mereka benar-benar mempunyai keutamaan yang agung atas kita. Yang mana melalui
merekalah hubungan kita bisa tersambungkan dengan Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wasallam, juga dengan Allah Subhanahu Wa Ta’ala.’” (Al Marqat fii
Nahjissalaf Sabilun Najah hal. 36-37)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Dan sungguh keduanya
(menentang Rasul dan mengikuti selain jalannya orang-orang mukmin –red) adalah
saling terkait, maka siapa saja yang menentang Rasul sesudah jelas baginya
kebenaran, pasti ia telah mengikuti selain jalan orang-orang mukmin. Dan siapa
saja yang mengikuti selain jalan orang-orang mukmin maka ia telah menentang
Rasul sesudah jelas baginya kebenaran.” (Majmu’ Fatawa, 7/38).
Setelah kita mengetahui bahwa orang-orang mukmin dalam ayat
ini adalah para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam (As Salaf), dan
juga keterkaitan yang erat antara menentang Rasul dengan mengikuti selain
jalannya orang-orang mukmin, maka dapatlah disimpulkan bahwa mau tidak mau kita
harus mengikuti “manhaj salaf”, jalannya para sahabat.
Sebab bila kita menempuh selain jalan mereka di dalam
memahami dienul Islam ini, berarti kita telah menentang Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wasallam dan akibatnya sungguh mengerikan… akan dibiarkan leluasa
bergelimang dalam kesesatan… dan kesudahannya masuk ke dalam neraka Jahannam,
seburuk-buruk tempat kembali… na’udzu billahi min dzaalik.
3. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman: “Dan orang-orang
yang terdahulu lagi pertama-tama (masuk Islam) dari kalangan Muhajirin dan
Anshar, serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada
mereka dan mereka pun ridha kepada Allah, dan Allah menyediakan bagi mereka
surga-surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, mereka kekal abadi di
dalamnya. Itulah kesuksesan yang agung.” (At-Taubah: 100).
16/06/2015, 08:01 - Tok Yein Tab: Dalam ayat ini Allah
Subhanahu Wa Ta’ala tidak mengkhususkan ridha dan jaminan jannah (surga)-Nya
untuk para sahabat Muhajirin dan Anshar (As Salaf) semata, akan tetapi
orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik pun mendapatkan ridha Allah dan
jaminan surga seperti mereka.
Al Hafidh Ibnu Katsir berkata: “Allah Subhanahu Wa Ta’ala
mengkhabarkan tentang keridhaan-Nya kepada orang-orang yang terdahulu dari
kalangan Muhajirin dan Anshar, serta orang-orang yang mengikuti jejak mereka
dengan baik, dan ia juga mengkhabarkan tentang ketulusan ridha mereka kepada
Allah, serta apa yang telah Ia sediakan untuk mereka dari jannah-jannah
(surga-surga) yang penuh dengan kenikmatan, dan kenikmatan yang abadi.” (Tafsir
Ibnu Katsir, 2/367). Ini menunjukkan bahwa mengikuti manhaj salaf akan
mengantarkan kepada ridha Allah dan jannah Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
فَإِنْ ءَامَنُوا بِمِثْلِ مَا ءَامَنْتُمْ بِهِ فَقَدِ اهْتَدَوْا
وَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّمَا هُمْ فِي شِقَاقٍ Artinya : “Maka jika mereka
beriman kepada apa yang kamu telah beriman kepadanya, sungguh mereka telah
mendapat petunjuk; dan jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada dalam
permusuhan (dengan kamu).” [QS Al Baqoroh: 137]
Adapun hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
adalah sebagai berikut: 1. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
“Sesungguhnya barang siapa di antara kalian yang hidup sepeninggalku nanti maka
ia akan melihat perselisihan yang banyak. Oleh karena itu wajib bagi kalian
untuk berpegang teguh dengan sunnahku, dan sunnah Al Khulafa’ Ar Rasyidin yang
terbimbing, berpeganglah erat-erat dengannya dan gigitlah ia dengan gigi-gigi
geraham…” (Shahih, HR Abu Dawud, At Tirmidzi, Ad Darimi, Ibnu Majah dan lainnya
dari sahabat Al ‘Irbadh bin Sariyah. Lihat Irwa’ul Ghalil, hadits no. 2455).
Dalam hadits ini dengan tegas dinyatakan bahwa kita akan menyaksikan
perselisihan yang begitu banyak di dalam memahami dienul Islam, dan jalan
satu-satunya yang mengantarkan kepada keselamatan ialah dengan mengikuti sunnah
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan sunnah Al Khulafa’ Ar Rasyidin
(Salafush Shalih). Bahkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memerintahkan
agar kita senantiasa berpegang teguh dengannya. Al Imam Asy Syathibi berkata:
“Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam -sebagaimana yang engkau saksikan-
telah mengiringkan sunnah Al Khulafa’ Ar Rasyidin dengan sunnah beliau, dan
bahwasanya di antara konsekuensi mengikuti sunnah beliau adalah mengikuti
sunnah mereka…, yang demikian itu dikarenakan apa yang mereka sunnahkan
benar-benar mengikuti sunnah nabi mereka atau mengikuti apa yang mereka
pahami dari sunnah beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, baik secara global
maupun secara rinci, yang tidak diketahui oleh selain mereka.”(Al I’tisham,
1/118).
16/06/2015, 08:01 - Tok Yein Tab: 2. Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wasallam bersabda : “Terus menerus ada sekelompok kecil dari umatku
yang senantiasa tampil di atas kebenaran. Tidak akan memudharatkan mereka
orang-orang yang menghinakan mereka, sampai datang keputusan Allah dan mereka
dalam keadaan seperti itu.” (Shahih, HR Al Bukhari dan Muslim, lafadz hadits
ini adalah lafadz Muslim dari sahabat Tsauban, hadits no. 1920).
Al Imam Ahmad bin Hanbal berkata (tentang tafsir hadits di
atas): “Kalau bukan Ahlul Hadits, maka aku tidak tahu siapa mereka?!” (Syaraf
Ashhabil Hadits, karya Al Khatib Al Baghdadi, hal. 36).
Al Imam Ibnul Mubarak, Al Imam Al Bukhari, Al Imam Ahmad bin
Sinan Al Muhaddits, semuanya berkata tentang tafsir hadits ini: “Mereka adalah
Ahlul Hadits.” (Syaraf Ashhabil Hadits, hal. 26, 37). Asy Syaikh Ahmad bin
Muhammad Ad Dahlawi Al Madani berkata: “Hadits ini merupakan tanda dari
tanda-tanda kenabian (Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam), di dalamnya
beliau telah menyebutkan tentang keutamaan sekelompok kecil yang senantiasa
tampil di atas kebenaran, dan setiap masa dari jaman ini tidak akan lengang
dari mereka. Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mendoakan mereka dan doa
itupun terkabul. Maka Allah ‘Azza Wa Jalla menjadikan pada tiap masa dan jaman,
sekelompok dari umat ini yang memperjuangkan kebenaran, tampil di atasnya dan
menerangkannya kepada umat manusia dengan sebenar-benarnya keterangan.
Sekelompok kecil ini secara yakin adalah Ahlul Hadits insya Allah, sebagaimana
yang telah disaksikan oleh sejumlah ulama yang tangguh, baik terdahulu ataupun
di masa kini.” (Tarikh Ahlil Hadits, hal 131).
Ahlul Hadits adalah nama lain dari orang-orang yang
mengikuti manhaj salaf. Atas dasar itulah, siapa saja yang ingin menjadi bagian
dari “sekelompok kecil” yang disebutkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam dalam hadits di atas, maka ia harus mengikuti manhaj salaf.
3. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “….
Umatku akan terpecah belah menjadi 73 golongan, semuanya masuk ke dalam neraka,
kecuali satu golongan. Beliau ditanya: ‘Siapa dia wahai Rasulullah?’. Beliau
menjawab: golongan yang aku dan para sahabatku mengikuti.” (Hasan, riwayat At
Tirmidzi dalam Sunannya, Kitabul Iman, Bab Iftiraqu Hadzihil Ummah, dari
sahabat Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash).
Asy Syaikh Ahmad bin Muhammad Ad Dahlawi Al Madani berkata:
“Hadits ini sebagai nash (dalil–red) dalam perselisihan, karena ia dengan tegas
menjelaskan tentang tiga perkara: – Pertama, bahwa umat Islam sepeninggal
beliau akan berselisih dan menjadi golongan-golongan yang berbeda pemahaman dan
pendapat di dalam memahami agama. Semuanya masuk ke dalam neraka, dikarenakan
mereka masih terus berselisih dalam masalah-masalah agama setelah datangnya
penjelasan dari Rabb Semesta Alam. – Kedua, kecuali satu golongan yang Allah
selamatkan, dikarenakan mereka berpegang teguh dengan Al Quran dan Sunnah
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan mengamalkan keduanya tanpa adanya
takwil dan penyimpangan. – Ketiga, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
telah menentukan golongan yang selamat dari sekian banyak golongan itu. Ia
hanya satu dan mempunyai sifat yang khusus, sebagaimana yang telah dijelaskan
oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam sendiri (dalam hadits tersebut)
yang tidak lagi membutuhkan takwil dan tafsir. (Tarikh Ahlil Hadits hal 78-79).
Tentunya, golongan yang ditentukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
itu adalah yang mengikuti manhaj salaf, karena mereka di dalam memahami dienul
Islam ini menempuh suatu jalan yang Rasulullah dan para sahabatnya berada di
atasnya.
Berdasarkan beberapa ayat dan hadits di atas, dapatlah
diambil suatu kesimpulan, bahwa manhaj salaf merupakan satu-satunya manhaj yang
harus diikuti di dalam memahami dienul Islam ini, karena:
16/06/2015, 08:02 - Tok Yein Tab: 1. Manhaj salaf adalah
manhaj yang benar dan berada di atas jalan yang lurus.
2. Mengikuti selain manhaj salaf berarti menentang
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, yang berakibat akan diberi keleluasaan
untuk bergelimang di dalam kesesatan dan tempat kembalinya adalah Jahannam.
3. Orang-orang yang mengikuti manhaj salaf dengan
sebaik-baiknya, pasti mendapat ridha dari Allah dan tempat kembalinya adalah
surga yang penuh dengan kenikmatan, kekal abadi di dalamnya.
4. Manhaj salaf adalah manhaj yang harus dipegang erat-erat,
tatkala bermunculan pemahaman-pemahaman dan pendapat-pendapat di dalam memahami
dienul Islam, sebagaimana yang diwasiatkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam.
5. Orang-orang yang mengikuti manhaj salaf, mereka adalah
sekelompok dari umat ini yang senantiasa tampil di atas kebenaran, dan
senantiasa mendapatkan pertolongan dan kemenangan dari Allah Subhanahu Wa
Ta’ala.
6. Orang-orang yang mengikuti manhaj salaf, mereka adalah
golongan yang selamat dikarenakan mereka berada di atas jalan yang ditempuh
oleh Rasulullah dan para sahabatnya. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan
jika:
1. Al Imam Abdurrahman bin ‘Amr Al Auza’i berkata: “Wajib
bagimu untuk mengikuti jejak salaf walaupun banyak orang menolakmu, dan
hati-hatilah dari pemahaman/pendapat tokoh-tokoh itu walaupun mereka
mengemasnya untukmu dengan kata-kata (yang indah).” (Asy Syari’ah, karya Al
Imam Al Ajurri, hal. 63).
2. Al Imam Abu Hanifah An Nu’man bin Tsabit berkata: “Wajib
bagimu untuk mengikuti atsar dan jalan yang ditempuh oleh salaf, dan
hati-hatilah dari segala yang diada-adakan dalam agama, karena ia adalah
bid’ah.” (Shaunul Manthiq, karya As Suyuthi, hal. 322, saya nukil dari kitab Al
Marqat fii Nahjis Salaf Sabilun Najah, hal. 54).
3. Al Imam Abul Mudhaffar As Sam’ani berkata: “Syi’ar Ahlus
Sunnah adalah mengikuti manhaj salafush shalih dan meninggalkan segala yang
diada-adakan (dalam agama).” (Al Intishaar li Ahlil Hadits, karya Muhammad bin
Umar Bazmul hal. 88).
4. Al Imam Qawaamus Sunnah Al Ashbahani berkata:
“Barangsiapa menyelisihi sahabat dan tabi’in (salaf) maka ia sesat, walaupun
banyak ilmunya.” (Al Hujjah fii Bayaanil Mahajjah, 2/437-438, saya nukil dari
kitab Al Intishaar li Ahlil Hadits, hal. 88)
5. Al-Imam As Syathibi berkata: “Segala apa yang menyelisihi
manhaj salaf, maka ia adalah kesesatan.” (Al Muwafaqaat, 3/284), saya nukil
melalui Al Marqat fii Nahjis Salaf Sabilun Najah, hal. 57).
6. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Tidak tercela
bagi siapa saja yang menampakkan manhaj salaf, berintisab dan bersandar
kepadanya, bahkan yang demikian itu disepakati wajib diterima, karena manhaj
salaf pasti benar.” (Majmu’ Fatawa, 4/149). Beliau juga berkata: “Bahkan syi’ar
Ahlul Bid’ah adalah meninggalkan manhaj salaf.” (Majmu’ Fatawa, 4/155).
Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala senantiasa membimbing kita
untuk mengikuti manhaj salaf di dalam memahami dienul Islam ini, mengamalkannya
dan berteguh diri di atasnya, sehingga bertemu dengan-Nya dalam keadaan husnul
khatimah. Amin yaa Rabbal ‘Alamin. Wallahu a’lamu bish shawaab.
(Dikutip dari tulisan Al Ustadz Ruwaifi’ bin Sulaimi Al
Atsari, Lc, judul asli Mengapa Harus Bermanhaj Salaf, rubrik Manhaji, Majalah
Asy Syariah. Url sumber http://www.asysyariah.com/syariah.php?menu=detil&id_online=82)
16/06/2015, 08:05 - Tok Yein Tab: Mengenal Salaf dan Salafi
16/06/2015, 08:06 - Tok Yein Tab: Para pembaca yang budiman
-semoga Allah menunjuki kita kepada kebenaran-. Salaf dan salafi mungkin merupakan
kata yang masih asing bagi sebagian orang atau kalau toh sudah dikenal namun
masih banyak yang beranggapan bahwa istilah ini adalah sebutan bagi suatu
kelompok baru dalam Islam. Lalu apa itu sebenarnya salaf? Dan apa itu salafi?
Semoga tulisan berikut ini dapat memberikan jawabannya.
16/06/2015, 08:06 - Tok Yein Tab: 
Home Jalan Kebenaran Mengenal Salaf dan Salafi
Mengenal Salaf dan Salafi
Jan 19, 2013Muhammad Abduh Tuasikal, MScJalan Kebenaran24
Komentar
Para pembaca yang budiman -semoga Allah menunjuki kita
kepada kebenaran-. Salaf dan salafi mungkin merupakan kata yang masih asing
bagi sebagian orang atau kalau toh sudah dikenal namun masih banyak yang
beranggapan bahwa istilah ini adalah sebutan bagi suatu kelompok baru dalam
Islam. Lalu apa itu sebenarnya salaf? Dan apa itu salafi? Semoga tulisan
berikut ini dapat memberikan jawabannya.
Pengertian Salaf
Salaf secara bahasa berarti orang yang terdahulu,
sebagaimana disebutkan dalam firman Allah yang artinya,”Maka tatkala mereka
membuat Kami murka, Kami menghukum mereka lalu kami tenggelamkan mereka
semuanya (di laut). Dan Kami jadikan mereka sebagai SALAF dan contoh bagi
orang-orang yang kemudian.” (Az Zukhruf: 55-56), yakni kami menjadikan mereka
sebagai SALAF -yaitu orang yang terdahulu- agar orang-orang sesudah mereka
dapat mengambil pelajaran dari mereka (salaf). Oleh karena itu, Fairuz Abadi
dalam Al Qomus Al Muhith mengatakan, ”Salaf juga berarti orang-orang yang
mendahului kamu dari nenek moyang dan orang-orang yang memiliki hubungan
kekerabatan denganmu.” (Lihat Al Manhajus Salaf ’inda Syaikh al-Albani, ’Amr
Abdul Mun’im Salim dan Al Wajiz fii Aqidah Salafish Sholih,
Abdullah bin Abdul Hamid Al Atsary)
Kata ’Salaf’ Tidaklah Asing di Kalangan Ulama
Mungkin banyak orang saat ini yang merasa asing dengan kata
salaf, namun kata ini tidaklah asing di kalangan ulama. Imam Bukhari -ahli
hadits terkemuka- menuturkan,”Rasyid bin Sa’ad mengatakan,’Dulu para SALAF
menyukai kuda jantan, karena kuda seperti itu lebih tangkas dan lebih kuat’.”
Kemudian Ibnu Hajar menjelaskan dalam Fathul Bari bahwa salaf tersebut adalah
para sahabat dan orang setelah mereka.
Imam Nawawi –ulama besar madzhab Syafi’i- mengatakan dalam
kitab beliau Al Adzkar, ”Sangat bagus
sekali do’a para SALAF sebagaimana dikatakan Al Auza’i rahimahullah Ta’ala,
’Orang-orang keluar untuk melaksanakan shalat istisqo’ (minta hujan), kemudian
berdirilah Bilal bin Sa’ad, dia memuji Allah …’.” Salaf yang dimaksudkan oleh
Al Auza’i di sini adalah Bilal bin Sa’ad, dan Bilal adalah seorang tabi’in. (Lihat
Al Manhajus Salaf ’inda Syaikh al-Albani)
Siapakah Salaf?
Salaf menurut para ulama adalah sahabat, tabi’in
(orang-orang yang mengikuti sahabat) dan tabi’ut tabi’in (orang-orang yang
mengikuti tabi’in). Tiga generasi awal inilah yang disebut dengan salafush
sholih (orang-orang terdahulu yang sholih). Merekalah tiga generasi utama dan
terbaik dari umat ini, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ’alaihi wa
sallam,”Sebaik-baik manusia adalah generasiku, kemudian generasi sesudahnya
kemudian generasi sesudahnya lagi.” (HR.
Ahmad, Ibnu Abi ’Ashim, Bukhari dan Tirmidzi). Nabi shallallahu ’alaihi wa
sallam telah mempersaksikan ’kebaikan’ tiga generasi awal umat ini yang
menunjukkan akan keutamaan dan kemuliaan mereka, semangat mereka dalam
melakukan kebaikan, luasnya ilmu mereka tentang syari’at Allah, semangat mereka
berpegang teguh pada sunnah beliau shallallahu ’alaihi wa sallam. (Lihat Al Wajiz fii Aqidah Salafish Sholih
dan Mu’taqod Ahlis Sunnah wal Jama’ah, Dr. Muhammad Kholifah At Tamimi)
Wajib Bagi Kita Mengikuti Jalan Salafush Sholih
Setelah kita mengetahui bahwa salaf adalah generasi terbaik
umat ini, maka apakah kita wajib mengikuti jalan hidup salaf?
Allah telah meridhai secara mutlak para salaf dari kaum
muhajirin dan anshor serta kepada orang yang mengikuti mereka dengan baik.
Allah Ta’ala berfirman yang artinya,”Orang-orang yang terdahulu lagi yang
pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang
yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun
ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir
sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah
kemenangan yang besar.” (At-Taubah: 100). Untuk mendapatkan kerid
16/06/2015, 08:07 - Tok Yein Tab: Pengertian Salaf
Salaf secara bahasa berarti orang yang terdahulu,
sebagaimana disebutkan dalam firman Allah yang artinya,”Maka tatkala mereka
membuat Kami murka, Kami menghukum mereka lalu kami tenggelamkan mereka
semuanya (di laut). Dan Kami jadikan mereka sebagai SALAF dan contoh bagi
orang-orang yang kemudian.” (Az Zukhruf: 55-56), yakni kami menjadikan mereka
sebagai SALAF -yaitu orang yang terdahulu- agar orang-orang sesudah mereka
dapat mengambil pelajaran dari mereka (salaf). Oleh karena itu, Fairuz Abadi
dalam Al Qomus Al Muhith mengatakan, ”Salaf juga berarti orang-orang yang
mendahului kamu dari nenek moyang dan orang-orang yang memiliki hubungan
kekerabatan denganmu.” (Lihat Al Manhajus Salaf ’inda Syaikh al-Albani, ’Amr
Abdul Mun’im Salim dan Al Wajiz fii Aqidah Salafish Sholih,
Abdullah bin Abdul Hamid Al Atsary)
Kata ’Salaf’ Tidaklah Asing di Kalangan Ulama
Mungkin banyak orang saat ini yang merasa asing dengan kata
salaf, namun kata ini tidaklah asing di kalangan ulama. Imam Bukhari -ahli
hadits terkemuka- menuturkan,”Rasyid bin Sa’ad mengatakan,’Dulu para SALAF
menyukai kuda jantan, karena kuda seperti itu lebih tangkas dan lebih kuat’.”
Kemudian Ibnu Hajar menjelaskan dalam Fathul Bari bahwa salaf tersebut adalah
para sahabat dan orang setelah mereka.
Imam Nawawi –ulama besar madzhab Syafi’i- mengatakan dalam
kitab beliau Al Adzkar, ”Sangat bagus
sekali do’a para SALAF sebagaimana dikatakan Al Auza’i rahimahullah Ta’ala,
’Orang-orang keluar untuk melaksanakan shalat istisqo’ (minta hujan), kemudian
berdirilah Bilal bin Sa’ad, dia memuji Allah …’.” Salaf yang dimaksudkan oleh
Al Auza’i di sini adalah Bilal bin Sa’ad, dan Bilal adalah seorang tabi’in.
(Lihat Al Manhajus Salaf ’inda Syaikh al-Albani)
Siapakah Salaf?
Salaf menurut para ulama adalah sahabat, tabi’in
(orang-orang yang mengikuti sahabat) dan tabi’ut tabi’in (orang-orang yang
mengikuti tabi’in). Tiga generasi awal inilah yang disebut dengan salafush
sholih (orang-orang terdahulu yang sholih). Merekalah tiga generasi utama dan
terbaik dari umat ini, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ’alaihi wa
sallam,”Sebaik-baik manusia adalah generasiku, kemudian generasi sesudahnya
kemudian generasi sesudahnya lagi.” (HR.
Ahmad, Ibnu Abi ’Ashim, Bukhari dan Tirmidzi). Nabi shallallahu ’alaihi wa
sallam telah mempersaksikan ’kebaikan’ tiga generasi awal umat ini yang
menunjukkan akan keutamaan dan kemuliaan mereka, semangat mereka dalam
melakukan kebaikan, luasnya ilmu mereka tentang syari’at Allah, semangat mereka
berpegang teguh pada sunnah beliau shallallahu ’alaihi wa sallam. (Lihat Al Wajiz fii Aqidah Salafish Sholih
dan Mu’taqod Ahlis Sunnah wal Jama’ah, Dr. Muhammad Kholifah At Tamimi)
16/06/2015, 08:08 - Tok Yein Tab: Wajib Bagi Kita Mengikuti
Jalan Salafush Sholih
Setelah kita mengetahui bahwa salaf adalah generasi terbaik
umat ini, maka apakah kita wajib mengikuti jalan hidup salaf?
Allah telah meridhai secara mutlak para salaf dari kaum
muhajirin dan anshor serta kepada orang yang mengikuti mereka dengan baik.
Allah Ta’ala berfirman yang artinya,”Orang-orang yang terdahulu lagi yang
pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang
yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun
ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir
sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah
kemenangan yang besar.” (At-Taubah: 100). Untuk mendapatkan keridhaan yang
mutlak ini, tidak ada jalan lain kecuali dengan mengikuti salafush sholih.
Allah juga memberi ancaman bagi siapa yang mengikuti jalan
selain orang mukmin. Allah Ta’ala berfirman yang artinya,”Dan barangsiapa yang
menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan
jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah
dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu
seburuk-buruk tempat kembali.” (An-Nisa: 115). Yang dimaksudkan dengan
orang-orang mukmin ketika ayat ini turun adalah para sahabat (para salaf).
Barangsiapa yang menyelisihi jalan mereka akan terancam kesesatan dan jahannam.
Oleh karena itu, mengikuti jalan salaf adalah wajib.
Menyandarkan Diri pada Salafush Sholih
Setelah kita mengetahui bahwa mengikuti jalan hidup salafush
sholih adalah wajib, maka bolehkah kita menyandarkan diri pada salaf sehingga
disebut salafi (pengikut salaf)? Tidakkah ini termasuk golongan/kelompok baru
dalam Islam?
Jawabannya kami ringkas sebagai berikut:
[1] Istilah salaf bukanlah suatu yang asing di kalangan para
ulama,
[2] Keengganan untuk menyandarkan diri pada salaf berarti
berlepas diri dari Islam yang benar yang dianut oleh salafush sholih,
[3] Kenapa penyandaran kepada berbagai madzhab/paham dan
pribadi tertentu seperti Syafi’i (pengikut Imam Syafi’i) dan Asy’ari (pengikut
Abul Hasan Al Asy’ari) tidak dipersoalkan?! Padahal itu adalah penyandaran
kepada orang yang tidak luput dari kesalahan dan dosa!!
[4] Salafi adalah penyandaran kepada kema’shuman secara umum
(keterbebasan dari kesalahan) sehingga memuliakan seseorang,
[5] Penyandaran kepada salaf bertujuan untuk membedakan
dengan kelompok lainnya yang semuanya mengaku bersandar pada Al Qur’an dan As
Sunnah, namun tidak mau beragama (bermanhaj) seperti salafush sholih yaitu para
sahabat dan pengikutnya. (Lihat Al Manhajus Salafi ’inda Syaikh al-Albani).
Kesimpulannya sebagaimana dikatakan Syaikh Salim Al Hilali,
”Penamaan salafi adalah bentuk penyandaran kepada salaf.
Penyandaran seperti ini adalah penyandaran yang terpuji dan cara beragama
(bermanhaj) yang tepat. Dan bukan penyandaran yang diada-adakan sebagai madzhab
baru.” (Limadza Ikhtartu Al Manhaj As Salaf)
16/06/2015, 08:08 - Tok Yein Tab: Solusi Perpecahan Umat
Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam telah memberikan
solusi mengenai perpecahan umat Islam saat ini untuk berpegang teguh pada
sunnah Nabi dan sunnah khulafa’ur rasyidin –yang merupakan salaf umat ini-.
Beliau shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda yang artinya, “Dan sesungguhnya
orang yang hidup di antara kalian akan melihat
perselisihan yang banyak, maka berpegang teguhlah kalian terhadap
sunnahku dan sunnah khulafa’rosyidin yang mendapat petunjuk. Maka berpegang teguh dengannya dan
gigitlah dengan gigi geraham.” (Hasan Shohih, HR. Abu Daud dan Tirmidzi)
Jalan Salaf adalah Jalan yang Selamat
Orang yang mengikuti jalan hidup Nabi shallallahu ’alaihi wa
sallam dan sahabatnya (salafush sholih) inilah yang selamat dari neraka.
Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda yang artinya,”Yahudi telah
terpecah menjadi 71 golongan; satu golongan masuk surga, 70 golongan masuk
neraka. Nashrani terpecah menjadi 72 golongan; satu golongan masuk surga, 71
golongan masuk neraka. Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya,
umatku akan terpecah menjadi 73 golongan; satu golongan masuk surga dan 72
golongan masuk neraka. Ada sahabat yang bertanya,’Wahai Rasulullah! Siapa
mereka yang masuk surga itu?’ Beliau menjawab,’Mereka adalah Al-Jama’ah’.” (HR.
Ibnu Majah, Abu Daud, dishahihkan Syaikh Al Albani). Dalam riwayat lain para
sahabat bertanya,’Siapakah mereka wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab,’Orang
yang mengikuti jalan hidupku dan para sahabatku.’ (HR. Tirmidzi)
Sebagai nasehat terakhir, ’Ingatlah, kata salafi –yaitu
pengikut salafush sholih– bukanlah sekedar pengakuan (kleim) semata, tetapi harus
dibuktikan dengan beraqidah, berakhlaq, beragama (bermanhaj), dan beribadah
sebagaimana yang dilakukan salafush sholih.’
Ya Allah, tunjukilah kami pada kebenaran dengan izin-Mu dari
jalan-jalan yang menyimpang dan teguhkan kami di atasnya.
Alhamdulillahillazi bi ni’matihi tatimmush sholihaat. Wa
shollallahu ’ala Nabiyyina Muhammad wa ’ala alihi wa shohbihi wa sallam.
—
Tulisan di masa silam, oleh Muhammad Abduh Tuasikal
www.rumaysho.com
16/06/2015, 08:10 - Tok Yein Tab: http://rumaysho.com/author/admin
16/06/2015, 08:11 - Tok Yein Tab: Muhammad Abduh Tuasikal,
MSc
Pernah mengenyam pendidikan S1 di Teknik Kimia UGM
Yogyakarta dan S2 Polymer Engineering di King Saud University Riyadh. Pernah
menimba ilmu diin dari Syaikh Sholeh Al Fauzan, Syaikh Sa'ad Asy Syatsri, dan
Syaikh Sholeh Al 'Ushoimi. Aktivitas beliau sebagai Pimpinan Pesantren Darush
Sholihin Gunungkidul, Pengasuh Rumaysho.Com, serta Pimpinan Redaksi
Muslim.Or.Id.

16/06/2015, 08:12 - Tok Yein Tab: Muhammad Abduh Tuasikal,
MSc
Pernah mengenyam pendidikan S1 di Teknik Kimia UGM
Yogyakarta dan S2 Polymer Engineering di King Saud University Riyadh. Pernah
menimba ilmu diin dari Syaikh Sholeh Al Fauzan, Syaikh Sa'ad Asy Syatsri, dan
Syaikh Sholeh Al 'Ushoimi. Aktivitas beliau sebagai Pimpinan Pesantren Darush
Sholihin Gunungkidul, Pengasuh Rumaysho.Com, serta Pimpinan Redaksi
Muslim.Or.Id.

16/06/2015, 08:15 - Tok Yein Tab:
http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=apa+itu+salafusoleh&source=web&cd=3&cad=rja&uact=8&ved=0CCgQFjACahUKEwiB346d95LGAhUNNbwKHWKaAKI&url=http%3A%2F%2Fid.wikipedia.org%2Fwiki%2FSalafiyah&ei=Smp_VYGSMI3q8AXitIKQCg&usg=AFQjCNGgqm1xrdovWqEdj6Gqw6egwRzZ4Q&sig2=pJQRNCQkUETKyfNg1M-7Zg
16/06/2015, 08:19 - Tok Yein Tab: Islam Sunni
16/06/2015, 08:20 - Tok Yein Tab: Nama Lengkap
Ahl as-Sunnah wa’l-Jamā'ah
أهل السنة والجماعة
Rukun Iman
Tauhid • Al-Qur'an • Malaikat
Kitab • Nabi dan Rasul
Kiamat • Qada dan Qadar
Rukun Islam
Syahadat • Salat
Zakat • Puasa • Haji
Khulafaur Rasyidin
Abu Bakr • Umar bin al-Khattab
Utsman bin Affan • Ali bin Abi Talib
Fiqh (Syariat)
Hanafi • Syafi'i
Maliki • Hanbali
Ahlul Hadits
Aqidah
Maturidi • Asy'ari • Atsari
Gerakan Modern
Barelwi • Salafi • Deobandi
Hadits
Sahih Bukhari • Sahih Muslim
Al-Sunan al-Sughra
Sunan Abu Dawud
Sunan al-Tirmidzi
Sunan Ibnu Majah • Al-Muwatta
Sunan al-Darimi
16/06/2015, 08:21 - Tok Yein Tab: Dalam agama Islam, seorang
Maturidi (Arab: ماتريدي) adalah seseorang yang mengikuti ajaran tauhid Abu
Mansur Al Maturidi yang merupakan jenis terdekat dari ajaran Ashari (Aqidah).
Para Maturidi, Ashari dan Atsari adalah bagian dari Islam Sunni, yang membentuk
sebagian besar umat Islam. Ajaran Atsari kemudian lebih ditekankan kepada para
pengikut mazhab Hambali berdasarkan ajaran Imam Ahmad bin Hanbal mengenai ilmu
tauhid.
16/06/2015, 08:24 - Tok Yein Tab: Bagian dari rangkaian
Islamisme
Ikhwanul Muslimin • Deobandi • Barelwi • Hizbullah • Hizbut
Tahrir • Salafi • Wahhabi • Jamaat-e-Islami
16/06/2015, 08:25 - Tok Yein Tab: Salafiyah/Salafisme (Arab:
السلفية as-Salafiyyah) adalah salah satu metode dalam agama Islam yang
mengajarkan syariat Islam secara murni tanpa adanya tambahan dan pengurangan,
berdasarkan syariat yang ada pada generasi Muhammad dan para sahabat, setelah
mereka dan orang-orang setelahnya.[1]
Seseorang yang mengikuti aliran salafiyah ini disebut dengan
salafi (as-salafy), jamaknya adalah salafiyyun (as-salafiyyun).[2] Ada seorang
syekh yang mengatakan bahwa siapa saja yang berpendapat sesuai dengan Al-Qur'an
dan sunnah mengenai aqidah, hukum dan suluknya menurut pemahaman salaf, maka ia
disebut salafi, jika pendapat mereka sebaliknya maka, mereka itu bukan salafi
meskipun mereka hidup pada zaman sahabat, tabi'in & tabi'ut tabi'in.[3]
Dalam buku yang berjudul Ghazali and The Poetics of
Imagination, karya Ebrahim Moosa, salafisme adalah sebuah gerakan paham politik
Islamisme yang mengambil leluhur (salaf) dari patristik masa awal Islam sebagai
paham dasar.[4]
16/06/2015, 08:26 - Tok Yein Tab: Kata salafiyah diambil
dari kata "Salaf" adalah kependekan dari "Salaf al-Ṣāliḥ"
(Arab: السلف الصالح), yang berarti "terdahulu". Dalam terminologi
Islam, secara umum digunakan untuk menunjuk kepada tiga generasi terbaik umat
muslim yaitu sahabat, tabi'in, tabi'ut tabi'in. Ketiga generasi ini dianggap
sebagai contoh terbaik bagaimana Islam dipraktikkan.
16/06/2015, 08:29 - Tok Yein Tab: Awal penggunaan
salafiyahSunting
Istilah salafy ini telah digunakan sejak abad pertengahan,
tetapi saat ini kalimat ini mengacu terutama kepada pengikut aliran Islam Sunni
modern yang dikenal sebagai Salafiyyah atau Salafisme, yang terkait pula dengan
atau mencakup Wahhabisme (untuk sebagian umatnya nama Wahabi ini dianggap
menghina, mereka lebih memilih istilah Salafisme), sehingga dua istilah ini
sering dipandang sebagai sinonim.[5] Mereka memiliki argumen bahwa Muhammad bin
Abdul Wahhab tidak mengajarkan agama (aliran) baru dalam pemikiran atau
penggambaran diri, ia hanya berusaha memurnikan Islam yang telah bercampur
dengan adat istiadat lokal.
Para pengikut salafy menganggap Muhammad bin Abdul Wahhab
hanya sebagai seorang pemikir besar dalam agama Islam, sebuah fakta yang
dikonfirmasikan oleh mereka menutup ketaatan kepada ajaran doktrinal. Biasanya,
penganutnya dari gerakan salafy menjelaskan dirinya sebagai
"Muwahidin," "Ahl Hadits," [6] atau "Ahl
at-Tauhid." [7]
Istilah salafy ini juga muncul di dalam kitab Al-Ansab
karangan Abu Sa'd Abd al-Kareem al-Sama'ni, yang meninggal pada tahun 1166 (562
dari kalender Islam). Di bawah untuk masuk dalam pemikiran al-salafi ujarnya,
"Ini merupakan pemikiran ke salaf, atau pendahulu, dan mereka mengadopsi
pengajaran pemikiran berdasarkan apa yang saya telah mendengar."
Salafy melihat tiga generasi pertama dari umat Islam, yaitu
Muhammad dan para sahabatnya, dan dua generasi berikut setelah mereka, tabi'in
dan taba 'at-tabi'in, sebagai contoh bagaimana Islam harus dilakukan. Prinsip
ini berasal dari aliran Sunni, hadits (tradisi) diberikan kepada Nabi Muhammad:
“ Orang-orang
dari generasi yang terbaik, maka orang-orang yang mengikuti mereka, kemudian
mereka yang mengikuti kedua (yakni tiga generasi pertama dari umat Islam). ”
Salafy umumnya menisbatkan kepada mahdzab Imam Ahmad Bin
Hambali dan kemudian rujukan pemikiran Ibnu Taimiyah, maka Salafy masih
dikategorikan Ahlusunnah Wal Jama'ah.[8]
Pokok ajaran dari ideologi dasar salafi adalah bahwa Islam
telah sempurna dan selesai pada waktu masa Muhammad dan para sahabatnya, oleh
karena itu tidak dikehendaki adanya inovasi yang telah ditambahkan pada abad
nanti karena pengaruh adat dan budaya. Paham ideologi Salafi berusaha untuk
menghidupkan kembali praktik Islam yang lebih mirip dengan agama Muhammad
pertama kali berdakwah.[9]
Salafisme juga telah digambarkan sebagai sebuah versi
sederhana dan pengetahuan Islam, di mana penganutnya mengikuti beberapa
perintah dan praktik.[10]
Para Salafy sangat berhati-hati dalam agama, apalagi dalam
urusan aqidah dan fiqh. Salafy sangat berpatokan kepada salaf as-shalih. Bukan
hanya masalah agama saja mereka perhatikan, tetapi masalah berpakaian, salafy
sangat suka mengikuti gaya berpakaian seperti zaman salaf as-shalih seperti
memanjangkan jenggot, memakai gamis bagi laki-laki atau memaki celana
menggantung (tidak melebihi mata kaki),[11] dan juga memakai cadar bagi
beberapa wanita salafy.
16/06/2015, 08:31 - Tok Yein Tab: Penggunaan salafiyah masa
kiniSunting
Pada zaman modern, kata salafy memiliki dua definisi yang
kadang-kadang berbeda. Yang pertama, digunakan oleh akademisi dan sejarawan,
merujuk pada "aliran pemikiran yang muncul pada paruh kedua abad sembilan belas
sebagai reaksi atas penyebaran ide-ide dari Eropa," dan "orang-orang
yang mencoba memurnikan kembali ajaran yang telah di bawa Rasulullah serta
menjauhi berbagai ke-bid'ah-an, khurafat, syirik dalam agama Islam"[12]
Penggunaan "yang cukup berbeda" kedua yang lebih
disenangi oleh para salafy kontemporer secara sepihak, mendefinisikan seorang
salafi sebagai muslim yang mengikuti "perintah kitab suci ... secara
literal, tradisional" dan bukannya "penafsiran yang nampak tak
berbatas" dari "salafi" awal. Para Salafi ini melihat ke Ibnu
Taimiyah, bukan ke figur abad ke 19 Muhammad Abduh, Jamal al-Din, Rashid
Rida.[12]
16/06/2015, 08:31 - Tok Yein Tab: Para ulama yang tergolong
salafSunting
Al Bukhary
Muslim
Abu Daud
Abu Hatim
Abu Zur'ah
At-Tirmidzi
An-Nasa'i
16/06/2015, 08:32 - Tok Yein Tab: Para ulama yang tergolong
salafSunting
Al Bukhary
Muslim
Abu Daud
Abu Hatim
Abu Zur'ah
At-Tirmidzi
An-Nasa'i
16/06/2015, 08:33 - Tok Yein Tab: ReferensiSunting
^ "Sebaik-baiknya kalian adalah generasiku (para sahabat)
kemudian orang-orang sesudah mereka (tabi'in) kemudian orang-orang setelah
mereka (tabi'ut tabi'in)." Hadits riwayat Imam Bukhary dalam Shahihnya.
^ Imam Adz Dzahabi berkata: "As-salafi adalah sebutan
bagi siapa saja yang berada di atas manhaj salaf." Siyar A’lamin Nubala
6/21.
^ Syaikh Mahmud Ahmad Khafaji berkata, "Barangsiapa
yang pendapatnya sesuai dengan al-Qur'an & Sunnah mengenai aqidah, hukum
& suluknya menurut pemahaman Salaf, maka ia disebut Salafi, meskipun
tempatnya jauh dan berbeda masanya." "Sebaliknya barangsiapa
pendapatnya menyalahi al-Qur'an & Sunnah, maka ia bukan seorang Salafi
meskipun ia hidup pada zaman Sahabat, Tabi'in & Tabi'ut Tabi'in."
(al-Wajiiz fii 'Aqiidah Salaf as-Shalih)
^ Ghazali and The Poetics of Imagination, by Ebrahim Moosa
ISBN 0-8078-5612-6 - Page 21
^
http://atheism.about.com/library/glossary/islam/bldef_salafiyya.htm
^ The Muslim World After 9/11 By Angel M. Rabasa, pg. 275
^ GlobalSecurity.org Salafi Islam
^ Bukhari 3:48:819 and 820 [1] and Muslim 31:6150 and 6151
[2].
^ Sheikh al-Islam Ibn Taymiyah - One of the best Muslim
scholars.
^ The Idea of Pakistan, By Stephen P. Cohen ISBN
0-8157-1502-1 - Page 183.
^ “Kain yang panjangnya di bawah mata kaki tempatnya adalah
neraka.” (HR. Bukhari 5787)
^ a b Jihad By Gilles Kepel, Anthony F. Roberts
16/06/2015, 08:35 - Tok Yein Tab:
http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=apa+itu+salafusoleh&source=web&cd=6&cad=rja&uact=8&ved=0CDYQFjAFahUKEwiB346d95LGAhUNNbwKHWKaAKI&url=http%3A%2F%2Fwww.1aqidah.net%2Fv2%2Fartikel-apa-itu-salaf-salafiyyah-siapa-salafi-dan-nama-nama-lain-bagi-mereka%2F&ei=Smp_VYGSMI3q8AXitIKQCg&usg=AFQjCNFw6o9x1UCx6de8lMS6k4skNpVGOw&sig2=RhkUCh2BY-w5N8CAg2HPkQ
16/06/2015, 08:36 - Tok Yein Tab: Artikel] Apa itu Salaf,
Salafiyyah, siapa Salafi Dan Nama-Nama Lain Bagi Mereka
NOVEMBER 9, 2012 by ADMIN in ARTIKEL, MANHAJ
Muhammad Fashan Ahmad Ziadi
http://ibnabiashim89.blogspot.com
16/06/2015, 08:37 - Tok Yein Tab: Ramai di kalangan para
penuntut ilmu yang terkeliru apabila disebut kepada mereka tentang perkataan
Salaf, pelbagai definisi dan takrif yang keluar dari mulut-mulut kebanyakan
mereka yang tidak berdasarkan dalil dan hujjah malah hanya mengikuti hawa
nafsu, emosi dan kejahilan.
Dalam permasalahan ini mereka terbahagi kepada beberapa
kelompok yang masing-masing cuba menafsirkan golongan yang membawa panji-panji
al-Quran, al-Sunnah dan kefahaman salafussoleh dengan pelbagai label seperti
golongan wahhabi, golongan muda, salafi wahabi, salafi syadid, jalur keras,
ekstrim, pemecah belah dan pelbagai label lagi.
Apa itu Salaf, Salafiyyah dan siapa Salafi ?
“Salaf menurut bahasa arab bermaksud golongan atau kaum
terdahulu (nenek moyang) ataupun sesiapa sahaja yang mendahului kita sama ada
ibu bapa kita atau kaum kerabat kita” [Lisanul `Arab, 9/158,Qamus al-Muhit,
2/391]
Menurut istilah pula, Salaf bermaksud generasi pertama dan
terbaik dari kalangan umat Islam, yang terdiri dari Rasulullah
sallallahu`alaihiwasallam, para Sahabat, Tabi`in, Tabi` at-Tabi`in, dan para
pengikut mereka yang terdiri daripada para ahli Hadith, imam-imam yang membawa
petunjuk pada tiga kurun pertama yang dimuliakan oleh Allah ta`ala. Dasarnya
ialah firman Allah ta`ala:
وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ
وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ
لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ
الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk
Islam) di antara orang-orang muhajirin dan Ansar dan orang-orang yang mengikuti
mereka dengan baik, Allah redha kepada mereka dan mereka pun redha kepada Allah
dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di
dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang
besar”. (At-Taubah:100)
Mereka ialah golongan yang mendahului umat ini dalam
menyahut seruan Islam, Iman, berjihad dan menegakkan agama Allah. Tidak syak
lagi mereka ialah para sahabat Nabi sallallahu`alaihiwasallam. (Taysir al-Karim
ar-Rahman Fi Tafsir Kalam al-Mannaan, Dar al-Hadith, ms 365)
Tidak perlu dinafikan lagi merekalah yang disebut
Salafussoleh yang mendahului kita dalam akidah, ibadah, jihad dan perjuangan.
Mereka meredhai Allah dan Allah meredhai mereka dan menjanjikan mereka ganjaran
syurga begitu juga bagi sesiapa yang sudi dan hendak mengikuti dan menyelusuri
jalan mereka. Jaminan ini dikuatkan lagi dengan pengakuan dan jaminan Nabi
sallallahu`alaihiwasallam seperti dalam sabda baginda :
خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ
يَلُونَهُمْ
“Sebaik-baik manusia adalah pada kurunku ini(para
sahabat)kemudian yang setelahnya (Tabi`in), kemudian yang setelahnya (Tabi`
tabi`in)” (HR Bukhari no: 3322, 3458, Muslim no: 4601)
Merekalah sebaik-baik manusia yang wajib kita contohi dan
ikuti dalam akidah, ibadah, dakwah dan
akhlak kita, hal ini kerana ianya merupakan Siratul Mustaqim (jalan yang
lurus), dan merupakan perintah yang datang dari Allah ta`ala dan RasulNya agar
mengikutinya.
Salafi dan penisbahan golongan yang menisbahkan dengan nama
ini juga adalah sesuatu yang ditunjuk oleh Nabi sallallahu`alaihiwasallam bukan
sepertimana sangkaan sesetengah pihak yang memandang ianya sesuatu yang tiada
dasar dalam agama hal ini dibuktikan oleh perkataan baginda
sallallahu`alaihiwasallam kepada puteri kesayangannya Fatimah radiallahu`anha:
نِعْمَ السَّلَفُ أَنَا لَكِ
“Sebaik-baik Salaf bagi engkau ialah aku” (HR Bukhari
no:6285,Muslim no:2450)
Berkata Syaikhul Islam Ibn Taimiyyah rahimahullah:
“Bukanlah menjadi satu keaiban ke atas sesiapa yang
menzahirkan Mazhab Salaf, dan menisbahkan kepadanya
16/06/2015, 08:38 - Tok Yein Tab: Ramai di kalangan para
penuntut ilmu yang terkeliru apabila disebut kepada mereka tentang perkataan
Salaf, pelbagai definisi dan takrif yang keluar dari mulut-mulut kebanyakan
mereka yang tidak berdasarkan dalil dan hujjah malah hanya mengikuti hawa
nafsu, emosi dan kejahilan.
Dalam permasalahan ini mereka terbahagi kepada beberapa
kelompok yang masing-masing cuba menafsirkan golongan yang membawa panji-panji
al-Quran, al-Sunnah dan kefahaman salafussoleh dengan pelbagai label seperti
golongan wahhabi, golongan muda, salafi wahabi, salafi syadid, jalur keras,
ekstrim, pemecah belah dan pelbagai label lagi.
Apa itu Salaf, Salafiyyah dan siapa Salafi ?
“Salaf menurut bahasa arab bermaksud golongan atau kaum
terdahulu (nenek moyang) ataupun sesiapa sahaja yang mendahului kita sama ada
ibu bapa kita atau kaum kerabat kita” [Lisanul `Arab, 9/158,Qamus al-Muhit,
2/391]
Menurut istilah pula, Salaf bermaksud generasi pertama dan
terbaik dari kalangan umat Islam, yang terdiri dari Rasulullah
sallallahu`alaihiwasallam, para Sahabat, Tabi`in, Tabi` at-Tabi`in, dan para
pengikut mereka yang terdiri daripada para ahli Hadith, imam-imam yang membawa
petunjuk pada tiga kurun pertama yang dimuliakan oleh Allah ta`ala. Dasarnya
ialah firman Allah ta`ala:
وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ
وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ
لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ
الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk
Islam) di antara orang-orang muhajirin dan Ansar dan orang-orang yang mengikuti
mereka dengan baik, Allah redha kepada mereka dan mereka pun redha kepada Allah
dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di
dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang
besar”. (At-Taubah:100)
Mereka ialah golongan yang mendahului umat ini dalam
menyahut seruan Islam, Iman, berjihad dan menegakkan agama Allah. Tidak syak
lagi mereka ialah para sahabat Nabi sallallahu`alaihiwasallam. (Taysir al-Karim
ar-Rahman Fi Tafsir Kalam al-Mannaan, Dar al-Hadith, ms 365)
Tidak perlu dinafikan lagi merekalah yang disebut
Salafussoleh yang mendahului kita dalam akidah, ibadah, jihad dan perjuangan.
Mereka meredhai Allah dan Allah meredhai mereka dan menjanjikan mereka ganjaran
syurga begitu juga bagi sesiapa yang sudi dan hendak mengikuti dan menyelusuri
jalan mereka. Jaminan ini dikuatkan lagi dengan pengakuan dan jaminan Nabi
sallallahu`alaihiwasallam seperti dalam sabda baginda :
خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ
يَلُونَهُمْ
“Sebaik-baik manusia adalah pada kurunku ini(para
sahabat)kemudian yang setelahnya (Tabi`in), kemudian yang setelahnya (Tabi`
tabi`in)” (HR Bukhari no: 3322, 3458, Muslim no: 4601)
Merekalah sebaik-baik manusia yang wajib kita contohi dan
ikuti dalam akidah, ibadah, dakwah dan
akhlak kita, hal ini kerana ianya merupakan Siratul Mustaqim (jalan yang
lurus), dan merupakan perintah yang datang dari Allah ta`ala dan RasulNya agar
mengikutinya.
Salafi dan penisbahan golongan yang menisbahkan dengan nama
ini juga adalah sesuatu yang ditunjuk oleh Nabi sallallahu`alaihiwasallam bukan
sepertimana sangkaan sesetengah pihak yang memandang ianya sesuatu yang tiada
dasar dalam agama hal ini dibuktikan oleh perkataan baginda sallallahu`alaihiwasallam
kepada puteri kesayangannya Fatimah radiallahu`anha:
نِعْمَ السَّلَفُ أَنَا لَكِ
“Sebaik-baik Salaf bagi engkau ialah aku” (HR Bukhari
no:6285,Muslim no:2450)
16/06/2015, 08:39 - Tok Yein Tab: Berkata Syaikhul Islam Ibn
Taimiyyah rahimahullah:
“Bukanlah menjadi satu keaiban ke atas sesiapa yang
menzahirkan Mazhab Salaf, dan menisbahkan kepadanya dan berbangga dengannya,
bahkan wajib menerimanya dengan kesepakatan, kerana Mazhab Salaf tidaklah ada
melainkan ianya benar” (Majmu` Fatawa 4/149)
Perlu diperbetulkan juga bahawa mereka bukanlah satu
pertubuhan berdaftar, organisasi, gerakan teroris atau parti politik seperti
difahami segelintir orang. Mereka disebut salafi kerana mereka mengikuti manhaj
Salafussoleh iaitu para sahabat, Tabi`in, Tabi`tabi’in kemudian para imam dan
ulama`yang mengikuti manhaj mereka hingga hari kiamat. Selain dari menisbahkan
diri mereka kepada Salaf mereka juga terkenal dengan beberapa nama lain yang
juga diambil berdasarkan al-Quran, al-Sunnah dan kefahaman Para Sahabat, antara
lain ialah:
1. Ahli Sunnah wal Jama`ah
Nama ini adalah nama yang paling dominan sehingga ramai
kelompok sesat dan menyeleweng turut mendakwa mereka adalah ahli Sunnah. Dasar
nama ahli Sunnah wal Jama`ah ini berdasarkan firman Allah ta`ala:
يَوْمَ تَبْيَضُّ وُجُوهٌ وَتَسْوَدُّ وُجُوهٌ
“pada hari yang di waktu itu ada muka yang putih berseri,
dan ada pula muka yang hitam muram” (Ali-Imraan:106)
Berkata Ibnu `Abbas radiallahu`anhuma: iaitulah pada hari
Kiamat kelak, ketika muka-muka ahli Sunnah wal Jama`ah putih berseri, manakala
muka-muka ahli Bid`ah wal-Firqah hitam dan muram (Tafsir al-Quran al-`Azhim,Ibn
Kathir, 2/91)
Daripada Anas bin Malik Radiallahu`anhu, katanya: Rasulullah
sallallahu`alaihiwasallam telah bersabda:
إِنَّ بَنِي إِسْرَائِيلَ افْتَرَقَتْ عَلَى إِحْدَى وَسَبْعِينَ
فِرْقَةً وَإِنَّ أُمَّتِي سَتَفْتَرِقُ عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً كُلُّهَا
فِي النَّارِ إِلَّا وَاحِدَةً وَهِيَ الْجَمَاعَةُ
“Sesungguhnya Bani Israil berpecah kepada tujuh puluh satu
kelompok, dan sesungguhnya ummatku akan berpecah kepada tujuh puluh dua
kelompok kesemuanya di dalam neraka kecuali satu iaitulah Al-Jamaah” (HR Ibn
Majah no:3983,Abu Dawud:3981,At-Tirmidzi no:2565.dishahihkan oleh Syaikh
Al-Albani dalamSilsilah As-Shahihah)
Dalam riwayat At-Tirmidzi:
وَمَنْ هِيَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِي
“Sahabat bertanya: Siapakah Dia (Al-Jamaah itu) wahai
Rasulullah? Baginda menjawab: Apa yang aku dan para sahabatku berada di
atasnya”
16/06/2015, 08:40 - Tok Yein Tab: 2. Ahli Hadith
Firman Allah Ta`ala:
يَوْمَ نَدْعُوا كُلَّ أُنَاسٍ بِإِمَامِهِمْ
“(ingatlah) hari Kami menyeru tiap-tiap kumpulan manusia
Dengan nama imamnya” (Al-Isra`:71)
Berkata sebahagian Salaf: “Ini merupakan kemuliaan yang
terbesar bagi Ahli Hadith kerana Imam mereka ialah
NabiSallallahu`alaihiwasallam”. (Tafsir Al-Quran Al-`Azhim, Ibn Kathir 5/103)
Berkata Syeikhku, Al-Muhaddith Syeikh Yahya bin Ali
Al-Hajurri Hafizahullah ketika menafsirkan ayat dia atas dalam pelajaran Tafsir
Ibn Kathir: Maka perkataan sebahagian Salaf ini rahimahumullah tidak ada syak
lagi akan kebenarannya, akan tetapi ayat ini umum meliputi golongan awam di
kalangan Ahli Tauhid.[ -selesai perkataan beliau-]
Mereka juga dikenali dengan ahlul Hadith disaat ramai
manusia yang menolak hadith-hadith Nabi sallallahu`alaihiwasallam dan tidak
mahu beramal dengannya. Dasarnya ialah hadith:
لَا يَزَالُ مِنْ أُمَّتِي أُمَّةٌ قَائِمَةٌ بِأَمْرِ اللَّهِ
لَا يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ وَلَا مَنْ خَالَفَهُمْ حَتَّى يَأْتِيَهُمْ أَمْرُ
اللَّهِ وَهُمْ عَلَى ذَلِكَ
“Sentiasa ada segolongan dari ummatku yang selalu menegakkan
perintah Allah, tidak akan mencelakai mereka orang yang tidak menolong mereka
dan orang-orang yang menyelisihi mereka sampai datang perintah Allah dan mereka
tetap berada di atas yang demikian itu” ( HR Bukhari no:3369,6906, Muslim no:
3544, 3548)
Berkata Imam Ahmad Ibn Hanbal rahimahullah:
إِنْ لَمْ يَكُونُوا أَهْل الْحَدِيث فَلَا أَدْرِي مَنْ هُمْ
“Kalaulah mereka bukan ahli Hadith maka aku tidak tahu siapa
lagi mereka” (Fathul Bari, Ibn Hajar al-`Asqalani 20/368)
Begitu juga yang berpendapat mereka adalah ahli hadith ialah
`Ali Ibn al-Madini dan Imam al-Bukhari. (Tuhfatul al-Ahwazi, 6/11)
Berkata Qadhi al-`Iyyadh: “Sesungguhnya apa yang dimaksudkan
oleh Imam Ahmad ialah mereka ialah sesiapa sahaja yang beri`tiqad (berpegang,
berkeyakinan, melazimi) mazhab ahli Hadith.” (Syarah Shahih Muslim An-Nawawi,
6/400)
Berkata Ibn Qutaibah Rahimahullah:
“Adapun ahli Hadith sesungguhnya mereka mencari al-Hak
(kebenaran) dalam segenap aspek dan mereka mengikutinya daripada keyakinannya
dan mereka mendekatkan diri kepada Allah dengan ittiba`nya (mengikuti)
sunnah-sunnah Rasulullah sallallahu `alaihi wa sallam dan pencarian mereka
terhadap Athar-atharnya, dan khabar-khabarnya baik melalui jalan daratan
mahupun lautan, baik timur ataupun barat, dikalangan mereka terdapat yang
berjalan kaki dengan penuh semangat semata-mata untuk mencari satu khabar atau
satu As-Sunnah sehingga dia mengambilnya daripada perawinya secara musyafahah
(langsung) kemudian mereka terus menerus menyelidiki tentang khabar-khabar dan
mengkajinya sehingga mereka mengetahui yang shahihnya dan yang dha`ifnya yang
nasikhnya dan mansukhnya dan mereka mengetahui sesiapa yang menyelisihinya di
kalangan Fuqaha` (ahli fiqh) yang menggunakan ar-ra`y (pemikiran) dan mereka
memperingatkan hal tersebut sehingga terbit kebenaran ketika dulunya terhapus
dan ianya menjadi tinggi selepas ianya dipelajari dan dikumpulkan yang mana
sebelumnya ianya terpisah-pisah dan berpecah-pecah dan kritikan terhadap
As-Sunan bagi sesiapa yang berpaling terhadapnya dan memperingati ke atasnya
bagi sesiapa yang dalam keadaan lalai dan berhukum dengan perkataan Rasulullah
sallallahu `alaihi wa sallam sedangkan sebelumnya mereka berhukum dengan
perkataan fulan dan fulan…..[ selesai perkataan beliau ]” (Ta`wil Mukhtalaf
Hadith: 73)
16/06/2015, 08:40 - Tok Yein Tab: 3. Tho`ifah al-Mansurah
(Golongan yang Mendapat Pertolongan)
Mereka juga disebut sebagai Tho`ifah al-Mansurah, iaitulah
kelompok atau golongan yang diberi pertolongan oleh Allah ta`ala,hal ini
berdasarkan hadith Nabi sallallahu`alaihiwasallam:
لَا تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي مَنْصُورِينَ لَا يَضُرُّهُمْ
مَنْ خَذَلَهُمْ حَتَّى تَقُومَ السَّاعَةُ
“Sentiasa akan ada segolongan dari ummatku mereka diberikan
pertolongan dan tidak dapat mencelakai mereka orang-orang yang menyelisihi
mereka sehingga datangnya hari kiamat” (HR Ibn Majah no:6,Shahih Sunan Ibn
Majah , 1/78)
4. Ghuraba`( Golongan Yang Asing)
Mereka juga disebut sebagai Ghuraba` kerana betapa asingnya
mereka disisi manusia, Hal ini sepertimana hadith Nabi sallallahu `alaihi wa
sallam:
بَدَأَ الْإِسْلَامُ غَرِيبًا وَسَيَعُودُ كَمَا بَدَأَ غَرِيبًا
فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ
“Islam bermula dengan asing, dan nanti akan kembali asing
sebagaimana awalnya, maka beruntunglah bagi al-Ghuraba`(Orang-orang yang
asing)” (HR Muslim no:208)
Al-Ghuraba` sepertimana yang dijelaskan oleh Nabi
sallallahu`alaihiwasallam:
الَّذِينَ يُصْلِحُونَ مَا أَفْسَدَ النَّاسُ مِنْ بَعْدِي مِنْ
سُنَّتِي
“Mereka ialah orang-orang yang memperbaiki sunnahku yang
dirosakkan oleh manusia selepas peninggalanku” (HR Tirmidzi no:2554, Berkata
Imam Tirmidzi: Hadith ini Hasan Shahih)
Dalam riwayat lain disebut:
أُنَاسٌ صَالِحُونَ فِي أُنَاسِ سُوءٍ كَثِيرٍ مَنْ يَعْصِيهِمْ
أَكْثَرُ مِمَّنْ يُطِيعُهُمْ
“Orang-orang yang shalih yang berada di tengah-tengah
banyaknya orang-orang yang jelek, orang yang menentang mereka lebih banyak dari
yang mentaati mereka” (HR Ahmad no:6362)
Di dalam kitab al-I`tishom, Imam Syatibi rahimahullah
membawakan satu riwayat yang menjelaskan lagi maksud al-ghuraba`;
الذين يحيون ما أمات الناس من سنتي
“Iaitulah mereka yang menghidupkan sebahagian Sunnahku yang
telah dimatikan”
Berkata Muhaddith Syam Syeikh Salim bin `Eid Al-Hilali
Hafizahullah:
“Mereka ialah sesiapa yang berjalan di atas manhaj Sahabat,
dan Tabi`in (mereka yang mengikuti sahabat) dengan baik dalam berpegang dengan
Al-Kitab dan As-Sunnah, dan mendahulukan keduanya di atas kesemua perkataan baik
dalam manhaj, atau`Akidah, atau `ibadah, atau mu`amalah, atau akhlak, atau
siasah, atau setiap urusan daripada urusan-urusan kehidupan baik yang kecil
mahupun besar” (Al-Jama`aat Al-Islamiyyah Fi Dhau` Al-Kitab wa As-Sunnah
bifahmi Salafil Ummah:59)
Berkata Muhaddith Yaman Al-Imam Muqbil Al-Wadi’i
Rahimahullah :
“Dan diantara yang wajib diperhatikan adalah bahawa semua
kelompok menyatakan dirinya sebagai Firqatun An-Najiyah. Akan tetapi Al-Kitab
dan As-Sunnah telah menjelaskan tentang siapakah Firqatun An-Najiyah ini”.
Kemudian beliau berdalil dengan surah Al-’Asr dan Al-Mu’minun ayat 1-11 dan
menyebutkan hadith Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh Al-Imam Bukhari:
(كل أمتي يدخلون الجنة إلا من أبى). قالوا: يا رسول الله ومن يأبى؟
قال: (من أطاعني دخل الجنة ومن عصاني فقد أبى )
“Seluruh umatku akan masuk syurga kecuali orang yang
enggan.” Mereka (para shahabat) bertanya: “Wahai Rasulullah, siapakah orang
yang enggan itu?” Maka dijawab: “Barangsiapa mentaatiku, maka dia akan masuk
Syurga dan barangsiapa bermaksiat kepadaku, maka dia sungguh telah enggan
(untuk masuk Syurga).”
Kemudian beliau melanjutkan perkataannya: “Maka siapa saja
yang terpenuhi padanya sifat-sifat yang tersebut di dalam surat Al-’Asr dan
Al-Mu’minun serta hadith ini, maka dia termasuk Firqatun An- Naajiyah, dan
orang yang paling dekat dalam memenuhi sifat-sifat tersebut adalah ahli
hadith.” (Riyadhul Jannah Fi Radd `Ala `Aadaais-Sunnah:23)
Benarlah memang mereka golongan yan
16/06/2015, 08:41 - Tok Yein Tab: 3. Tho`ifah al-Mansurah
(Golongan yang Mendapat Pertolongan)
Mereka juga disebut sebagai Tho`ifah al-Mansurah, iaitulah
kelompok atau golongan yang diberi pertolongan oleh Allah ta`ala,hal ini
berdasarkan hadith Nabi sallallahu`alaihiwasallam:
لَا تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي مَنْصُورِينَ لَا يَضُرُّهُمْ
مَنْ خَذَلَهُمْ حَتَّى تَقُومَ السَّاعَةُ
“Sentiasa akan ada segolongan dari ummatku mereka diberikan
pertolongan dan tidak dapat mencelakai mereka orang-orang yang menyelisihi
mereka sehingga datangnya hari kiamat” (HR Ibn Majah no:6,Shahih Sunan Ibn
Majah , 1/78)
4. Ghuraba`( Golongan Yang Asing)
Mereka juga disebut sebagai Ghuraba` kerana betapa asingnya
mereka disisi manusia, Hal ini sepertimana hadith Nabi sallallahu `alaihi wa
sallam:
بَدَأَ الْإِسْلَامُ غَرِيبًا وَسَيَعُودُ كَمَا بَدَأَ غَرِيبًا
فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ
“Islam bermula dengan asing, dan nanti akan kembali asing
sebagaimana awalnya, maka beruntunglah bagi al-Ghuraba`(Orang-orang yang
asing)” (HR Muslim no:208)
Al-Ghuraba` sepertimana yang dijelaskan oleh Nabi
sallallahu`alaihiwasallam:
الَّذِينَ يُصْلِحُونَ مَا أَفْسَدَ النَّاسُ مِنْ بَعْدِي مِنْ
سُنَّتِي
“Mereka ialah orang-orang yang memperbaiki sunnahku yang
dirosakkan oleh manusia selepas peninggalanku” (HR Tirmidzi no:2554, Berkata
Imam Tirmidzi: Hadith ini Hasan Shahih)
Dalam riwayat lain disebut:
أُنَاسٌ صَالِحُونَ فِي أُنَاسِ سُوءٍ كَثِيرٍ مَنْ يَعْصِيهِمْ
أَكْثَرُ مِمَّنْ يُطِيعُهُمْ
“Orang-orang yang shalih yang berada di tengah-tengah
banyaknya orang-orang yang jelek, orang yang menentang mereka lebih banyak dari
yang mentaati mereka” (HR Ahmad no:6362)
Di dalam kitab al-I`tishom, Imam Syatibi rahimahullah
membawakan satu riwayat yang menjelaskan lagi maksud al-ghuraba`;
16/06/2015, 08:42 - Tok Yein Tab: Iaitulah mereka yang
menghidupkan sebahagian Sunnahku yang telah dimatikan”
Berkata Muhaddith Syam Syeikh Salim bin `Eid Al-Hilali
Hafizahullah:
“Mereka ialah sesiapa yang berjalan di atas manhaj Sahabat,
dan Tabi`in (mereka yang mengikuti sahabat) dengan baik dalam berpegang dengan
Al-Kitab dan As-Sunnah, dan mendahulukan keduanya di atas kesemua perkataan
baik dalam manhaj, atau`Akidah, atau `ibadah, atau mu`amalah, atau akhlak, atau
siasah, atau setiap urusan daripada urusan-urusan kehidupan baik yang kecil
mahupun besar” (Al-Jama`aat Al-Islamiyyah Fi Dhau` Al-Kitab wa As-Sunnah
bifahmi Salafil Ummah:59)
Berkata Muhaddith Yaman Al-Imam Muqbil Al-Wadi’i
Rahimahullah :
“Dan diantara yang wajib diperhatikan adalah bahawa semua
kelompok menyatakan dirinya sebagai Firqatun An-Najiyah. Akan tetapi Al-Kitab
dan As-Sunnah telah menjelaskan tentang siapakah Firqatun An-Najiyah ini”.
Kemudian beliau berdalil dengan surah Al-’Asr dan Al-Mu’minun ayat 1-11 dan
menyebutkan hadith Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh Al-Imam Bukhari:
(كل أمتي يدخلون الجنة إلا من أبى). قالوا: يا رسول الله ومن يأبى؟
قال: (من أطاعني دخل الجنة ومن عصاني فقد أبى )
“Seluruh umatku akan masuk syurga kecuali orang yang
enggan.” Mereka (para shahabat) bertanya: “Wahai Rasulullah, siapakah orang
yang enggan itu?” Maka dijawab: “Barangsiapa mentaatiku, maka dia akan masuk
Syurga dan barangsiapa bermaksiat kepadaku, maka dia sungguh telah enggan
(untuk masuk Syurga).”
Kemudian beliau melanjutkan perkataannya: “Maka siapa saja
yang terpenuhi padanya sifat-sifat yang tersebut di dalam surat Al-’Asr dan
Al-Mu’minun serta hadith ini, maka dia termasuk Firqatun An- Naajiyah, dan
orang yang paling dekat dalam memenuhi sifat-sifat tersebut adalah ahli
hadith.” (Riyadhul Jannah Fi Radd `Ala `Aadaais-Sunnah:23)
Benarlah memang mereka golongan yang asing ini ialah mereka
yang soleh (baik) sentiasa berpegang dan mengamalkan Tauhid dan sunnah ketika
ramai manusia yang mengamalkan syirik, bid`ah dan maksiat, mereka sentiasa
kembali kepada al-Quran dan al-Sunnah serta kefahaman Salafussoleh apabila
berlaku perselisihan di kalangan mereka. Mereka berpegang teguh dengan
Al-Jamaah. Mereka menjauhi perpecahan dan Hizbiyyah Bilangan mereka sangat
sedikit berbanding golongan yang mencela, menentang dan mengingkari mereka.
23 Jamadil Akhir 1432H/26 Mei 2011M
Universiti Islam Madinah An-Nabawiyyah
16/06/2015, 08:44 - Tok Yein Tab: Syarah Syarhus Sunnah
al-Muzani (anak murid utama Imam As-Syafi’i) – Ustaz Muhammad Asrie Sobri
16/06/2015, 08:45 - Tok Yein Tab: syarhus-sunnah.jpg
(576×213) - http://www.1aqidah.net/v2/wp-content/uploads/2014/06/syarhus-sunnah.jpg
16/06/2015, 08:46 - Tok Yein Tab: Alhamdulillah pada
20/6/2014 hingga 22/6/2014 telah berlangsung majlis ilmu syarahan kitab Syarhus
Sunnah karangan Imam al-Muzani di Masjid Qurthubi Segambut dan disyarah oleh
Ustaz Muhammad Asrie Sobri hafizahullah. Rakaman kuliah tersebut boleh dimuat
turun dari link-link dibawah yang terdiri dari muqaddimah, 6 sesi kuliah dan
diakhiri dengan sesi soal jawab.
Link Daurah Syarhus Sunnah Imam al-Muzani
Sesi Muqaddimah
Sesi 1
Sesi 2
Sesi 3
Sesi 4
Sesi 5
Sesi 6
Sesi Soal Jawab
# Untuk muat turun rakaman audio tersebut, sila klik kanan
dan ambil “Save Target As…/Save Link As…”
# Kuliah ini telah diedit dan saiznya telah dikecilkan untuk
mudah muat turun. Alhamdulillah.
# Untuk kualiti audio yang optimum, sila dengar audio
melalui “earphone/headphone”
Semoga sedikit usaha ini menjadi kebaikan yang akan membantu
kami mendapatkan rahmat Allah untuk keselamatan didunia dan di akhirat. Ameen.
16/06/2015, 08:47 - Tok Yein Tab:
http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=apa+itu+salafusoleh&source=web&cd=6&cad=rja&uact=8&ved=0CDYQFjAFahUKEwiB346d95LGAhUNNbwKHWKaAKI&url=http%3A%2F%2Fwww.1aqidah.net%2Fv2%2Fartikel-apa-itu-salaf-salafiyyah-siapa-salafi-dan-nama-nama-lain-bagi-mereka%2F&ei=Smp_VYGSMI3q8AXitIKQCg&usg=AFQjCNFw6o9x1UCx6de8lMS6k4skNpVGOw&sig2=RhkUCh2BY-w5N8CAg2HPkQ
16/06/2015, 08:49 - Tok Yein Tab:
www.1aqidah.net/v2/audio/Syarah_SyarhusSunnah_Imam-AlMuzani/20140620-Syarah_Syarhussunnah_al-Imam_al-Muzani(Sesi_01)-Ustaz_Muhammad_Asrie_Sobri.mp3
-
http://www.1aqidah.net/v2/audio/Syarah_SyarhusSunnah_Imam-AlMuzani/20140620-Syarah_Syarhussunnah_al-Imam_al-Muzani(Sesi_01)-Ustaz_Muhammad_Asrie_Sobri.mp3
16/06/2015, 08:50 - Tok Yein Tab:
http://www.1aqidah.net/v2/audio/Syarah_SyarhusSunnah_Imam-AlMuzani/20140621-Syarah_Syarhussunnah_al-Imam_al-Muzani(Sesi_02)-Ustaz_Muhammad_Asrie_Sobri.mp3
16/06/2015, 08:50 - Tok Yein Tab:
http://www.1aqidah.net/v2/audio/Syarah_SyarhusSunnah_Imam-AlMuzani/20140621-Syarah_Syarhussunnah_al-Imam_al-Muzani(Sesi_03)-Ustaz_Muhammad_Asrie_Sobri.mp3
16/06/2015, 08:51 - Tok Yein Tab:
http://www.1aqidah.net/v2/audio/Syarah_SyarhusSunnah_Imam-AlMuzani/20140621-Syarah_Syarhussunnah_al-Imam_al-Muzani(Sesi_04)-Ustaz_Muhammad_Asrie_Sobri.mp3
16/06/2015, 08:51 - Tok Yein Tab:
http://www.1aqidah.net/v2/audio/Syarah_SyarhusSunnah_Imam-AlMuzani/20140622-Syarah_Syarhussunnah_al-Imam_al-Muzani(Sesi_05)-Ustaz_Muhammad_Asrie_Sobri.mp3
16/06/2015, 08:51 - Tok Yein Tab:
http://www.1aqidah.net/v2/audio/Syarah_SyarhusSunnah_Imam-AlMuzani/20140622-Syarah_Syarhussunnah_al-Imam_al-Muzani(Sesi_06)-Ustaz_Muhammad_Asrie_Sobri.mp3
16/06/2015, 08:52 - Tok Yein Tab:
http://www.1aqidah.net/v2/audio/Syarah_SyarhusSunnah_Imam-AlMuzani/20140622-Syarah_Syarhussunnah_al-Imam_al-Muzani(Sesi_Soal_Jawab)-Ustaz_Muhammad_Asrie_Sobri.mp3
16/06/2015, 08:52 - Tok Yein Tab:
http://www.1aqidah.net/v2/audio/Syarah_SyarhusSunnah_Imam-AlMuzani/20140620-Syarah_Syarhussunnah_al-Imam_al-Muzani(Muqadimah)-Ustaz_Muhammad_Asrie_Sobri.mp3
16/06/2015, 22:24 - Tok Yein Tab:
http://kabarislamia.com/2014/12/13/siapakah-ulama-salaf-dan-pengikut-salaf-sebenarnya/
16/06/2015, 22:26 - Tok Yein Tab: <Media omitted>
16/06/2015, 22:26 - Tok Yein Tab: Rasulullah SAW bersabda,
خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِيْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ ثُمَّ
الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ
“Sebaik-baik manusia adalah pada kurunku (Sahabat), kemudian
yang sesudahnya (Tabi’in), kemudian yang sesudahnya (Tabi’ut Tabi’in).”[HR.
Al-Bukhari no. 2652 dan Muslim no. 2533 ]
16/06/2015, 22:27 - Tok Yein Tab: Siapakah pengikut ulama
SALAF sebenarnya?
1) Imam Hanafi lahir:80 hijrah
2) Imam Maliki lahir: 93 hijrah
3) Imam Syafie lahir:150 hijrah
4) Imam Hanbali lahir:164 hijrah
5) Imam Asy’ari lahir: 240 hijrah
Mereka ini semua ulama Salafus Soleh atau dikenali dengan
nama ulama SALAF
16/06/2015, 22:28 - Tok Yein Tab: Salaf ialah nama “zaman”
yaitu merujuk kepada golongan ulama yang hidup antara kurun zaman kerasulan
Nabi Muhammad hingga 300 HIJRAH. 3 Kurun pertama itu bisa diartikan 3 Abad
pertama (0-300 H).
1) golongan generasi pertama dari 300 tahun hijrah tu
disebut “Sahabat Nabi” kerana mereka pernah bertemu Nabi2) golongan generasi
kedua pula disebut “Tabi’in” iaitu golongan yang pernah bertemu Sahabat nabi tapi
tak pernah bertemu Nabi
3) golongan generasi ketiga disebut sebagai “Tabi’ tabi’in”
iaitu golongan yang tak pernah bertemu nabi dan sahabat tapi bertemu dengan
tabi’in.
Jadi Imam Abu hanifah (pengasas mazhab Hanafi) merupakan
murid Sahabat nabi maka beliau seorang TABI’IN. Imam Malik, Imam Syafie, Imam
Hanbali, Imam Asy’ari pula berguru dengan tabi’in maka mereka adalah golongan
TABI’ TABI’IN.
Jadi kesemua Imam-Imam yang mulia ini merupakan golongan
SALAF YANG SEBENAR dan pengikut mazhab mereka lah yang paling layak digelar
sebagai “Salafi” karena “salafi” bermaksud “pengikut golongan SALAF”.
Jadi beruntung lah kita di Indonesia / Malaysia yang masih
berpegang kepada mazhab Syafie yang merupakan mazhab SALAF yang SEBENAR dan
tidak lari dari kefahaman NABI DAN SAHABAT…
16/06/2015, 22:29 - Tok Yein Tab: Rujukan Wahhabi:
16/06/2015, 22:30 - Tok Yein Tab: 1) Ibnu Taimiyyah lahir:
661 Hijrah (lahir 361 tahun selepas berakhirnya zaman SALAF)
2) Albani lahir: 1333 Hijrah (mati tahun 1420 hijrah atau
1999 Masehi,lahir 1033 tahun selepas berakhirnya zaman SALAF)
3) Muhammad Abdul Wahhab (pendiri gerakan Wahhabi): 1115
Hijrah (lahir 815 tahun selepas berakhirnya zaman SALAF)
4) Abdullah Bin baz lahir: 1330 Hijrah (mati tahun 1420
hijrah atau 1999 Masehi, sama dengan Albani, lahir 1030 tahun selepas
berakhirnya zaman SALAF)
5) Utsaimin lahir: 1928 Masehi (mati tahun 2001,lebih kurang
12 tahun lepas dia mati,lahir entah berapa ribu tahun selepas zaman SALAF.
Mereka ini semua hidup di AKHIR ZAMAN kecuali Ibnu Taimiyyah
yang hidup di pertengahan zaman antara zaman salaf dan zaman dajjal(akhir
zaman)… Saat Islam diserang oleh tentara Mongol.
Tak ada sorang pun Imam rujukan mereka yang mereka ikuti
secara buta hidup di zaman SALAF….
Mereka ini semua TERAMAT LAH JAUH DARI ZAMAN SALAF tapi
SANGAT-SANGAT ANEH apabila puak-puak Wahhabi menggelarkan diri sebagai “Salafi”
(pengikut Golongan Salaf).
Sedangkan rujukan mereka adalah dari kalangan yang datang
dari golongan ulama’ akhir zaman.
Mereka menuding ajaran Sifat 20 Imam Asy’ari yang lahir
tahun 240 H sebagai bid’ah yang sesat. Padahal ajaran Tauhid Uluhiyyah,
Rububiyah, dan Asma wa Shifat yang mereka ajarkan juga bid’ah dan diajarkan
Khalaf yang lahir tahun 1115 H. Ini mendangkalkan aqidah ummat Islam.
Mereka tuduh pula zikir berjama’ah usai sholat di masjid
bid’ah sesat sehingga mereka diam saja usai sholat. Ummat Islam jadi jauh dari
zikir dan doa. Mereka tuduh tahlilan bid’ah. Padahal itu Syiar Islam oleh Wali
Songo yang berhasil mengIslamkan ummat Islam Indonesia yang semula beragama
Hindu. Banyak tuduhan mereka bahwa ummat Islam itu penuh bid’ah dan sesat dan
mereka ingin “memurnikannya”. Mereka tidak kenal bid’ah hasanah sebagaimana
yang dipahami Imam Syafi’ie, Umar bin Khoththob ra, Abu Bakar ra, dsb.
Bagi Wahabi, Qunut Subuh dan Usholli yang dilakukan Imam
Syafi’ie adalah bid’ah sesat. Padahal Imam Mazhab seperti Imam Hambali tak
berpendapat semua bid’ah sesat. Itulah sebabnya Imam Hambali justru berguru
pada Imam Syafi’ie. Jelas yang dilakukan Imam Hambali yang konon jadi acuan
Wahabi, tidak diikuti oleh kaum Wahabi.
Mereka tidak paham adanya bid’ah hasanah. Jadi mereka anggap
sesat semua Muslim/Ulama yang melakukan bid’ah hasanah sebagai sesat karena
menurut mereka semua bid’ah itu sesat.
Jika menuduh orang sesat, apalagi tiap jum’at mengatakan itu
padahal ternyata tidak benar, maka label sesat berbalik kepadanya.
“Barangsiapa memanggil seseorang dengan kafir atau
mengatakan kepadanya “hai musuh Allah”, padahal tidak demikian halnya,
melainkan panggilan atau perkataannya itu akan kembali kepada dirinya”.[HR
Muslim]
Saat merasa benar dan menuduh Muslim lain sesat, akhirnya di
antara mereka pun jadi saling berpecah-belah.
16/06/2015, 22:31 - Tok Yein Tab: <Media omitted>
16/06/2015, 22:32 - Tok Yein Tab: Wallahu’alam bissawab.
Jika ulama Salaf seperti Imam Mazhab menghormati perbedaan
yang ada di antara mereka sebagai rahmat, maka kaum khawarij yang tinggal di
akhir zaman ini tidak. Bagi mereka kebenaran cuma 1. Yaitu mereka. Yang lain
salah/sesat/kafir. Tak heran bahkan terhadap sesama mereka sendiri akhirnya
bertikai, saling hina, dan saling bunuh.
16/06/2015, 22:33 - Tok Yein Tab: <Media omitted>
16/06/2015, 22:34 - Tok Yein Tab: Rasulullah saw. bersabda:
Sesungguhnya diantara ummatku ada orang-orang yang membaca Alquran tapi tidak
melampaui tenggorokan mereka. Mereka membunuh orang Islam dan membiarkan
penyembah berhala. Mereka keluar dari Islam secepat anak panah melesat dari
busurnya. Sungguh, jika aku mendapati mereka, pasti aku akan bunuh mereka
seperti terbunuhnya kaum Aad. (Shahih Muslim No.1762)
Satu dari ciri kaum Khawarij menurut Nabi Muhammad adalah
mereka membaca Al Qur’an dan Hadits, namun tidak diamalkan. Ucapannya tidak
melampaui kerongkongan mereka. Hanya di mulut saja. Al Qur’an dan Hadits tak
sampai ke otak mereka. Tidak dipahami. Karena taqlid pada Syekh mereka,
penafsirannya bertentangan dengan Jumhur Ulama. Akibatnya selain mencaci sesama
Muslim dengan kata-kata yang menyakitkan seperti Ahli Bid’ah, Kuburiyyun
(Penyembah Kuburan), Musyrik, Sesat, Kafir, dsb, saat kuat, mereka membunuh
sesama Muslim. Khalifah Ali adalah korban pembunuhan Khawarij yang pertama
karena menurut kaum Khawarij Ali sudah sesat/kafir.
Ini karena usia mereka masih muda. Lemah akal. Banyak yang
dari kecil hingga SMA tidak pernah belajar agama Islam di pengajdian atau
masjid, tahu-tahu di universitas belajar Islam dari kelompok yang ekstrim.
Akibatnya saat aliran itu sesat, mereka keluar dari Islam meski mereka merasa
berpegang kepada Al Qur’an dan Sunnah:
16/06/2015, 22:35 - Tok Yein Tab: Hadis riwayat Ali ra., ia
berkata:
Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda: Di akhir zaman akan
muncul kaum yang muda usia dan lemah akal. Mereka berbicara dengan pembicaraan
yang seolah-olah berasal dari manusia yang terbaik. Mereka membaca Alquran,
tetapi tidak melampaui tenggorokan mereka. Mereka keluar dari agama, secepat
anak panah meluncur dari busur. Apabila kalian bertemu dengan mereka, maka
bunuhlah mereka, karena membunuh mereka berpahala di sisi Allah pada hari
kiamat. (Shahih Muslim No.1771)
سيخرج في آخر الزمان قوم أحدث الأسنان سفهاء الأحلام
“Akan keluar di akhir zaman suatu kaum yang usia mereka
masih muda, dan bodoh, mereka mengatakan sebaik‑baiknya perkataan manusia, membaca
Al Qur’an tidak sampai kecuali pada kerongkongan mereka. Mereka keluar dari din
(agama Islam) sebagaimana anak panah keluar dan busurnya.” (HR. Bukhari dan
Muslim)
يخرج قوم من أمتي يقرئون القرآن يحسبون لهم وهو عليهم لاتجاوز صلاتهم
تراقيهم
“Suatu kaum dari umatku akan keluar membaca Al Qur’an,
mereka mengira bacaan Al-Qur’an itu menolong dirinya padahal justru
membahayakan dirinya. Shalat mereka tidak sampai kecuali pada kerongkongan
mereka.” (HR. Muslim)
يحسنون القيل ويسيئون الفعل يدعون إلى كتاب الله وليسوا منه في
شيء
“Mereka baik dalam berkata tapi jelek dalam berbuat,
mengajak untuk mengamalkan kitab Allah padahal mereka tidak menjalankannya
sedikitpun.” (HR. Al-Hakim)
16/06/2015, 22:36 - Tok Yein Tab: Berbagai ayat Al Qur’an
dan Hadits mereka pakai, namun kesimpulan lain yang mereka dapat dan amalkan.
Berbagai larangan Allah dalam Al Qur’an seperti Su’u Zhon (Buruk Sangka),
Mengolok-olok sesama, Mengkafirkan sesama Muslim, dan membunuh sesama Muslim.
Berbagai caci-maki terhadap sesama Muslim seperti Ahlul Bid’ah, Sesat, Kafir
dan sebagainya terlontar dari mulut mereka.
Kaum Khawarij ini merasa paling benar. Bahkan Khawarij
pertama merasa lebih benar dari Nabi sehingga menuduh Nabi tidak adil. Khawarij
masa kini menuduh Jumhur Ulama yang merupakan Pewaris Nabi sebagai tidak adil.
Contohnya ada Khawarij bilang sejumlah ulama besar adalah sesat atau pembela
aliran sesat:
Hadis riwayat Abu Said Al-Khudri ra., ia berkata:
Ali ra. yang sedang berada di Yaman, mengirimkan emas yang
masih dalam bijinya kepada Rasulullah saw., kemudian Rasulullah saw.
membagikannya kepada beberapa orang, Aqra` bin Habis Al-Hanzhali, Uyainah bin
Badr Al-Fazari, Alqamah bin Ulatsah Al-Amiri, seorang dari Bani Kilab, Zaidul
Khair At-Thaiy, seorang dari Bani Nabhan. Orang-orang Quraisy marah dan
berkata: Apakah baginda memberi para pemimpin Najed, dan tidak memberikan
kepada kami? Rasulullah saw. bersabda: Aku melakukan itu adalah untuk mengikat
hati mereka. Kemudian datang seorang lelaki yang berjenggot lebat, kedua tulang
pipinya menonjol, kedua matanya cekung, jidatnya jenong dan kepalanya botak. Ia
berkata: Takutlah kepada Allah, ya Muhammad! Rasulullah saw. bersabda: Siapa
lagi yang taat kepada Allah jika aku mendurhakai-Nya? Apakah Dia mempercayai
aku atas penduduk bumi, sedangkan kamu tidak mempercayai aku? Lalu laki-laki
itu pergi. Seseorang di antara para sahabat minta izin untuk membunuh laki-laki
itu (diriwayatkan bahwa orang yang ingin membunuh itu adalah Khalid bin Walid),
tetapi Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya diantara bangsaku ada orang-orang
yang membaca Alquran tapi tidak melampaui tenggorokan mereka. Mereka membunuh
orang Islam dan membiarkan penyembah berhala. Mereka keluar dari Islam secepat
anak panah melesat dari busurnya. Sungguh, jika aku mendapati mereka, pasti aku
akan bunuh mereka seperti terbunuhnya kaum Aad. (Shahih Muslim No.1762)
Baca selengkapnya di:
http://media-islam.or.id/2012/01/19/ciri-khawarij-tak-mengamalkan-al-quran-dan-membunuh-muslim/
16/06/2015, 23:07 - Tok Yein Tab: 
KNOW THE FLOW Salaf
* Prepared for a course assignment Kalam Modern Science
Aqeedah and Philosophy Department of the Faculty of Islamic
Theology and Religious Studies Islamic Thought UIN Sunan Kalidjaga Yogyakarta
2011-2012
16/06/2015, 23:08 - Tok Yein Tab: <Media omitted>
16/06/2015, 23:08 - Tok Yein Tab: Preliminary
Modern Islamic
movements today are growing like the Indonesia's motto, which is different but
still one nevertheless. Various flow but Islam too. From the vague even in the
most extreme flow. So many, a lot of people confused sort, which are A and B.
Which is not surprising that many people sometimes sentenced stream A (for
example) astray, and that B is certainly not much different. Like the flow on
this one. Salaf.
Salaf or Salafi streams, including streams in Islam are the
most numerous and most intense stream sentenced another one and he was the most
correct. Salafis believe that they are mentioned in the hadith of the Prophet
as a group who survived while 72 other groups deviant groups and bid 'ah .
(Read Know salafi from 2 sides Ust. Abu rifa 'al puari "understanding
salafi character"). If we see a dialogue between the flow, especially flow
Salaf. Then readers will be treated to sebuat world where verses of the Qur'an
and hadith into a weapon for each kill each other.
In this article I will be little mention of ideology or
style of Salafi thought, because the desire of this paper in order to adjust to
the purpose for which this writing. That is steeped in Kalam Modern Science
especially in Indonesia. In this article I am also a lot of quotes from some of
the work that is certainly more obvious figures discuss about what the flow of
the Salaf. Therefore, the lack of reference, the main criterion in this paper I
get from Google, please understand.
What is Flow Salaf?
Salaf flow appeared in the fourth century Hijra consisting
of people Hanabilah are based on the opinions of Imam Ahmad bin Hanbal. [1]
Menuru people Hanabilah, Imam Ahmad ibn Hanbal has turned and defend those
opinions emergency scholars' Salaf so of this motif hanbilah people calling
themselves as "Salaf Flow". [2]
While devinisi of the Salaf itself today has a lot of
meaning as I quoted from several sources below.
- Salafis or
Salafism, in the language means the people who preceded or lived before our
time. [3]
- Salaf
means earlier and Ahlu Salaf are the people who earlier [4]
- The term
Salaf flow, often attributed to the followers of Ibn Taymiyyah
- Salafi
movement is a political ideology of Islamism that took ancestors (Salaf) of the
patristic period of early Islam as the basis. [5]
- The
meaning of al-Salaf as terminological is meant here is the generation that is
bounded by an explanation of the Prophet in the hadith:
"The best man is (living) in my time, then that follow
them, then who follow them ..." (HR. Bukhari and Muslim)
16/06/2015, 23:09 - Tok Yein Tab: History of Salafi
The beginning of the emergence of streams in Islam certainly
began when Muslims lost a beloved prophet, Muhammad SAW. The companions like
roots that became the beginning of the emergence of the stem. That first Salafi
stream, the difference in this period (Companion) there is no such thing as
"Salaf flow" because generally when it has manhaj the Companions and
characteristics still "original" in accordance with the prophetic
period, particularly in the areas of faith and theology (kalam science ).
Salaf flow appears at the time of Imam Ahmad ibn Hanbal (164
H - 261 H) as I mentioned above, the new twelfth century Hijra Salaf Flow gets
a new strength with the emergence of Sheikh Muhammad bin Abdul Wahab in Saudi
Arabia, which subsequently opinions -pendapatnya referred to as "flow
Wahabiah". [6]
Ibn Taimiah
Emerging flow Salaf certainly can not escape the influence
of Ibn Taimiah, scholars who have full name Taqijuddin bin Ahmad bin Abdilhalim
Taimiah, Born in Iraq precisely in Harran in the year 661 AH when Ibn taimiah 7
years old, he moved with his father to place has many famous scholars, namely
the city of Damascus, in this city and then he learned a lot of science,
especially on his own father. So at the age of 21 years he has started writing
and teaching.
Ketokohannya starting to look kemasyarakat when Ibn Taimiah
Hajj in the year 691 AH because after returning from Hajj, he has been known to
science and charity, Ibn Taimiah also the scholars' firm in upholding the
truth, it makes him disandangi title "Muhjis Sunnah" (Builders /
penghidup Assunnah). [7]
Ibn Taimiah who live in the neighborhood Buyids group, the
group that adheres to the Shafi'i fiqh Flow and Flow Ash'ari in the field of
belief, it is not a barrier for Ibn Taimiah to explore and develop the opinions
of Imam Ahmad bin Hanbal in field of fiqh and trust. so he was classified in
group Hanabilah joint faithful disciple, namely Ibn Qayyim.
Therefore, different groups is then Ibn Taimiah into the
spotlight in their local neighborhood when he did not agree with the opinions
of many, both in terms of governance and in terms of religious law. So do not
be surprised if he is an enemy of the government at that time and it makes him
often moved around the prison.
His last arrest occurred when beliah found pilgrimage to the
tomb of the prophets and the righteous are not mandatory, not even justified by
religion. Because of his opinion, he was imprisoned disebuah iniliah fort and
imprisoned in Damascus is also he breathed trakhirnya. [8]
16/06/2015, 23:09 - Tok Yein Tab: Systems Thinking Salaf
Ibn Taimiah split method Islamic scholars in the field of
Aqeedah into four, namely:
a. The flow of
Philosophy
The flow is said that the Qur'an contains the proposition
"Khatabi" and "Iqnal" (proposition winners and satisfying
the heart, not satisfying the mind) that correspond to the crowd.
b. Flow
Mu'tazila
For Ibn Taimiah This flow is the flow that uses the methods
of Intellect Mind, and the arguments of the Qur'an, but this flow is to put
forward a rational sense than the Qur'an.
c. Flow
Maturidiah
This stream is said by Ibn Taimiah as a stream that
considers the arguments of the Qur'an as the argument of the news story not
only as the base of the investigation.
d. Flow
Asy'ariah
Namely class that uses both the arguments of the Qur'an and
Intellect mind.
Here is explained, that the flow of the Salaf differ from
the methods of the four classes. Where to Ibn Taimiah, Flow Salaf just believe
in aqidah-Aqeedah and arguments indicated by the passage, flow Salaf did not
believe in the logic of rational methods that are alien to Islam.
Aqidah
Salaf flow admitted to the Oneness of God, they are trying
to purify the Lord of everything that resembles him without losing the
properties owned by him. God still has several properties and names without
further questioning. Similarly, on the utmost confidence against Muhammad and syafa'atnya
apostolate for those who believe in the future. Furthermore, they also believe
in the resurrection as notified by the Qur'an and the hadiths of the Prophet
without further questioning. Similarly to the other pillars of faith, they
believe fully.
Science
1. People Salaf just learn and practice useful knowledge
2. Keep away from the science that will harm that is not the
source of the Qur'an and Sunnah
3. They only show the knowledge derived from the Qur'an and
Hadith
4. They avoid questioning qadar problem, according to them
there are only three kinds of knowledge, namely: the Qur'an, the Hadith, and
what has been agreed upon by the Muslims.
16/06/2015, 23:10 - Tok Yein Tab: Ideas Salafi Movement
Modern
1. Hajr Mubtadi '(Pengisoliran against heretics)
2. Attitude towards politics (parliament and elections).
Muhammad As-sewed:
- Election
is an attempt associating Allah (shirk) because it establishes the rules by a
majority vote (of the people), but who are entitled to it only God.
- What was agreed that a majority vote is
considered valid, although contrary to the religion or the rule of Allah and
His Messenger.
- Election
is not a direct accusation to Islam that he was not able to create a just
society and thus require another system.
- Islamic
parties have no choice but to follow the existing rules, even though the rule
was contrary to Islam.
- In the
elections there jahannamiyah principle, which justifies any means to achieve
political goals, and the very few survivors of that.
- Election
great potential instill ignorant fanaticism against the existing parties.
3. Attitudes toward other Islamic movements.
Neither Salafi Yamani and Haraki, attitude both towards the
other Islamic movements very
influenced by their views on the application of Hajr
al-mubtadi '. So it is not surprising in their different points of view even
this. If Salafi Haraki tend to 'moderate' in dealing with other movements, the
Salafi Yamani known to be very extreme and often without any compromise at all.
Cover
The basic teachings of the basic ideology of Salafi is: that
Islam was perfect and it was finished at the time of the Prophet Muhammad and
his companions, therefore undesirable innovations have been added in the
present century or later, either material or by cultural influences.
Of course penilayan be on each individual, both good and bad
because it trgantung how we "see". Receive all walks of life there is
no harm, provided in accordance with the law of rice lines. In this case the
law of Islam, as well as the Salafi stream, what they believe will not be able
to understand, as my friend said "if already liver problems
inviolable". I think everyone is so. And finally I personally hope that
this article can be isnspirasi for the reader.
16/06/2015, 23:11 - Tok Yein Tab:
[1] Introduction to Islamic Theology, A. Hanafi, MA, p: 175
[2] Ibid
[3] www.freelists.org/archives/Salafi/12-2003/msg00017.html
[4] Salafiyyah
[5] Ghazali And The Poetics Of Imagination, by Ebrahim Moosa
[6] Introduction to Islamic Theology, A. Hanafi, MA, Reader
New Al-Husna. 2003
[7] Ibid
[8] Introduction to Islamic Theology, A. Hanafi, MA, Reader
New Al-Husna. 2003
On 12/08/2012
Label: Lecture
16/06/2015, 23:15 - Tok Yein Tab:
http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=apa+itu+salafusoleh&source=web&cd=21&cad=rja&uact=8&ved=0CB0QFjAAOBRqFQoTCKiwmpfAlMYCFQN8vAodH-AAug&url=http%3A%2F%2Fwww.darussalaf.or.id%2F&ei=AT2AVeirOIP48QWfwIPQCw&usg=AFQjCNF6P0pDhwC2CjuQqU-3WVFWQYY_QQ&sig2=ewpRSZT84-mgb6YNVS2BcQ
16/06/2015, 23:17 - Tok Yein Tab: Watch "Tanya Jawab
dengan Ulama: Apa itu Salafi & Dakwah Salafiyyah - Syaikh Dr. Muhammad Musa
Nasr" on YouTube - https://youtu.be/ywnhBo6uSX4
16/06/2015, 23:20 - Tok Yein Tab:
http://abuayaz.blogspot.com/2012/01/apa-itu-syariat-tareqat-hakikat-dan.html
16/06/2015, 23:20 - Tok Yein Tab: Bismillah
Berikut ini saya nukilkan klaim mereka , kaum tasawwuf
tentang apa itu istilah2 yang populer di
kalangan tasawwuf/Sufi dalam rangka menuju Ma’rifatullah :
Ma’rifatullah, pada intinya adalah mengenal Allah.
Di dalam dunia tasawwuf, ada tahap-tahap yang dilalui :
- Syariat,
- Tariqat,
- Hakikat,
- Ma’rifat.
Pada puncak inilah seorang hamba mengenal pencipta-NYA.
Saking mengenalnya maka seolah berpadu. Orang bilang ini, “manunggaling kawulo gusti”.
Tapi hendaknya dipahami BERPADU disini tidak berarti melebur menjadi satu
hingga muncul “Tuhan adalah Aku, Aku adalah Tuhan” seperti “manunggaling kawulo
gusti”-nya Fir’aun beberapa abad sebelum masehi yang lalu.
Berpadu, artinya terdiri dari entitas yang berlainan yang
masing-masing punya peran dan fungsi berbeda tetapi rela untuk berpadu. Dalam
pada itu keduanya memberi warna dalam bingkai ma’rifatullah yang tegas, yang
selama tak dilanggar batas-batasnya maka lukisan itu (hidup dan kehidupan) menjadi
indah dalam bingkainya.
Sirkuit Syariat (aturan, peribadatan, praktek, amalan, dsb)
–melalui Tariqat (jalan, pencarian, pencapaian, pemahaman) – untuk kemudian
mencapai Hakikat (hakiki, kesejatian, absolut) – dan pada akhirnya Ma’rifat
(mengenal) adalah stasiun-stasiun yang umum dilewati para sufi. Ujungnya,
Allah-nya. Pangkalnya, Allah-nya juga.
Seseorang yang shalatnya benar, rukunnya benar, maka
pahamnya benar, maka akan mendapatkan kesejatian yang benar, dan mengenal Allah
dengan benar. Hamba yang mengenal Allah dengan benar maka shalatnya pun benar,
rukunnya benar, pahamnya benar, dan kesejatian yang didapatinya pun benar.
Itulah Ma’rifatullah, dimana hamba menyadari hak dan
kewajibannya kepada Allah, sebagaimana Allah telah memenuhi hak dan kewajiban-NYA
kepada hamba-NYA.
Ibaratnya orang akan ke pasar nih. syariat adalah jalan kaki
atau naik angkot atau apalah. tarikat adalah jalan yang kita lalui untuk menuju
ke pasar tersebut. hakikat adalah dari kejauhan sudah nampak atau sudah terasa
hingar bingarnya pasar. makrifat adalah kita sudah berada dalam pasar, melebur
dan terlingkupi oleh pasar itu sendiri.
[http://www.kaskus.us/showthread.php?t=2812383]
16/06/2015, 23:21 - Tok Yein Tab: Komentar terhadap
perkataan diatas :
Tingkatan syari'at, tarekat, hakikat dan ma'rifat, maka itu
adalah istilah2 yang biasa digunakan kalangan tasawwuf atau ahli tarekat.
Sebab kalangan ahli tasawwuf dan tarikat itu sendiri ada
banyak corak ragamnya. Dari yang kotorannya sedikit hingga yang paling kotor
dan rusak.
Sedikit kotorannya maksudnya adalah sedikit dari beragam
bentuk kebid’ahan dan syirik. Di mana apa2 yang diajarkannya sebagian besar
masih disandarkan kepada riwayat dan sunnah-sunnah Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam dan masih konsekwuen dengan hukum-hukum syariah.
Namun tidak sedikit di antaranya yang justru sudah
menginjak-injak syari'ah itu sendiri serta sulit menghindarkan diri dari
khurafat, bid’ah dan fenomena syirik. Bahkan boleh dibilang sudah keluar dari
syari'ah Islam yang telah ditetapkan oleh para ulama ahlus sunnah. Sehingga
istilah syari'ah, tarekah, ma'rifat dan hakikat itu hanya sekedar "lips
service". Namun pada hakikatnya tidak lain merupakan sebuah pengingkaran
dan pelecehan terhadap syari'ah serta merupakan penyimpangan dari manhaj
salafus shalih.
Kalau syari'at diletakkan paling rendah, akan muncul kesan
bahwa demi kepentingan tarekah, ma'rifat dan hakikat, syari'ah bisa
dikesampingkan. Dan paham seperti ini berbahaya bahkan sesungguhnya merupakan
bentuk pengingkaran terhadap agama Islam.
Jadi, jangan sampai ada anggapan bahwa bila orang sudah
mencapai derajat hakikat, apalagi ma'rifat, lalu dia bebas boleh tidak shalat,
tidak puasa atau melakukan hal-hal yang bertentangan dengan syari'at itu
sendiri.
Kalau ajaran seperti itu, dimana ma'rifat dan hakikat boleh
menyalahi syari'ah, maka ketahuilah, ulama2 mereka adalah ulama su' yang tidak
lain adalah syetan yang datang merusak ajaran Islam.
Sebab Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tidak pernah
mengajarkan
ma'rifat dan hakikat, beliau hanya meninggalkan Al-Quran dan
Sunnah sebagai pedoman dalam menjalankan syari'ah. Dan tidaklah seseorang bisa
mencapai derajat ma'rifah dan hakikat, manakala dia meninggalkan syari'ah.
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam membuat garis dgn
tangannya, kemudian bersabda :
"Inilah jalan Allah yg lurus", lalu beliau membuat
garis2 di kanan dan kirinya kmudian bersabda,"Inilah jalan2 yg sesat, tak
satupun jalan2 itu kecuali didalamnya terdapat syaitan yg menyeru
kepadanya".[SHAHIH. HR. Ahmad 1/435, ad Darimi 1/72, al Hakim 2/261, al
Lalika'i 1/90. Dishahihkan al Albani dlm Dzilalul Jannah (17)].
Wallahu a'lam.

Sumber :
http://www.facebook.com/groups/178870065487878/313086155399601/
16/06/2015, 23:24 - Tok Yein Tab: Salaf Dan Khalaf
Apa itu Salaf ?
Salaf menurut berasal dari kata سلف yang berarti telah lalu,
sedangkan
menurut istilah adalah segala yang ada dalam diri Sahabat
Rosul,
Tabi’in, Tabi’it Tabi’in, umat yang sempat mengalami masa
pemerintahannya, mengikuti segala ajarannya, tanpa batasan
tempat dan waktu tertentu
Aliran Khalaf1. Pengertian Khalaf
Kata Khalaf biasanya digunakan untuk merujuk para ulama yang
lahir setelah abad III H dengan karakteristik yang bertolak
belakang
dengan apa yang dimiliki salaf,diantaranya tentang
penakwilan
terhadap sifat-sifat Tuhan yang serupa dengan makhluk pada
pengertian yang sesuai dengan ketinggian dan kesucian-Nya.
16/06/2015, 23:24 - Tok Yein Tab: Sejarah munculnya salaf
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Persoalan imam merupakan aspek utama dalam
ajaran islam yang di dakwahkan oleh Nabi Muhammad.
Pentingnya masalah aqidah dalam ajaran islam tampak
jelas pada misi pertama dakwah Nabi ketika berada di
Mekkah.
Berbicara masalah aliran pemikiran dalam Islam
berarti berbicara dalam Ilmu Kalam. Kalam secara
harfiah berarti “kata-kata”. Kaum teologi Islam
berdebat dengan kata-kata dalam mempertahankan
pendapat dan pemikirannya sehingga teolog sebagai
Mutakallim yaitu ahli debat yang pintar mengolah kata.
Ilmu Kalam juga di artikan sebagai teologi Islam atau
Ushuluddin, ilmu yang membahas ajaran-ajaran
dasar dari agama. Mempelajari teologi akan
memberikan seseorang keyakinan yang mendasar
dan tidak mudah di goyahkan.
Perbedaan teologis dikalangan umat Islam sejak
awal memang dapat mengemuka dala bentuk
praktis maupun teoritis. Secara teoritis, perbedaan
itu demikian tampak melalui perdebatan aliran-aliran
kalam yamg muncul tentang berbagai persoalan.Tetapi
patut dicatat bahwa perbedaan yang ada umumnya
masih sebatas pada aspek filosofis diluar
persoalan keesaan Allah, keimanan kepada para
Rasul, Malaikat, Hari Kiamat dan berbagai ajaran
Nabi yang tidak mungkin lagi ada peluang untuk
memperdebatkannya. Misalnya tentang kekuasaan
Allah dan kehendak manusia, kedudukan wahyu dan akal,
keadilan Tuhan.Dalam makalah ini saya ingin mencoba
menjelaskan tentang aliran salaf dan khalaf beserta tokoh
serta
ajarannya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa
penegertian Salaf dan Khalaf?
2. Ciri-ciri
pemikiran ulama Salaf dan Khalaf?
3. Siapa tokoh
ulama Salaf dan Khalaf serta riwayat dan pemikirannya?
16/06/2015, 23:25 - Tok Yein Tab:
PEMBAHASAN
A. Aliran Salaf dan
Khalaf
1. Pengertian
Salaf
Salaf menurut berasal dari kata سلف yang
berarti telah lalu,[1] sedangkan menurut istilah
adalah segala yang ada dalam diri Sahabat Rosul,
Tabi’in, Tabi’it Tabi’in, umat yang sempat
mengalami masa pemerintahannya, mengikuti segala
ajarannya, tanpa batasan tempat dan waktu tertentu.[2]
2. Ciri-Ciri
Ulama Salaf
a. Mendahulukan
Wahyu dari pada akal dalam
pengambilan dalil.
b. Membatasi
pengambilan dalil hanya dari Al Qur’an
dan Sunnah.
c. Mengembalikan
makna ta’wil kepada “Ahlul Kalam”
yaitu ALLAH SWT.
d. Menjaga diri
dengan tetap berpegang kepada
manhaj / jalan para sahabat.[3]
3. Tokoh dan
pokok-pokok ajarannya
a. Imam Ahmad
Ibnu Hanbal
1. Riwayat
Singkat Hidup Ibn Hanbal
Ia dilahirkan di Bagdad tahun 164 H/780 m,
dan meninggal 241 H/855 M. Ia sering
dipanggil Abu Abdillah karena salah
seorang anaknya bernama Abdillah.
Namun, ia lebih dikenal dengan nama Imam
Hanbali karena merupakan pendiri Mazhab Hanbali.
Ibunya bernama Shahifah binti Maimunah binti
Abdul Malik bin Sawadah bin Hindur
Asy-Syaibani, bangsawan Bani Amir.
Ayahnya bernama
Muhammad bin Hanbal
bin Hilal bin Anas bin Idris bin Abdullah bin
Hayyan bin Abdullah bin Anas bin
Auf bin Qasit bin Mazin bin Syaiban
bin Dahal bin Akabah bin Sya’ab bin Ali bin
Jadlah bin Asad bin Rabi Al-Hadis bin Nizar.
16/06/2015, 23:25 - Tok Yein Tab: Ayahnya meninggal ketika
Ibn
Hanbal masih remaja. Namun,
ia telah memberikan pendidikan
Al-qur’an kepada Ibn Hanbal.Pada usia 16 tahun, ia belajar
Al-qur’an dan Ilmu-ilmu Agama
yang lainnya kepada
ulama-ulama
Bagdad. Lalu mengunjungi ulama-ulama
terkenal di Khufah, Basrah, Syam,
Yaman, Mekah dan Madinah. Di antar
guru-gurunya adalah Hammad bin
Khalid, Ismail bin Aliyyah, Dll. Dari
guru-gurunya, Ibn Hanbal mempelajari
ilmu Fiqh, Hadis, Tafsir, Kalam, Ushul,
dan Bahasa Arab.
Ibn Hanbal dikenal sebagai seorang Zahid.
Hampir setiap hari ia berpuasa dan hanya
tidur sebentar di malam hari. Ia juga dikenal
sebagai seorang dermawan. Pada suatu
hari khalifah Makmun Ar-Rasyid membagi-bagikan
beberapa keping emas kepada ulama Hadis,
yang telah menjadi kebiasaan para khalifah
masa itu. Namun, Ibn Hanbal menolaknya.
Bahkan Syaikh Abdul Razaq, salah
seorang gurunya menengoknya ketika
Ibn Hanbal sedang berada dalam
kesulitan keuangan di Yaman.
Syaikh Abdul Razaq mengambil
segenggam dinar dan kantongnya dan
memberikan kepada Ibn Hanbal, tetapi justru
Ibn Hanbal mengatakan, “Saya tidak membutuhkannya”.
Karena begitu teguh dalam pendirian, ketika
khalifah Al-Makmun mengembangkan Mazhab
Mu’tazilah, Ibn Hanbal menjadi korban
karena tidak mengakui bahwa Al-qur’an
itu makhluk. Akibatnya beberapa kali ia
harus masuk penjara. Nasib serupa dialamianya
pada masa pemerintahan pengganti
Al-Mutawakkil naik tahta, Ibn
Hanbal memperoleh kebebasan.
Pada masa ini ia memperoleh penghormatan dan kemulyaan.
Di antara murid-murid Ibn Hanbal adalah Ibn Taimiyah, Hasan
bin Musa, Al- Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Abu Zuhrah Ad-Damsyiqi, Abu Zuhrah
Ar-Razi, Ibn Abi Ad-Dunia, ABuBakar Al-Asram, Hanbal bin Ishaq Asy-Syaibani,
Shaleh dan Abdullah. Kedua orang yang disebutkan terakhir adalah putra Ibn
Hanbal.[4]
16/06/2015, 23:26 - Tok Yein Tab: 2. Pemikiran Ibnu Hanbal
a. Tentang
Ayat-Ayat Mutasyabihat
Dalam memahami ayat-ayat Al-Qur’an, Ibn Hanbal lebih suka
menerapkan pendekatan Lafdzi (Tekstual) daripada pendekatanta’wil, terutama
yang berkaitan dengan sifat-sifat Tuhan dan ayat-ayat mutasyabihat. Hal itu
terbukti ketika ia ditanya tentang penafsiran ayat berikut:
$Artinya: (yaitu) Tuhan yang Maha Pemurah. yang bersemayam
di atas 'Arsy.
(QS. Thaha:5).
Dalam hal ini, Ibn Hanbal menjawab:
استوى على ا لعرش كيف شا ء وكما شاء بلا حد ولا صفة يبلغها واص
Artinya: “Istimewa di atas Arasy terserah pada Allah dan
bagaimana saja L.a kehendaki dengan tiada batas dan tiada seorang pun yang
sanggup menyifatinya.”
Dan ketika ditanya tentang makna Hadis Nuzul (Tuhan turun ke
langit dunia), ru’yah (orang-oarang beriman ,melihat Tuhan di akhirat), dan
Hadis tentang telapak kaki Tuhan, Ibn Hanbal menjawab:
Artinya: “Kita mengimani dan membenarkannya, tanpa mencari
penjelasan cara dan maknanya.”
Dari pernyataan diatas, tampak bahwa Ibn Hanbal bersikap
menyerahkan (tafwidh) makna-makna ayat dan hadis mutasyabihat kepada Allah dan
Rasul-Nya, dan menyucikan-Nya dari keserupaan dengan makhluk. Ia sama sekali
tidak menakwilkan pengertian lahirnya.[5]
16/06/2015, 23:26 - Tok Yein Tab: b. Tentang Status Al-Qur’an
Salah satu persoalan teologis yang dihadapi Ibn Hanbal, yang
kemudian membuatnya dipenjara beberapa kali, adalah tentang status Al-Qur’an,
apakah diciptakan (makhluk) yang karenanya hadis (baru) ataukah tidak
diciptakan yang karenya qadim? Faham yang diakui oleh pemerintah, yakni Dinasti
Abbasiyah di bawah kepemimpinan Khalifah Al-Ma’mun, Al-Mu’tasim, dan Al-Watsiq
adalah faham Mu’tazilah yakni Al-Qur’an tidak bersifat qadim, tetapi baru dan
diciptakan. Faham adanya qadim di samping Tuhan, berarti menduakan Tuhan,
sedangkan menduakan Tuhan adalah syirik dan dosa besar yang tidak diampuni
Tuhan.
Ibn Hanbal tidak sependapat dengan faham tersebut di atas.
Oleh karena itu, ia kemudian di uji dalam kasus mihnah oleh aparat Pemerintah.
Pandanganya tentang status Al-Qur’an dapat dilihat dari dialognya dengan Ishaq
bin Ibrahim, Gubernur Irak. Ibn Hanbal, berdasarkan dialognya itu, ia tidak mau
membahas lebih lanjut tentang status Al-Qur’an. Ia hanya mengatakan bahwa
Al-Qur’an tidak diciptakan. Hal ini sejalan dengan pola pikirnya yang
menyerahkan ayat-ayat yang berhubungan dengan sifat Allah kepada Allah dan
Rasul-Nya.[6]
4. Pengertian
khalaf/ Ahlussunnah Waljama’ah
Khalaf berasal dari kata
خلف yang artinya Masa yang datang
sesudah[7].Khalaf menurut istilah diartikan sebagai jalan para ulama’ modern,
walaupun tidak dapat dikatakan bahwa semua ulama’ modern mengikuti jalan
ini.[8]
Adapun ungkapan Ahlussunnah (sering juga disebut dengan sunni)
dapat dibedakan menjadi dua pengertian, yaitu umum dan khusus. Salam sunni
dalam pengertian umum adalah lawan kelompok syi’ah. Dalam pengertian ini,
Mu’tazilah sebagaimana juga Asy’ariyah masuk dalam barisan sunni. Sunni dalam
pengertian khusus adalah madzhab yang berada dalam barisan Asy’ariyah dan
merupakan lawan Mu’tazilah. Pengertian kedua inilah yang dipakai dalam
pembahasan ini.
Selanjutnya, Ahlussunnah banyak dipakai setelah munculnya
aliran Asy’ariyah dan Maturidiyah, dua aliran yang menentang ajaran–ajaran
Mu’tazilah Harun Nasution –dengan meminjam keterangan Tasy Kubra
Zadah–menjelaskan bahwa aliran Ahlussunah muncul atas keberanian dan usaha Abu
Abu Al-Hasan Al-Asy’ary sekitar tahun 300-H.[9]
16/06/2015, 23:27 - Tok Yein Tab: 5. Pokok-Pokok Ajaran
a. Mempercayai
bahwa besok di akhirat orang mu’min dapat melihat Allah SWT sebagaimana dalam
firman Allah.
b. Tidak
membenarkan ajaran taqiyyah, yakni melahirkan sesuatu yang bertentangan dengan
nurani hanya untuk menipu ummat Islam.
c. Percaya bahwa
sebaik kurun / periode adalah masa Rasulullah SAW setelah itu adalah
Sahabatnya, setelahnya adalah Tabi’in…Tabi’it Tabi’in … dan seterusnya.[10]
3. Tokoh dan
Pokok Pemikiran Imam Asya’ry dan Al-Maturidi
a. Imam Al-Asyar’i
Nama lengkap Al-Asy’ari adalah Abu Al-Hasan Ali Bin Ismail
bin Ishaq bin Salim bin Isma’il bin Musa bin Bilal bin Abi Burdah bin Abi Musa
Al-Asy’ari. Menurut beberapa riwayat beliau di lahirkan di Bashrah pada tahun
260H/875M. Ketika berusia lebih dari 40 tahun, ia hijrah ke kota Baghdad dan
wafat di sana pada tahun 324H/935M.
Menurut Ibnu Asyakir ayah beliau adalah seorang yang
berfahamAhlusunnah dan ahli Hadist. Ia wafat ketika Asy’ary masih kecil.
Sebelum wafat, ia berwasiat kepada sahabatnya yang bernama Zakariyya bin Yahya
As-Saji agar mendidik Al-Asy’ari. Sepeninggalan ayahnya,
menikah lagi denga seorang tokoh Mu’tazilah yang bernama Abu Ali Al-Juba’i.
Ayah kandung Abu Hasyim Al-Juba’i . Berkat didikan ayah tirinya itu, Al-Asy’ary
kemudian menjadi tokoh Mu’tazilah. Ia sering menggantikan Al-Jubba’i dalam
perdebatan menentang lawan-lawan Mu’tazilah. Selain itu, banyak menulis buku
yang membela aliranya.
Al-Asy’ari menganut faham Mu’tazilah hanya sampai ia berusia
40 tahun setelah itu, secara tiba-tiba ia mengumumkan dihadapan jama’ah masjid
Bshrah bahwa dirinya telah meninggalkan faham Mu’tazilah dan menunjukkan
keburukan keburukannya. Menurut Ibu Asakir yang melatarbelakangi Al-Asy’ary
meninggalkan Mu’tazilah adalah pengakuan beliau telah bermimpi bertemu dengan
Rasulullah sebanyak tiga kali yakni malam ke-10 ke-20 dan ke-30 bulan Ramadhan.
Dalam tiga mimpinya itu Rasulullah memperingatkan agar meninggalkan faham
Mu’tazilah dan membela faham yang telah diriwayatkkan oleh beliau. [11]
16/06/2015, 23:27 - Tok Yein Tab: b. Pemikiran Al- Asy’ary
a) Tuhan dan
Sifat-Sifatnya
Beliau berpendapat bahwa Allah mempunyai sifat-sifat,
seperti mempunyai tangan dan kaki dan
ini tidak boleh di artikan secara harfiah,melainkan secara simbolis ( berbeda
dengan kelompok sifatiyah). Selanjutnya beliau berpendapat bahwa sifat-sifat
Allah itu unik sehingga tidak dapat di bandingkandengan sifat-sifat manusia
yang tampaknya mirip. Sifat-sifat Allah berbeda dengan Allah sendiri, tetapi
sejauh menyangkut realitasnya( haqiqah) tidak terpisah dari esensi-Nya. Dengan
demikian, tidak berbeda dengan-Nya. [12]
2. Kebebasan
dalam Berkehendak
Beliau membedakan antar Khaliq dan kasb. Menurutnya Allah
adalah pencipta ( Khaliq ) perbuatan manusia sedangkan manusia manusia sendiri
yang mengupayakannya ( mukhtasib ). Hanya Allah-lah yang mampu menciptakan
sesuatu (termasuk keinginan manusia ).[13]
3. Akal dan Wahyu
dan Kriteria Baik dan Buruk
Beliau berpendapat bahwa baik dan buruk harus berdasarkan
pada wahyu. Sedangkan Mu’tazilah berdasarkan pada akal.[14]
4. Qadimnya
Al-Qur’an
Beliau berpendapat bahwa meskipun Al-Qur’an terdiri atas
kata-kata, dan huruf serta bunyi, semua itu tidak melekat pada esensi Allah dan
karenanya tidak qadim.[15]
5. Melihat Allah
Beliau berpendapat bahwa Allah dapat di lihat di akhirat,
akan tetapi tidak dapat digambarkan. Kemungkinan ru’yat dapat terjadi manakala
Allah sendiri yang menyebabkan dapat dilihat atau bilamana penglihatan manusia
untuk melihat_Nya.[16]
6. Keadilan
Beliau dan Mu’tazilah setuju bahwasanya Allah itu adil.
Mereka hanya berbeda dalam memandang makna keadilan. Beliau sependapat dengan
Mu’tazilah bahwa yang mengharuskan Allah berbuat adil sehingga Dia harus
menyiksa orang yang salah dan memberi pahala kepada orang yang berbuat baik.
Menurutnya Allah tidak memiliki keharusan apapun karena dia adalah penguasa
mutlak.[17]
7. Kedudukan
Orang Berdosa
Beliau berpendapat bahwa orang mukmin yang berbuat dosa
besar adalah mukmin yang fasik, sebab imam tidak akan hilang karena d
16/06/2015, 23:28 - Tok Yein Tab: a. Riwayat Al-Maturidi
Abu Mansur Al-Maturudi dilahirkan di Maturid, sebuah kota
kecil di daerah Samarkan, tahun kelahirannya tidak tidak diketahui secara pasti
, hanya diperkirakan sekitar pertengahan abad ke-3 Hijriah. Ia wafat pada tahun
333H/944M. Gurunya dalam bidang fiqh dan teologi bernama Nasyr bin yahya
al-Balahi. Ia wafat pada tahun 268H. Al-Maturidi hidup pada masa Al-Mutawakil
yang memerintah tahun 232-274H.
Karir pendidikan beliau lebih dikonsentrasikan untuk
menekuni bidang teologi dari pada fiqh. Ia dilakukan untuk memprkuat
pengetahuan dalam menghadapi faham teologi-teologi yang banyak berkembang di
masyarakat islam, yang dipandangnya tidak sesuai kaidah yang benar menurut akal
dan syarat. Pemikiran-pemikirannya banyak dituangkan dalam bentuk karya tulis
diantarnya ialah kitab Taukhid, Takwil Al-quran, Makhas Asy Syara’i. [19]
d. Pemikiran
Al-Maturidi
a) Akal dan Wahyu
Beliau berpendapat bahwa mengetahui Tuhan dan Kewajiban
mengetahui Tuhan dapat dikeetahui dengan akal. Kemampuan akal dalam mengetahui
kedua hal tersebut sesuai dengan ayat-ayat Al-Qur’an yang memerintahkan agar manusia menggunakan
akal dalam usaha memeperoleh pengetahuan dan keimanan terhadap Tuhan melalui
pengamatan dan pemikiran yang mendalam tentang makhluk ciptaan-Nya. Kalau akal
tidak tidak mempunyai kemampuan memperoleh pengetahuan tersebut tentunya Allah
tidak akan memerintahkan manusia untuk meelakukannya.
Dalam masalah baik dan buruk beliau berpendapat bahwa yang
menetukan baik dan buruknya suatu itu jika terletak pada sesuatu itu sendiri,
sedangkan perintah atau larangan Syari’ah hanyalah mengikuti ketentuan akal
mengenai baik dan buruknya sesuatu. Beliau membagi kaitan sesuatu dengan akal
menjadi 3 macam, yaitu:
· Akal dengan
sendirinya hanya mengetahui kebaikan tetang sesuatu itu
· Akal dengan
sendirinya hanya mengetahui tentang keburukan sesuatu itu
· Akal tidak
mengetahui kabaikan dan keburukan sesuatu kecuali dengan petunjuk ajaran
Wahyu.[20]
16/06/2015, 23:29 - Tok Yein Tab: 2. Perbuatan Manusia
Menurut Al-Maturidi perbuatan manusia adalah ciptaan Tuhan
karena segala sesuatu dalam wujud ini adalah ciptaan Tuhan. Khusus untuk
perbuatan manusia, kebijaksanaan dan
keadilan kehendak Tuhan mengharuskan manusia untuk memiliki kemampuan dalam
berbuat
( ikhtiar ) agar kewajiban-kewajiban yang dibebankan
kepadanya dapat dilaksanakannya.[21]
3. Kekuasaan dan
Kehendak Mutlak Tuhan
Beliau berpendapat bahwa segala sesuatu dalam wujud ini
adalah yang baik atau yang buruk adalah ciptaan Tuhan, akan tetapi bukan
berarti Tuhan sewenangn wenang dalam dalam kehendaknya melainkan Qudrat Tuhan
tidak sewenang-wenang tetapi perbuatan dan kehendaknya itu berlangsung sesuai
dengan Hikmah dan keadilan yang sudah ditentukan olehNya.[22]
4. Sifat Tuhan
Beliau berpendapat bahwa Tuhan mempunyai sifat-sifat
sepertisama’, bashar dll.walaupun begitu sift itu tidak dikatakan sebagai
esensiNya dan bukan pula lain dari esensinya.[23]
5. Melihat Tuhan
Menurut beliau manusia dapat melihat Tuhan hal ini
diberitakan oleh Al-Qur”an antara lain dalam firman Allah surat Al-Qiyamah ayat
22 dan 23.
……………………
Beliau lebih lanjut mengatakan bahwa Tuhan kelak di akhirat
dapat dilihat oleh mata, karena Tuhan mempunyai wujud walaupun ia immaterial.
Namun melihat Tuhan kelak tidak dalam wujudnya karena keadaan di akhirat tidak
sama dengan di dunia.[24]
6. Kalam Tuhan
Beliau membedakan antara kalam (baca: sabda) yang tersusun
dengan huruf dan bersuara dengan kalam nafsi ( sabda yang sebenarnya atau makna
abstrak). kalam nafsi adalah sifat qadim bagi Allah, sedangkan kalam yang
tersusun dari huruf dan suara adalah baharu (hadist ). Kalam nafsi tidak dapat
kita ketahui hakikatnya dan bagaimana Allah bersifatdengannya (bila kaifai)
tidak dapat kita ketahui , kecuali dengan suatu perantara.[25]
7. Perbuatan
Manusia
Menurut beliau sesuatu yang tedapat dala wujud ini, kecuali
semuanya atas kehendak Tuhan, dan tidak ada yang memaksa atau membatasi
kehendak Tuhan kecualai karena ada hikmah dan keadilan yang ditentukan oleh
kehendakNya sendiri.[26]
8. Pengutsan
Rasul
Menurut beliau akal memerlukan bimbingan ajaran wahyu untuk
mengetahui kewajiban-kewajiban tersebut terjadi. Jadi pengutusan Rasul
berfungsi sebagai sumber informasi. Tanpa mengikuti wahyu yang disampaikan oleh
Rasul berarti manusia telah membebankan sesuatu yang berada di luar
kemampuannya kepada akalnya.[27]
9. Pelaku Dosa
Besar
Beliau berpendapat bahwa orang yang berdosa besar tidak
kafir dan tidak kekeal dalam neraka walaupun ia mati sebelum bertaubat. Hal ini
karena Tuhan telah menjanjikan dan memberikan balasan kepada manusia sesuai
dengan perbuatannya. Kekal didalam neraka hanya kepada orang yang berbuat dosa
syirik. Dengan demikian berbuat dosa besar selain syirik tidak menyebabkan
pelakunya kekal didalam neraka.
Menurut beliau imam itu cukup dengan tasdiq dan ikrarsedangkan amal adalah penyempurnaan
iman.[28]
16/06/2015, 23:30 - Tok Yein Tab: PENUTUTUP
A. Kesimpulan
1. Pengertian
Salaf
Salaf menurut berasal dari kata سلف yang berarti telah lalu,
sedangkan menurut istilah adalah segala yang ada dalam
diri Sahabat Rosul, Tabi’in, Tabi’it Tabi’in, umat
yang sempat mengalami masa pemerintahannya,
mengikuti segala ajarannya, tanpa batasan tempat dan
waktu tertentu.
2. Ciri-Ciri
Ulama Salaf
a. Mendahulukan
Wahyu dari pada akal dalam pengambilan dalil.
b. Membatasi
pengambilan dalil hanya dari Al Qur’an
dan Sunnah.
c. Mengembalikan
makna ta’wil kepada “Ahlul Kalam”
yaitu ALLAH SWT.
d. Menjaga diri
dengan tetap berpegang kepada manhaj/
jalan para sahabat.
3. Tokoh dan
pokok-pokok ajarannya
a. Riwayat
Singkat Hidup Ibn Hanbal
Ia dilahirkan di Bagdad tahun 164 H/780 m,
dan meninggal 241 H/855 M. Ia sering
dipanggil Abu Abdillah karena salah
seorang anaknya bernama Abdillah. Namun, ia
lebih dikenal dengan nama Imam Hanbali karena
merupakan pendiri Mazhab Hanbali.
b. Pokok Pokok
Ajaran
1. Tentang Ayat-Ayat Mutasyabihat
2. Tentang Status
Al-Qur’an
4. Pengertian
khalaf/ Ahlussunnah Waljama’ah
Khalaf berasal dari
kata خلف yang artinya
Masa yang datang sesudah.Khalaf menurut istilah
diartikan sebagai jalan para ulama’ modern,
walaupun tidak dapat dikatakan bahwa semua
ulama’ modern mengikuti jalan ini.
5. Pokok Pokok
Pemikiran Ahlussunah
6. Tokoh dan
Pokok Pemikiran Imam Asya’ry dan Al-Maturidi
a. Imam
Al-Asyar’i
Nama lengkap Al-Asy’ari adalah Abu Al-Hasan
Ali Bin Ismail bin Ishaq bin Salim bin Isma’il bin
Musa bin Bilal bin Abi Burdah bin Abi Musa
Al-Asy’ari. Menurut beberapa riwayat beliau di
lahirkan di Bashrah pada tahun 260H/875M.
Ketika berusia lebih dari 40 tahun, ia hijrah ke
kota Baghdad dan wafat di sana pada tahun 324H/935M.
b. Pemikiran Al-
Asy’ary
a) Tuhan dan
Sifat-Sifatnya
b) Kebebasan dalam
Berkehendak
c) Akal dan Wahyu
dan Kriteria Baik dan Buruk
d) Qadimnya
Al-Qur’an
e) Melihat Allah
f) Keadilan
g) Kedudukan
Orang Berdosa
c. Riwayat
Al-Maturidi
Abu Mansur Al-Maturudi dilahirkan di Maturid,
sebuah kota kecil di daerah Samarkan, tahun
kelahirannya tidak tidak diketahui secara pasti ,
hanya diperkirakan sekitar pertengahan abad
ke-3 Hijriah. Ia wafat pada tahun 333H/944M.
Gurunya dalam bidang fiqh dan teologi bernama
Nasyr bin yahya al-Balahi. Ia wafat pada tahun
268H. Al-Maturidi hidup pada masa
Al-Mutawakil yang memerintah tahun 232-274H.
d. Pemikiran
Al-Maturidi
a) Akal dan Wahyu
b) Perbuatan
Manusia
c) Kekuasaan dan
Kehendak Mutlak Tuhan
d) Sifat Tuhan
e) Melihat Tuhan
f) Kalam Tuhan
g) Perbuatan
Manusia
h) Pengutsan Rasul
i) Pelaku Dosa
Besar
16/06/2015, 23:30 - Tok Yein Tab:
[1] Idrus Alkaf, Kamus Tiga Bahasa Al-Manar ( Surabaya:
Karya Utama, 2000 ), hal 455.
[2]
http://farihailyas.blogspot.com/2010/08/salaf-dan-khalaf-dalam-tawil-ayat-ayat.html
Senin, 23 Agustus 2010
[3] Ibid.,
[4] Abdul Rozak, Ilmu Kalam (Bandung : Pustaka Setia, 2007),
hal 111-112.
[5] Ibid, hal 112-113.
[6] Ibid, hal 113-114
[7] Idrus Alkaf, Kamus Tiga Bahasa Al-Manar, hal 350.
[8]
http://farihailyas.blogspot.com/2010/08/salaf-dan-khalaf-dalam-tawil-ayat-ayat.html
Senin, 23 Agustus 2010
[9] Abdul Rozak, Ilmu Kalam, hal 119.
[10]
http://ahlussunah-wal-jamaah.blogspot.com/2012/02/ajaran-ajaran-ahlussunnah-wal-jamaah.html
[11] Abdul Rozak, Ilmu Kalam, hal 124.
[12] Ibid, hal 121.
[13] Ibid, hal 122.
[14] Ibid.,
[15] Ibid.,
[16] Ibid, hal 123.
[17] Ibid.,
[18] Ibid, hal 124.
[19] Ibid, hal 124-125.
[20] Ibid, hal 125-126.
[21] Ibid, hal 126.
[22] Ibid, hal 128.
[23] Ibid.,
[24] Ibid, hal 129.
[25] Ibid.,
[26] Ibid, hal 129-130.
[27] Ibid, hal 130.
[28] Ibid.,
16/06/2015, 23:37 - Tok Yein Tab: Apakah Tabarruk Itu?
Sudah menjadi pengetahuan umum, kaum Muslim sangat
mengharapkan barakah dalam hidupnya. Usaha mencari barakah ini disebut dengan
“Tabarruk” yang ternyata sangat rapat kaitannya dengan tauhid seorang muslim.
Salah dalam mengambil barakah hanya mendatangkan murka Allah Subhanahu wa
Ta’ala Yang Maha Mendatangkan Barakah.
Suatu ibadah tidak akan diterima di sisi Allah Subhanahu wa
Ta’ala bila syarat-syarat di bawah ini tidak terpenuhi:
Apakah ibadah itu ikhlas dilakukan semata-mata karena Allah
SWT?
Apakah amalan yang dibuat itu sesuai dengan tuntunan
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam?
Tabarruk adalah salah satu bentuk ibadah yang merupakan
salah satu cara mendekatkan diri kepada Allah. Maka diperlukan dalil untuk melakukannya.
Beban membawa dalil ini di atas bahu mereka yang menyatakan boleh, bukannya di
atas bahu mereka yang menyatakan tidak boleh.
Jadi kalau ada yang bertanya, “Adakah hadith sahih atau
firman Allah yang mengatakan tidak boleh bertabarruk dengan walil-wali, atau
guru-guru yang mempunyai sanad hingga Rasulullah saw?
Maka kita bisa menjawab kembali, “Bawakan bukti bahwa para
sahabat pernah melakukan hal tersebut dengan sahabat-sahabat yang lain setelah
kewafatan Nabi saw. Apakah mereka mengambil berkat dari air liur sahabat,
badan-badan sahabat, dll?”
16/06/2015, 23:38 - Tok Yein Tab: Bagaimana Cara Tabarruk?
Agar amalan tabarruk kita sesuai dengan bimbingan Rasulullah
SAW, maka kita perlu mengetahui bagaimana tabarruk yang disyariatkan dan
tabarruk yang dilarang.
Ada beberapa macam tabarruk syari’i yang berkaitan dengan
ucapan, perbuatan, tempat dan waktu.
Ucapan. Misalnya membaca Al Qur’an. Sebagaimana hadits Abu
Umamah Al Bahili Radiyallahu ‘anhu yang diriwayatkan oleh Al Imam Muslim bahwa
Rasullullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda: “Bacalah Al Qur’an kerana
dia (Al Qur’an) akan datang sebagai syafaat pembacanya pada hari kiamat.”
Amalan perbuatan. Misalnya shalat berjama’ah di masjid
berdasarkan hadits ‘Utsman bin ‘Affan Radiyallahu ‘anhu yang diriwayatkan
Muslim bahwa beliau (Utsman) berkata: “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wassalam bersabda: ”Barang siapa yang berwudhu untuk menunaikan sholat
lalu dia menyempurnakan wudhunya, kemudian berjalan kaki untuk sholat wajib
lalu sholat bersama manusia atau jama’ah atau di dalam masjid maka Allah
mengampuni dosa-dosanya.”
Tabarruk dengan tempat-tempat tertentu yang memang Allah
Subhanahu wa Ta’ala jadikan padanya barakah jika ditunaikan amalan-amalan yang
syar’i di dalamnya. Di antaranya Masjid-Masjid Allah Subhanahu wa Ta’ala
terkhusus Masjidil Haram, Masjid Nabawi, Masjidil Aqsha, kota Makkah, kota
Madinah dan Syam.
Tabarruk dengan waktu-waktu yang telah dikhususkan oleh
syari’at dengan anugerah barakah, misalnya bulan Ramadhan, Lailatul Qadar,
sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan, hari Jum’at, sepertiga malam terakhir
setiap harinya, dan lain-lain. Tentunya di dalam waktu-waktu tersebut dipenuhi
dengan amalan-amalan syar’i untuk mendapatkan barakah.
Tabarruk dengan perkara hissi (yang mampu dirasa oleh
pancaindera), misalnya ilmu, dakwah, dan semisalnya. Maka seseorang akan
bertabarruk dengan ilmu dan dakwahnya yang mengajak kepada kebaikan. Jadilah
perkara ini sebagai barakah kerana kita mendapat banyak kebaikan yang melimpah
dengan sebab ilmu dan dakwahnya.
Ada yang bertanya lagi, “Apakah hukum mencari barakah dari
bekas-bekas orang-orang sholih atau tempat-tempat mulia?”
Asy Syaikh Abdurrahman bin Hasan Alu Syaikh rahimahullah di
dalam Fathul Majid Syarah Kitabut Tauhid halaman 167–168 menyatakan, bahawa
tabarruk dengan bekas-bekas orang-orang shalih termasuk bentuk tabarruk yang
terlarang, karena beberapa alasan.
Orang-orang terawal masuk Islam dari kalangan Shahabat dan
setelah mereka, tidak pernah melakukan hal itu kepada orang selain Nabi
Shallallahu ‘alaihi wassalam, tidak ketika hidupnya atau setelah wafatnya.
Kalau seandainya hal itu baik, maka niscaya mereka akan mendahului kita dalam
mengamalkannya.
Tidak boleh seorangpun dari umat ini diqiaskan kepada Nabi
Shallallahu ‘alaihi wassalam dalam perkara ini (tabarruk kepada dzat Nabi
Shallallahu ‘alaihi wassalam), kerana Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam memiliki
pengkhususan-pengkhususan ketika hidupnya yang tidak disamai oleh seorang pun.
Larangan tersebut sebagai pintu yang menutup jalan menuju
kesyirikan yang tidak samar lagi.
Salih bin `Abdul-`Aziz bin Muhammad Aal ash-Shaikh
menambahkan:
Tabarruk dengan zat atau fisik makhluk hanya berkaitan
dengan Rasulullah saw, bukan dengan orang-orang saleh, atau yang semacamnya.
Orang-orang yang menerima barakah hanyalah orang yang
bertauhid dan taat kepada perintah Allah dan rasul-Nya serta menjauhi larangan.
Tabarruk dengan zat atau fisik Rasulullah saw tidak ada lagi
setelah beliau wafat. Kecuali dengan anggota tubuhnya yang masih dapat dijumpai
seperti janggut, dll. Masalhanya apakah dapat dipastikan bahwa janggut itu
betul milik Rasulullah saw, Jadi barangsiapa yang menyatakan bahwa ia milik
Rasulullah, maka perlu mendatangkan silsilah riwayat atau isnad yang membuktika
ia benar-benar dari Rasulullah saw.
16/06/2015, 23:38 - Tok Yein Tab: Latihan untuk membedakan
antara tabarruk syari’i dan yang dilarang.
No Contoh
Kasus Syar’i TidakSyar’i
1 Dalam
kisah Al-Jilaniy, banyak cerita tentang murid-murid mereka mengambil berkat
dengan beliau.
2 Sahabat
minum air kencing Nabi saw.
3 “Pergilah
bersalam dengan orang itu, supaya awak nanti dapat berkat. Mana tahu jadi pandai
sepertinya”
4 Berebut-berebut
ambil ludah Rasulullah saw dan usap pada tubuh mereka.
5 Ambil
peluh Rasulullah saw untuk dijadikan minyak wangi.
6 Minum
air sisa minuman seorang shaikh sewaktu tazkirah untuk ambik berkat.
Dalam satu majelis tareqat ada acara bertabarruk dengan
janggut Nabi saw.
Sumber: al-fikrah.net
16/06/2015, 23:40 - Tok Yein Tab:
http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=apa+itu+salafusoleh&source=web&cd=82&cad=rja&uact=8&ved=0CCMQFjABOFBqFQoTCKy6uI3GlMYCFQhCvAod31wA-A&url=http%3A%2F%2Fwww.nurulfajri.org%2Fbidah-dalam-pandangan-ulama-salaf%2F&ei=OEOAVay-A4iE8QXfuYHADw&usg=AFQjCNFCehiq0vHCMpykSNtuSRWMb4c4_w&sig2=Mg-x1vNQKqkWtI2HeVFLsA
16/06/2015, 23:40 - Tok Yein Tab: Bid’ah Dalam Pandangan
Ulama Salaf
16/06/2015, 23:41 - Tok Yein Tab: Bid’ah, Dalam Pandangan
Para Ulama Salafus Sholeh
Definisi Bid’ah Menurut Bahasa
الْبِدْعَةُ هُوَ مَا ابْتَدَأَ فِعْلَهُ
Bid’ah itu adalah apa yang pertama kali dikerjakan.
(Al Muntaqa’ 1/264,
Bab Ma Ja’a Fi Qiyami Ramadhan)
أَصْلُ البِدْعَةِ مَا عَلىَ غَيْرِ مِثَالِ سَابِقٍ
“Asli Bid’ah itu apa yang tidak ada contoh sebelumnya”.
(Tanwirul Hawali, 1/137, fathul bari, 1/84)
بَدِيعُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَإِذَا قَضَى أَمْرًا فَإِنَّمَا
يَقُولُ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ
“Allah Pencipta langit dan bumi –yang tidak ada contoh
sebelumnya-, dan bila Dia berkehendak (untuk menciptakan) sesuatu, maka
(cukuplah) Dia hanya mengatakan kepadanya: “Jadilah!” lalu jadilah ia”.
(QS.Al-Baqarah, 117 dan QS.Al-An’am 101)
Al-Badi’ ( اَلْبَدِيْع ) yang memiliki dasar kata yang sama
dengan al-Bid’ah menjadi salah satu nama
diantara nama-nama Allah al-Husna.
Hadits-hadits yang menyebutkan larangan melakukan bid’ah:
Jabir bin Abdullah:
…فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَخَيْرُ الْهُدَى
هُدَى مُحَمَّدٍ وَشَرُّ الْأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ
“Sungguh sebaik- sebaik perkataan adalah Kitab Allah dan
sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi Muhammad dan seburuk-buruk perkara
yang diada-adakan dan setiap Bid’ah itu sesat”. (HR.Muslim)
Irbath bin Sariyah:
وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ
بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَة
“…Dan hati-hatilah kalian terhadap perkara yang baru sungguh
setiap yang baru itu bid’ah dan setiap bid’ah itu sesat”. (HR.Abu Daud, Ibnu
Majah)
Bilal bin Harits
إِنَّهُ مَنْ أَحْيَا سُنَّةً مِنْ سُنَّتِي قَدْ أُمِيتَتْ بَعْدِي
فَإِنَّ لَهُ مِنْ الْأَجْرِ مِثْلَ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ
أُجُورِهِمْ شَيْئًا وَمَنْ ابْتَدَعَ بِدْعَةَ ضَلَالَةٍ لَا تُرْضِي اللَّهَ وَرَسُولَهُ
كَانَ عَلَيْهِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ عَمِلَ بِهَا لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أَوْزَارِ
النَّاسِ شَيْئًا
“Sesungguhnya siapa yang menghidupkan satu sunnah dari
sunnahku yang telah mati setelah aku, sungguh baginya pahala seperti yang mengamalkannya
tanpa dikurangi dari pahalanya sedikitpun, dan siapa yang mengadakan bid’ah
yang sesat tidak diridhai Allah dan rasul-Nya maka baginya dosa setiap yang
mengamalkannya tanpa dikurangi dari dosa manusia sedikitpun”.(HR.Thurmudzi,
Ibnu Majah)
لَا يَقْبَلُ اللَّهُ لِصَاحِبِ بِدْعَةٍ صَوْمًا وَلَا صَلَاةً
وَلَا صَدَقَةً وَلَا حَجًّا وَلَا عُمْرَةً وَلَا جِهَادًا وَلَا صَرْفًا وَلَا عَدْلًا
يَخْرُجُ مِنْ الْإِسْلَامِ كَمَا تَخْرُجُ الشَّعَرَةُ مِنْ الْعَجِينِ
“Allah tidak menerima bagi pelaku bid’ah, puasa, sholat,
sedekah, haji, umrah, jihad, amalan yang sunnah dan wajib. Dia keluar dari
Agama Islam seperti keluarnya rambut dari terigu”.(HR.Ibnu Majah)
Ibnu Abbas:
أَبَى اللَّهُ أَنْ يَقْبَلَ عَمَلَ صَاحِبِ بِدْعَةٍ حَتَّى يَدَعَ
بِدْعَتَهُ
“Allah enggan untuk menerima perbuatan ahli Bid’ah sehingga
meninggalkan kebid’ahannya”. (HR.Ibnu Majah)
Khudzaif bin Malik at-Tsumali:
مَا أَحْدَثَ قَوْمٌ بِدْعَةً إِلَّا رُفِعَ مِثْلُهَا مِنْ السُّنَّةِ
فَتَمَسُّكٌ بِسُنَّةٍ خَيْرٌ مِن�
16/06/2015, 23:43 - Tok Yein Tab: Khudzaif bin Malik
at-Tsumali:
مَا أَحْدَثَ قَوْمٌ بِدْعَةً إِلَّا رُفِعَ مِثْلُهَا مِنْ السُّنَّةِ
فَتَمَسُّكٌ بِسُنَّةٍ خَيْرٌ مِنْ إِحْدَاثِ بِدْعَةٍ
Tidak ada satu kaum mengadakan Bid’ah kecuali diangkat yang
sejenisnya sebuah sunnah, berpegang dengan sunnah lebih baik dari mengadakan
kebid’ahan”.(HR.al-Musnad)
لَا يَقْبَلُ اللَّهُ لِصَاحِبِ بِدْعَةٍ صَوْمًا وَلَا صَلَاةً
وَلَا صَدَقَةً وَلَا حَجًّا وَلَا عُمْرَةً وَلَا جِهَادًا وَلَا صَرْفًا وَلَا عَدْلًا
يَخْرُجُ مِنْ الْإِسْلَامِ كَمَا تَخْرُجُ الشَّعَرَةُ مِنْ الْعَجِينِ
“Allah tidak menerima bagi pelaku bid’ah, puasa, sholat,
sedekah, haji, umrah, jihad, amalan yang sunnah dan wajib. Dia keluar dari
Agama Islam seperti keluarnya rambut dari terigu”.(HR.Ibnu Majah)
Ibnu Abbas:
أَبَى اللَّهُ أَنْ يَقْبَلَ عَمَلَ صَاحِبِ بِدْعَةٍ حَتَّى يَدَعَ
بِدْعَتَهُ
“Allah enggan untuk menerima perbuatan ahli Bid’ah sehingga
meninggalkan kebid’ahannya”. (HR.Ibnu Majah)
Khudzaif bin Malik at-Tsumali:
مَا أَحْدَثَ قَوْمٌ بِدْعَةً إِلَّا رُفِعَ مِثْلُهَا مِنْ السُّنَّةِ
فَتَمَسُّكٌ بِسُنَّةٍ خَيْرٌ مِنْ إِحْدَاثِ بِدْعَةٍ
Tidak ada satu kaum mengadakan Bid’ah kecuali diangkat yang
sejenisnya sebuah sunnah, berpegang dengan sunnah lebih baik dari mengadakan
kebid’ahan”.(HR.al-Musnad)
Menurut Abdurrahman bin Abdul Qarriy berkata;
خَرَجْتُ مَعَ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ فِي رَمَضَانَ إِلَى الْمَسْجِدِ
فَإِذَا النَّاسُ أَوْزَاعٌ مُتَفَرِّقُونَ يُصَلِّي الرَّجُلُ لِنَفْسِهِ وَيُصَلِّي
الرَّجُلُ فَيُصَلِّي بِصَلَاتِهِ الرَّهْطُ فَقَالَ عُمَرُ وَاللَّهِ إِنِّي لَأَرَانِي
لَوْ جَمَعْتُ هَؤُلَاءِ عَلَى قَارِئٍ وَاحِدٍ لَكَانَ أَمْثَلَ فَجَمَعَهُمْ عَلَى
أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ قَالَ ثُمَّ خَرَجْتُ مَعَهُ لَيْلَةً أُخْرَى وَالنَّاسُ يُصَلُّونَ
بِصَلَاةِ قَارِئِهِمْ فَقَالَ عُمَرُ نِعْمَتِ الْبِدْعَةُ هَذِهِ
Aku keluar dengan Umar bin Khattab di bulan Ramadhan ke
masjid (Nabawi), saat itu manusia mendirikan sholat sendiri-sendiri dan
berkelompok, berkata Umar; demi Allah aku berpendapat jika mereka mendirikannya
dengan imam yang satu maka akan lebih baik, maka mereka dikumpulkan pada Ubay
bin Ka’ab. Kemudia aku keluar bersamanya di malam yang lain saat itu manusia
sedang mendirikan sholat dengan cara berjamah dengan imam mereka (Ubay), maka
Umar berkata : “Inilah sebaik-baiknya bid’ah…”. (Al-Muwattha’ Imam Malik, 1/340
Bab Ma Ja’a Fi Qiyami Ramadhan. Bukhari Bab Fadhlu Qiyami Ramadhan, 7/135,
begitu juga disebutkan di dalam kitab Syarah Ibnu Batthal, Bab ke 4, 7/170)
16/06/2015, 23:44 - Tok Yein Tab: Apa Pendapat Para Ulama
Tentang Makna Bid’ah dalam riwayat-riwayat tersebut di atas ?
o Ada Ulama yang
berpendapat bahwa yang dimaksud dengan Bid’ah adalah segala perbuatan yang
tidak pernah dilakukan atau dicontohkan oleh Rasul dan bagi mereka yang
melakukannya tergolongan melakukan sesuatu yang dilarang dan mengandung
kesia-siaan bahkan jika tidak segera bertaubat maka akan mengalami kesesatan.
o Sebagian ulama
mengatakan; Tidak setiap yang tidak pernah dilakukan atau dicontohkan oleh Nabi
itu Bid’ah yang tergolong sesat, tetapi Bid’ah itu sendiri terbagi-bagi ada
yang dilarang dan ada yang diperbolehkan. Mereka yang berpendapat seperti ini,
seperti;
q Imam Syafi’i:
الْبِدْعَة بِدْعَتَانِ : مَحْمُودَة وَمَذْمُومَة ، فَمَا وَافَقَ
السُّنَّة فَهُوَ مَحْمُود وَمَا خَالَفَهَا فَهُوَ مَذْمُوم
Bid’ah itu dua macam: terpuji dan tercela, apa yang sejalan
dengan sunnah maka dia itu terpuji dan yang bertentangan dengan sunnah tercela.
(HR.Abu Nuaim)
الْمُحْدَثَات ضَرْبَانِ مَا أُحْدِث يُخَالِف كِتَابًا أَوْ سُنَّة
أَوْ أَثَرًا أَوْ إِجْمَاعًا فَهَذِهِ بِدْعَة الضَّلَال ، وَمَا أُحْدِث مِنْ الْخَيْر
لَا يُخَالِف شَيْئًا مِنْ ذَلِكَ فَهَذِهِ مُحْدَثَة غَيْر مَذْمُومَة
Perkara-perkara baru itu ada dua macam: perkara baru yang
bertentangan dengan Kitab, Sunnah, Atsar dan Ijma’ maka inilah bid’ah. Dan
perkara baru yang mengandung kebaikan tidak bertentangan dengan salah satu yang
disebutkan, maka bid’ah yang seperti ini tidaklah tercela.(HR.Baihaqi)
q Imam Ibnu Hajar
al-Asqolani:
وَالْبِدْعَة أَصْلُهَا مَا أُحْدِثَ عَلَى غَيْر مِثَالٍ سَابِقٍ،
وَتُطْلَقُ فِي الشَّرْع فِي مُقَابِلِ السُّنَّةِ فَتَكُونُ مَذْمُومَةً، وَالتَّحْقِيقُ
أَنَّهَا إِنْ كَانَتْ مِمَّا تَنْدَرِجُ تَحْت مُسْتَحْسِنٍ فِي الشَّرْعِ فَهِيَ
حَسَنَةٌ وَإِنْ كَانَ مِمَّا تَنْدَرِجُ تَحْتَ مُسْتَقْبَحٍ فِي الشَّرْعِ فَهِيَ
مُسْتَقْبَحَةٌ وَإِلَّا فَهِيَ مِنْ قِسْمِ الْمُبَاحِ وَقَدْ تَنْقَسِمُ إِلَى الْأَحْكَامِ
الْخَمْسَةِ .
Bid’ah itu sesuatu yang tidak ada contoh sebelumnya,
diitlakkan dalam syariat sesuatu yang bertentangan dengan sunnah saat itu
menjadi bid’ah yang tercela. Yang benar, jika perbuatan itu terdiri dari
perbuatan baik menurut syariat maka dia baik tapi bila terdiri dari perbuatan
yang tidak baik maka dia buruk jika tidak dia menjadi mubah, dan terkadang dia
terbagi menjadi lima macam hukum..”.(Fathul Bari, 6/292, Fadhlu Man Qama
Ramadhan)
q Imam Nawawi dan
Ibnu Abdus Salam:
” الْبِدْعَة خَمْسَة أَقْسَام ” فَالْوَاجِبَة ” كَالِاشْتِغَالِ
بِالنَّحْوِ الَّذِي يُفْهَم بِهِ كَلَام اللَّه وَرَسُوله لِأَنَّ حِفْظ الشَّرِيعَة
وَاجِب، وَكَذَا شَرْح الْغَرِيب وَتَدْوِين أُصُول الْفِقْه وَالتَّوَصُّل إِلَى تَمْيِيز
الصَّحِيح وَالسَّقِيم ” وَالْمُحَرَّمَة ” مَا رَتَّبَهُ مَنْ خَالَفَ السُّنَّة مِنْ
الْقَدَرِيَّة وَالْمُرْجِئَة وَالْمُشَبِّهَة ” وَالْمَنْدُوبَة ” كُلّ إِحْسَان لَمْ
يُعْهَد عَيْنُهُ فِي الْعَهْد النَّبَوِيّ كَالِاجْتِمَاعِ عَلَى التَّرَاوِيح وَبِنَاء
الْمَدَارِس وَالرُّبَط وَالْكَلَام فِي الت�
16/06/2015, 23:45 - Tok Yein Tab: Bid’ah itu ada lima macam
hukumnya; (Wajib) seperti menyibukkan diri dengan ilmu Nahu demi memahami
firman Allah dan Rasulnya karena menjaga syariat Islam adalah wajib, begitu
juga belajar syarah gharib, membukukan usul fiqih dan sarana untuk membedakan
yang shahih dan tidak shahih. (Haram) perkara yang bertentangan dengan sunnah
seperi dari golongan Qadariah, Murjiah dan Musyabbihah. (Mandub) segala
kebaikan yang dzatnya tidak dilakukan di masa Nabi, seperti sholat tarawih
berjama’ah, membangun sekolah dan pesantren. Mengkaji tasawuf, mendirikan
tempat untuk berdiskusi yang dilakukan karena Allah.(Mubah) seperti berjabat
tangan setelah sholat Subuh dan Ashar dan mengadakan hal-hal yang baru dalam
perkara makan, minum dan tempat tinggal. (makruh) bid’ah juga dapat makruh jika
meninggalkan yang lebih utama. (Fathul Bari, 20/330, Bab Al-Iqtida’ Bi Sunanir
Rasulillah, syarah Muslim, VI/154)
q Khatib
al-Baghdadi:
Bid’ah itu adalah segala sesuatu yang diada-adakan dengan
tanpa sumber dari Agama dan juga tanpa timbangan dan qiyas darinya adapun
sebagian perkara baru yang didasarkan kepada kaidah-kaidah usul dan dapat
dikembalikan kepadanya, maka tidaklah dia termasuk bid’ah (secara syar’i) dan
tidaklah pula dia sesat”.(Ma’alimus Sunan, IV/301)
q Ibnu Abdul Bar;
Bid’ah itu menurut ucapan orang-orang Arab adalah
mengada-adakan dan mengawali sesuatu yang belum pernah ada, maka perkara yang
diada-adakan dalam agama yang menyalahi sunnah yang telah diamalkan, maka ituah
bid’ah yang tidak ada kebaikannya dan wajiblah mencela dan mencegah
pelaksanaannya, menjauhinya dan mengusir pelakunya. Sedangkan Bid’ah yang tidak
menyalahi sumber syariat dan sunnah, maka itulah ‘sebaik-baik’ bid’ah yang
dikatakan Umar bin Khattab.
Pendapat yang seperti ini banyak kita temui, diantaranya;
Ali al-Qari dalam Syarhul Miskat
Ibnu Muluk dalam Mabaariqul Azhar Syarah Masyaariqul Anwar
Jalaluddin as-Suyuthi dalam risalahnya Husnul Maqashid Fii
A’malil Maulid dan dalam risalahnya al-Mashoobih Fii Sholatit Tarawih
Al-Qastholani dalam Irsyadus Saari Syarah Shahih Bukhari
Az-Zargooni dalam syarah al-Muwattha
al-Hafidz Abu Syamah
dalam kitabnya Al-Baat’its al Inkaril Bida’ Wal Hawadits
Al-Halabi dalam Insanul Uyun Fii Siirotin Nabiyyil Makmun
Al-Baaji dalam al-Muntaqo Syarah al-Muwattho
Ibnul Arabi’ dalam Aaridhatul Ahwadzi Syarah at-Turmudzi
As-Syaukani dalam kitabnya Nailul Authar
16/06/2015, 23:46 - Tok Yein Tab: Tidak Setiap yang Tidak
Dilakukan Rasul itu Bid’ah
Para ulama hadits menuliskan beberapa riwayat yang
menyebutkan perbuatan sahabat yang tidak pernah dilakukan oleh Rasul, seperti:
Menambah do’a setelah ruku’,dari riwayat Rifa’ah bin Rafi
az-Zuragi:
كُنَّا يَوْمًا نُصَلِّي وَرَاءَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَلَمَّا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنْ الرَّكْعَةِ قَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ
حَمِدَهُ قَالَ رَجُلٌ وَرَاءَهُ رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ حَمْدًا كَثِيرًا طَيِّبًا
مُبَارَكًا فِيهِ فَلَمَّا انْصَرَفَ قَالَ مَنْ الْمُتَكَلِّمُ قَالَ أَنَا قَالَ
رَأَيْتُ بِضْعَةً وَثَلَاثِينَ مَلَكًا يَبْتَدِرُونَهَا أَيُّهُمْ يَكْتُبُهَا أَوَّلُ
Dari Rifa’ah bin Rafi az-Zuraqi, pada suatu hari aku sholat
di belakang Rasul, ketika berdiri I’tidal mengucapkan Sami’allahu liman
Hamidah. Salah seorang makmum menyusul ucapan beliau dengan berdo’a;
“Rabbana…”,selesai sholat Rasul bersabda: Siapa tadi yang berdo’a ? Orang yang
bersangkutan menjawab; Saya. Rasul bersabda: “Aku melihat lebih dari tiga puluh
malaikat berpacu ingin mencatat do’a itu lebih dulu”. (HR.Bukhari)
Menambah Surat dalam sholat, dari riwayat Aisyah dan Anas
bin Malik:
انَ رَجُلٌ مِنْ الْأَنْصَارِ يَؤُمُّهُمْ فِي مَسْجِدِ قُبَاءٍ
وَكَانَ كُلَّمَا افْتَتَحَ سُورَةً يَقْرَأُ بِهَا لَهُمْ فِي الصَّلاَةِ مِمَّا يَقْرَأُ
بِهِ افْتَتَحَ بِ قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ حَتَّى يَفْرُغَ مِنْهَا ثُمَّ يَقْرَأُ
سُورَةً أُخْرَى مَعَهَا وَكَانَ يَصْنَعُ ذَلِكَ فِي كُلِّ رَكْعَةٍ فَكَلَّمَهُ أَصْحَابُهُ
فَقَالُوا إِنَّكَ تَفْتَتِحُ بِهَذِهِ السُّورَةِ ثُمَّ لاَ تَرَى أَنَّهَا تُجْزِئُكَ
حَتَّى تَقْرَأَ بِأُخْرَى فَإِمَّا تَقْرَأُ بِهَا وَإِمَّا أَنْ تَدَعَهَا وَتَقْرَأَ
بِأُخْرَىفَقَالَ مَا أَنَا بِتَارِكِهَا إِنْ أَحْبَبْتُمْ أَنْ أَؤُمَّكُمْ بِذَلِكَ
فَعَلْتُ وَإِنْ كَرِهْتُمْ تَرَكْتُكُمْ وَكَانُوا يَرَوْنَ أَنَّهُ مِنْ أَفْضَلِهِمْ
وَكَرِهُوا أَنْ يَؤُمَّهُمْ غَيْرُهُ فَلَمَّا أَتَاهُمْ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخْبَرُوهُ الْخَبَرَفَقَالَ يَا فُلَانُ مَا يَمْنَعُكَ أَنْ
تَفْعَلَ مَا يَأْمُرُكَ بِهِ أَصْحَابُكَ وَمَا يَحْمِلُكَ عَلَى لُزُومِ هَذِهِ السُّورَةِ
فِي كُلِّ رَكْعَةٍ فَقَالَ إِنِّي أُحِبُّهَا فَقَالَ حُبُّكَ إِيَّاهَا أَدْخَلَكَ
الْجَنَّةَ
Seorang Imam di masjid Quba yang saat menjadi imam selalu
membaca surat al-Ikhlas kemudian membaca surat yang lain dia melakukan itu
setiap raka’atnya, lalu para sahabatnya menegur akan perbuatannya tersebut,
imam menjawab: Aku tidak akan meninggalkannya, jika kalian suka yang demikian
maka saya tetap menjadi imam dan jika kalian tidak suka maka carilah imam
lainnya. Mereka melihat orang itu adalah yang terbaik dan mereka tidak
menginginkan orang lain. Setelah diadukan kepada Nabi, beliau bertanya kepada
sang imam: Mengapa engkau tidak menuruti apa yang dikatakan oleh para sahabatmu
dan mengapa engkau selalu membaca surat itu di setiap raka’at ?, Imam menjawab:
Kare
16/06/2015, 23:50 - Tok Yein Tab: Tidak Setiap yang Tidak
Dilakukan Rasul itu Bid’ah
Para ulama hadits menuliskan beberapa riwayat yang
menyebutkan perbuatan sahabat yang tidak pernah dilakukan oleh Rasul, seperti:
Menambah do’a setelah ruku’,dari riwayat Rifa’ah bin Rafi
az-Zuragi:
كُنَّا يَوْمًا نُصَلِّي وَرَاءَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَلَمَّا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنْ الرَّكْعَةِ قَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ
حَمِدَهُ قَالَ رَجُلٌ وَرَاءَهُ رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ حَمْدًا كَثِيرًا طَيِّبًا
مُبَارَكًا فِيهِ فَلَمَّا انْصَرَفَ قَالَ مَنْ الْمُتَكَلِّمُ قَالَ أَنَا قَالَ
رَأَيْتُ بِضْعَةً وَثَلَاثِينَ مَلَكًا يَبْتَدِرُونَهَا أَيُّهُمْ يَكْتُبُهَا أَوَّلُ
Dari Rifa’ah bin Rafi az-Zuraqi, pada suatu hari aku sholat
di belakang Rasul, ketika berdiri I’tidal mengucapkan Sami’allahu liman
Hamidah. Salah seorang makmum menyusul ucapan beliau dengan berdo’a;
“Rabbana…”,selesai sholat Rasul bersabda: Siapa tadi yang berdo’a ? Orang yang
bersangkutan menjawab; Saya. Rasul bersabda: “Aku melihat lebih dari tiga puluh
malaikat berpacu ingin mencatat do’a itu lebih dulu”. (HR.Bukhari)
Menambah Surat dalam sholat, dari riwayat Aisyah dan Anas
bin Malik:
انَ رَجُلٌ مِنْ الْأَنْصَارِ يَؤُمُّهُمْ فِي مَسْجِدِ قُبَاءٍ
وَكَانَ كُلَّمَا افْتَتَحَ سُورَةً يَقْرَأُ بِهَا لَهُمْ فِي الصَّلاَةِ مِمَّا يَقْرَأُ
بِهِ افْتَتَحَ بِ قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ حَتَّى يَفْرُغَ مِنْهَا ثُمَّ يَقْرَأُ
سُورَةً أُخْرَى مَعَهَا وَكَانَ يَصْنَعُ ذَلِكَ فِي كُلِّ رَكْعَةٍ فَكَلَّمَهُ أَصْحَابُهُ
فَقَالُوا إِنَّكَ تَفْتَتِحُ بِهَذِهِ السُّورَةِ ثُمَّ لاَ تَرَى أَنَّهَا تُجْزِئُكَ
حَتَّى تَقْرَأَ بِأُخْرَى فَإِمَّا تَقْرَأُ بِهَا وَإِمَّا أَنْ تَدَعَهَا وَتَقْرَأَ
بِأُخْرَىفَقَالَ مَا أَنَا بِتَارِكِهَا إِنْ أَحْبَبْتُمْ أَنْ أَؤُمَّكُمْ بِذَلِكَ
فَعَلْتُ وَإِنْ كَرِهْتُمْ تَرَكْتُكُمْ وَكَانُوا يَرَوْنَ أَنَّهُ مِنْ أَفْضَلِهِمْ
وَكَرِهُوا أَنْ يَؤُمَّهُمْ غَيْرُهُ فَلَمَّا أَتَاهُمْ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخْبَرُوهُ الْخَبَرَفَقَالَ يَا فُلَانُ مَا يَمْنَعُكَ أَنْ
تَفْعَلَ مَا يَأْمُرُكَ بِهِ أَصْحَابُكَ وَمَا يَحْمِلُكَ عَلَى لُزُومِ هَذِهِ السُّورَةِ
فِي كُلِّ رَكْعَةٍ فَقَالَ إِنِّي أُحِبُّهَا فَقَالَ حُبُّكَ إِيَّاهَا أَدْخَلَكَ
الْجَنَّةَ
Seorang Imam di masjid Quba yang saat menjadi imam selalu
membaca surat al-Ikhlas kemudian membaca surat yang lain dia melakukan itu
setiap raka’atnya, lalu para sahabatnya menegur akan perbuatannya tersebut,
imam menjawab: Aku tidak akan meninggalkannya, jika kalian suka yang demikian
maka saya tetap menjadi imam dan jika kalian tidak suka maka carilah imam
lainnya. Mereka melihat orang itu adalah yang terbaik dan mereka tidak menginginkan
orang lain. Setelah diadukan kepada Nabi, beliau bertanya kepada sang imam:
Mengapa engkau tidak menuruti apa yang dikatakan oleh para sahabatmu dan
mengapa engkau selalu membaca surat itu di setiap raka’at ?, Imam menjawab:
Kare
16/06/2015, 23:51 - Tok Yein Tab: Tidak Setiap yang Tidak
Dilakukan Rasul itu Bid’ah
Para ulama hadits menuliskan beberapa riwayat yang
menyebutkan perbuatan sahabat yang tidak pernah dilakukan oleh Rasul, seperti:
Menambah do’a setelah ruku’,dari riwayat Rifa’ah bin Rafi az-Zuragi:
كُنَّا يَوْمًا نُصَلِّي وَرَاءَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَلَمَّا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنْ الرَّكْعَةِ قَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ
حَمِدَهُ قَالَ رَجُلٌ وَرَاءَهُ رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ حَمْدًا كَثِيرًا طَيِّبًا
مُبَارَكًا فِيهِ فَلَمَّا انْصَرَفَ قَالَ مَنْ الْمُتَكَلِّمُ قَالَ أَنَا قَالَ
رَأَيْتُ بِضْعَةً وَثَلَاثِينَ مَلَكًا يَبْتَدِرُونَهَا أَيُّهُمْ يَكْتُبُهَا أَوَّلُ
Dari Rifa’ah bin Rafi az-Zuraqi, pada suatu hari aku sholat
di belakang Rasul, ketika berdiri I’tidal mengucapkan Sami’allahu liman
Hamidah. Salah seorang makmum menyusul ucapan beliau dengan berdo’a;
“Rabbana…”,selesai sholat Rasul bersabda: Siapa tadi yang berdo’a ? Orang yang
bersangkutan menjawab; Saya. Rasul bersabda: “Aku melihat lebih dari tiga puluh
malaikat berpacu ingin mencatat do’a itu lebih dulu”. (HR.Bukhari)
Menambah Surat dalam sholat, dari riwayat Aisyah dan Anas
bin Malik:
انَ رَجُلٌ مِنْ الْأَنْصَارِ يَؤُمُّهُمْ فِي مَسْجِدِ قُبَاءٍ
وَكَانَ كُلَّمَا افْتَتَحَ سُورَةً يَقْرَأُ بِهَا لَهُمْ فِي الصَّلاَةِ مِمَّا يَقْرَأُ
بِهِ افْتَتَحَ بِ قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ حَتَّى يَفْرُغَ مِنْهَا ثُمَّ يَقْرَأُ
سُورَةً أُخْرَى مَعَهَا وَكَانَ يَصْنَعُ ذَلِكَ فِي كُلِّ رَكْعَةٍ فَكَلَّمَهُ أَصْحَابُهُ
فَقَالُوا إِنَّكَ تَفْتَتِحُ بِهَذِهِ السُّورَةِ ثُمَّ لاَ تَرَى أَنَّهَا تُجْزِئُكَ
حَتَّى تَقْرَأَ بِأُخْرَى فَإِمَّا تَقْرَأُ بِهَا وَإِمَّا أَنْ تَدَعَهَا وَتَقْرَأَ
بِأُخْرَىفَقَالَ مَا أَنَا بِتَارِكِهَا إِنْ أَحْبَبْتُمْ أَنْ أَؤُمَّكُمْ بِذَلِكَ
فَعَلْتُ وَإِنْ كَرِهْتُمْ تَرَكْتُكُمْ وَكَانُوا يَرَوْنَ أَنَّهُ مِنْ أَفْضَلِهِمْ
وَكَرِهُوا أَنْ يَؤُمَّهُمْ غَيْرُهُ فَلَمَّا أَتَاهُمْ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخْبَرُوهُ الْخَبَرَفَقَالَ يَا فُلَانُ مَا يَمْنَعُكَ أَنْ
تَفْعَلَ مَا يَأْمُرُكَ بِهِ أَصْحَابُكَ وَمَا يَحْمِلُكَ عَلَى لُزُومِ هَذِهِ السُّورَةِ
فِي كُلِّ رَكْعَةٍ فَقَالَ إِنِّي أُحِبُّهَا فَقَالَ حُبُّكَ إِيَّاهَا أَدْخَلَكَ
الْجَنَّةَ
Seorang Imam di masjid Quba yang saat menjadi imam selalu
membaca surat al-Ikhlas kemudian membaca surat yang lain dia melakukan itu setiap
raka’atnya, lalu para sahabatnya menegur akan perbuatannya tersebut, imam
menjawab: Aku tidak akan meninggalkannya, jika kalian suka yang demikian maka
saya tetap menjadi imam dan jika kalian tidak suka maka carilah imam lainnya.
Mereka melihat orang itu adalah yang terbaik dan mereka tidak menginginkan
orang lain. Setelah diadukan kepada Nabi, beliau bertanya kepada sang imam:
Mengapa engkau tidak menuruti apa yang dikatakan oleh para sahabatmu dan
mengapa engkau selalu membaca surat itu di setiap raka’at ?, Imam menjawab:
Kare
16/06/2015, 23:52 - Tok Yein Tab: Tidak Setiap yang Tidak
Dilakukan Rasul itu Bid’ah
Para ulama hadits menuliskan beberapa riwayat yang
menyebutkan perbuatan sahabat yang tidak pernah dilakukan oleh Rasul, seperti:
Menambah do’a setelah ruku’,dari riwayat Rifa’ah bin Rafi
az-Zuragi:
كُنَّا يَوْمًا نُصَلِّي وَرَاءَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَلَمَّا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنْ الرَّكْعَةِ قَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ
حَمِدَهُ قَالَ رَجُلٌ وَرَاءَهُ رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ حَمْدًا كَثِيرًا طَيِّبًا
مُبَارَكًا فِيهِ فَلَمَّا انْصَرَفَ قَالَ مَنْ الْمُتَكَلِّمُ قَالَ أَنَا قَالَ
رَأَيْتُ بِضْعَةً وَثَلَاثِينَ مَلَكًا يَبْتَدِرُونَهَا أَيُّهُمْ يَكْتُبُهَا أَوَّلُ
Dari Rifa’ah bin Rafi az-Zuraqi, pada suatu hari aku sholat di
belakang Rasul, ketika berdiri I’tidal mengucapkan Sami’allahu liman Hamidah.
Salah seorang makmum menyusul ucapan beliau dengan berdo’a; “Rabbana…”,selesai
sholat Rasul bersabda: Siapa tadi yang berdo’a ? Orang yang bersangkutan
menjawab; Saya. Rasul bersabda: “Aku melihat lebih dari tiga puluh malaikat
berpacu ingin mencatat do’a itu lebih dulu”. (HR.Bukhari)
Menambah Surat dalam sholat, dari riwayat Aisyah dan Anas
bin Malik:
انَ رَجُلٌ مِنْ الْأَنْصَارِ يَؤُمُّهُمْ فِي مَسْجِدِ قُبَاءٍ
وَكَانَ كُلَّمَا افْتَتَحَ سُورَةً يَقْرَأُ بِهَا لَهُمْ فِي الصَّلاَةِ مِمَّا يَقْرَأُ
بِهِ افْتَتَحَ بِ قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ حَتَّى يَفْرُغَ مِنْهَا ثُمَّ يَقْرَأُ
سُورَةً أُخْرَى مَعَهَا وَكَانَ يَصْنَعُ ذَلِكَ فِي كُلِّ رَكْعَةٍ فَكَلَّمَهُ أَصْحَابُهُ
فَقَالُوا إِنَّكَ تَفْتَتِحُ بِهَذِهِ السُّورَةِ ثُمَّ لاَ تَرَى أَنَّهَا تُجْزِئُكَ
حَتَّى تَقْرَأَ بِأُخْرَى فَإِمَّا تَقْرَأُ بِهَا وَإِمَّا أَنْ تَدَعَهَا وَتَقْرَأَ
بِأُخْرَىفَقَالَ مَا أَنَا بِتَارِكِهَا إِنْ أَحْبَبْتُمْ أَنْ أَؤُمَّكُمْ بِذَلِكَ
فَعَلْتُ وَإِنْ كَرِهْتُمْ تَرَكْتُكُمْ وَكَانُوا يَرَوْنَ أَنَّهُ مِنْ أَفْضَلِهِمْ
وَكَرِهُوا أَنْ يَؤُمَّهُمْ غَيْرُهُ فَلَمَّا أَتَاهُمْ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخْبَرُوهُ الْخَبَرَفَقَالَ يَا فُلَانُ مَا يَمْنَعُكَ أَنْ
تَفْعَلَ مَا يَأْمُرُكَ بِهِ أَصْحَابُكَ وَمَا يَحْمِلُكَ عَلَى لُزُومِ هَذِهِ السُّورَةِ
فِي كُلِّ رَكْعَةٍ فَقَالَ إِنِّي أُحِبُّهَا فَقَالَ حُبُّكَ إِيَّاهَا أَدْخَلَكَ
الْجَنَّةَ
16/06/2015, 23:54 - Tok Yein Tab: Seorang Imam di masjid
Quba yang saat menjadi imam selalu membaca surat al-Ikhlas kemudian membaca
surat yang lain dia melakukan itu setiap raka’atnya, lalu para sahabatnya
menegur akan perbuatannya tersebut, imam menjawab: Aku tidak akan
meninggalkannya, jika kalian suka yang demikian maka saya tetap menjadi imam
dan jika kalian tidak suka maka carilah imam lainnya. Mereka melihat orang itu
adalah yang terbaik dan mereka tidak menginginkan orang lain. Setelah diadukan
kepada Nabi, beliau bertanya kepada sang imam: Mengapa engkau tidak menuruti
apa yang dikatakan oleh para sahabatmu dan mengapa engkau selalu membaca surat
itu di setiap raka’at ?, Imam menjawab: Karena aku mencintainya. Maka Rasul
bersabda: “Cintamu kepadanya menyebabkan kamu masuk ke dalam
surga”.(HR.Bukhari)
Ruqyah dengan menggunakan air, dari riwayat Ibnu Abbas
أَنَّ نَفَرًا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ مَرُّوا بِمَاءٍ فِيهِمْ لَدِيغٌ أَوْ سَلِيمٌ فَعَرَضَ لَهُمْ رَجُلٌ مِنْ
أَهْلِ الْمَاءِ فَقَالَ هَلْ فِيكُمْ مِنْ رَاقٍ إِنَّ فِي الْمَاءِ رَجُلا لَدِيغًا
أَوْ سَلِيمًا فَانْطَلَقَ رَجُلٌ مِنْهُمْ فَقَرَأَ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ عَلَى
شَاءٍ فَبَرَأَ فَجَاءَ بِالشَّاءِ إِلَى أَصْحَابِهِ فَكَرِهُوا ذَلِكَ وَقَالُوا
أَخَذْتَ عَلَى كِتَابِ اللَّهِ أَجْرًا حَتَّى قَدِمُوا الْمَدِينَةَ فَقَالُوا يَا
رَسُولَ اللَّهِ أَخَذَ عَلَى كِتَابِ اللَّهِ أَجْرًا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ أَحَقَّ مَا أَخَذْتُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا كِتَابُ
اللَّهِ
Sebagian sahabat mengobati kepala suku dengan membacakan
surat al-Fatehah. (HR.Al-Bukhari. Hadits yang serupa dengaurmudzi dan Nasa’in
ini juga disebutkan dalam Abu Daud, T)
Berdo’a, riwayat dari Hantholah bin Ali:
دخَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَسْجِدَ
فَإِذَا هُوَ بِرَجُلٍ قَدْ قَضَى صَلَاتَهُ وَهُوَ يَتَشَهَّدُ وَهُوَ يَقُولُ اللَّهُمَّ
إِنِّي أَسْأَلُكَ يَا أَللَّهُ الْأَحَدُ الصَّمَدُ الَّذِي لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ
وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ أَنْ تَغْفِرَ لِي ذُنُوبِي إِنَّكَ أَنْتَ الْغَفُورُ
الرَّحِيمُ قَالَ فَقَالَ قَدْ غُفِرَ لَهُ قَدْ غُفِرَ لَهُ ثَلَاثًا
Rasul ketika masuk ke masjid, ada seseorang yang usai
mendirikan sholat membaca do’a:”….”, Rasul bersabda “Sungguh telah diampuni
dosa baginya” ucapan ini diulang sebanyak tiga kali. (HR.Abu Daud)
Meruqyah dengan al-Fatehah, dari paman Kharijah bin
as-Shalt;
Suatu hari paman Kharijah pernah melihat banyak orang sedang
berkumpul dan di tengah-tengah mereka ada orang gila dalam keadaan terikat
dengan rantai besi, kepada paman Kharijah mereka berkata; “anda tampaknya
datang membawa kebajikan dari orang itu (maksudnya Nabi Muhammad) tolong sembuhkan orang ini !, paman Kharijah
membaca al-Fatehah dan ternyata orang itu sembuh. (HR.Abu Daud, Thurmudzi dan
nasa’i)
16/06/2015, 23:55 - Tok Yein Tab: Membacakan ayat di telinga
orang yang pingsan, Ibnu Mas’ud berkata:
Aku pernah membacakan ayat di telinga orang yang sedang
pingsan dan dia langsung sadar. Saat Rasul mendengar kejadian itu, beliau
bertanya kepadaku; Wahai Ibnu Mas’ud, apa yang engkau bacakan di telinga orang
itu ?, aku bacakan firman Allah;
أَفَحَسِبْتُمْ أَنَّمَا خَلَقْنَاكُمْ عَبَثًا وَأَنَّكُمْ إِلَيْنَا
لاَ تُرْجَعُونَ
“Apakah engkau mengira bahwa kami menciptakan kalian dengan
sia-sia dan sungguh kalian tidak dikembalaikan kepada kami”. (QS.Al-Mukminun,
115)
Mendengar jawaban ini, Rasul bersabda;
لَوْ أنَّ رَجُلاً مُؤْمِنًا قَرَأَ بِهَا عَلىَ جَبَلٍ لَزَالَ
“ٍSeandainya ada seseorang yang beriman membacakan ayat itu
di atas sebuah gunung niscaya akan lenyaplah gunung itu”.
Berdo’a dengan Asmaul Husna, Dari Abdullah bin Buraidah;
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَمِعَ
رَجُلاً يَقُولُ اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ أَنِّي أَشْهَدُ أَنَّكَ أَنْتَ اللَّهُ
لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ الْأَحَدُ الصَّمَدُ الَّذِي لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ
وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ فَقَالَ لَقَدْ سَأَلْتَ اللَّهَ بِالِاسْمِ الَّذِي
إِذَا سُئِلَ بِهِ أَعْطَى وَإِذَا دُعِيَ بِهِ أَجَابَ
Sesungguhnya Rasul mendengar seseorang yang membaca do’a:
Ya Allah, aku mohon
kepada-Mu, sungguh aku bersaksi bahwa Engkau adalah Allah yang tidak ada Tuhan
kecuali Kamu, tempat bergantung yang Maha Esa tidak Beranak dan tidak pula
Diberanakkan serta tidak ada sekutu bagi-Nya.
Rasul bersabda: Sungguh engkau telah meminta kepada Allah
dengan menyebut nama-Nya, jika engkau meminta dengannya akan dikabulkan.
(HR.Abu Daud)
Perbuatan Baru Yang Dilakukan Setelah Wafatnya Rasul;
Pembukuan al-Qur’an
Memberikan titik dan Syakal
Mengatur Juz dan meletakkan tanda-tanda untuk bersujud
Memberian No ayat
Memberikan tanda wakaf Jaiz …
Memberikan hukum tajwid..
Membukukan Hadits-hadits Nabi Muhammad
Riwayat dan perbuatan tersebut di atas merupakan sebagian
kecil dari contoh bahwa, tidak setiap yang tidak pernah dikerjakan oleh Rasul
merupakan hal yang sesat bila dilakukan oleh seorang Muslim, selama masih
senafas dengan syariat Islam.
16/06/2015, 23:55 - Tok Yein Tab: Maksud Hadits “Man Sanna”
Dari Mundzir bin Jarir dari ayahnya, Rasul bersba:
مَنْ سَنَّ فِي الإسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ
مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْءٌ وَمَنْ
سَنَّ فِي الإِسْلاَمِ سُنَّةً سَيِّئَةً كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ
بِهَا مِنْ بَعْدِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ
“Siapa yang menciptakan satu gagasan yang baik dalam Islam,
maka dia memperoleh pahalanya dan juga pahala orang yang melaksanakannya tanpa
dikurangi sedikitpun. Dan barangsiapa menciptakan satu gagasan yang jelek dalam
islam, maka dia terkena dosanya dan juga dosa orang-orang yang melaksanakannya
tanpa dikurangi sedikitpun”. (HR.Muslim)
v Maksud dari
kata-kata Sanna: Menghidupkan dan menampakkan sunnah, bukan menciptakan
gagasan.
ü Tafsiran seperti
ini dibantah dengan riwayat yang mengatakan;
إِنَّهُ مَنْ أَحْيَا سُنَّةً مِنْ سُنَّتِي قَدْ أُمِيتَتْ بَعْدِي
فَإِنَّ لَهُ مِنْ الْأَجْرِ مِثْلَ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ
أُجُورِهِمْ شَيْئًا وَمَنْ ابْتَدَعَ بِدْعَةَ ضَلَالَةٍ لَا تُرْضِي اللَّهَ وَرَسُولَهُ
كَانَ عَلَيْهِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ عَمِلَ بِهَا لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أَوْزَارِ
النَّاسِ شَيْئًا
“Sesungguhnya siapa yang menghidupkan satu sunnah dari
sunnahku yang telah mati setelah aku, sungguh baginya pahala seperti yang
mengamalkannya tanpa dikurangi dari pahalanya sedikitpun, dan siapa yang
mengadakan bid’ah yang sesat tidak diridhai Allah dan rasul-Nya maka baginya
dosa setiap yang mengamalkannya tanpa dikurangi dari dosa manusia
sedikitpun”.(HR.Thurmudzi, Ibnu Majah)
Dalam riwayat hadits ini dijelaskan; Bila yang dimaksud
dengan sunnah Rasul digunakan kata-kata Sunnah dan bila dimaksud gagasan
menggunakan kata-kata Sanna oleh karena itu diiringi dengan kata-kata Hasanatan
(yang baik) atau sayyiatan (yang buruk).
v Yang dimaksud
dengan Sanna adalah yang pernah dicontohkan oleh Nabi atau hanya terbatas yang
diadakan oleh Khulafaur Rasyidin, tidak bersifat umum.
ü Pembatasan seperti
ini merupakan satu bentuk pembatasan hadits tanpa menggunakan dalil secara
jelas.
v Yang dimaksud
dengan kata-kata Sanna adalah kebaikan hanya dalam urusan duniawi tidak
berkaitan dengan urusan ukhrawi.
ü Penafsiran seperti
ini juga salah satu bentuk pembatasan dalam memahami teks hadits, yang tidak
berdasar dengan dalil yang jelas.
16/06/2015, 23:56 - Tok Yein Tab: Tidak Setiap Kata “Kullu”
Memiliki Arti Umum
Tidak setiap yang bersifat ‘umum’ itu akan otomatis terpakai
di atas ke’umum’annya, hal itu sangat ditentukan oleh ada tidaknya dalil lain
atau Qarainul Ahwal (indikasi-indikasi) yang menolak ke’umum’an itu. Hal
seperti ini banyak, seperti:
فَلَمَّا نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ أَبْوَابَ
كُلِّ شَيْءٍ حَتَّى إِذَا فَرِحُوا بِمَا أُوتُوا أَخَذْنَاهُمْ بَغْتَةً فَإِذَا
هُمْ مُبْلِسُونَ
“Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah
diberikan kepada mereka, Kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk
mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan
kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, Maka ketika itu
mereka terdiam berputus asa”.(QS.al-An’am, 44)
تُدَمِّرُ كُلَّ شَيْءٍ بِأَمْرِ رَبِّهَا فَأَصْبَحُوا لَا يُرَى
إِلَّا مَسَاكِنُهُمْ كَذَلِكَ نَجْزِي الْقَوْمَ الْمُجْرِمِينَ
“Yang menghancurkan segala sesuatu dengan perintah Tuhannya,
Maka jadilah mereka tidak ada yang kelihatan lagi kecuali (bekas-bekas) tempat
tinggal mereka. Demikianlah Kami memberi Balasan kepada kaum yang berdosa”.
(QS.Ahgaf, 25)
إِنِّي وَجَدْتُ امْرَأَةً تَمْلِكُهُمْ وَأُوتِيَتْ مِنْ كُلِّ
شَيْءٍ وَلَهَا عَرْشٌ عَظِيمٌ
“Sesungguhnya aku menjumpai seorang wanita yang memerintah
mereka, dan dia dianugerahi segala sesuatu serta mempunyai singgasana yang
besar”.(QS.An-Naml,23)
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا
غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ
وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ
يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah
lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar,
tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu, karena itu ma’afkanlah
mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam
urusan itu, kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah
kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal
kepada-Nya”.(QS.Alu Imran, 159)
إِنَّ السَّاعَةَ آَتِيَةٌ أَكَادُ أُخْفِيهَا لِتُجْزَى كُلُّ
نَفْسٍ بِمَا تَسْعَى
“Segungguhnya hari kiamat itu akan datang aku merahasiakan
(waktunya) agar supaya tiap-tiap diri itu dibalas dengan apa yang ia
usahakan”.(QS.Thaha, 15)
16/06/2015, 23:57 - Tok Yein Tab: Makna Nabi Meninggalkan
Suatu Perbuatan
v Meninggalkannya
karena kebiasaan.
أَنَّ ابْنَ عَبَّاسٍ أَخْبَرَهُ أَنَّ خَالِدَ بْنَ الْوَلِيدِالَّذِي
يُقَالُ لَهُ سَيْفُ اللَّهِ أَخْبَرَهُ أَنَّهُ دَخَلَ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى مَيْمُونَةَ وَهِيَ خَالَتُهُ وَخَالَةُ ابْنِ عَبَّاسٍ
فَوَجَدَ عِنْدَهَا ضَبًّا مَحْنُوذًا قَدْ قَدِمَتْ بِهِ أُخْتُهَا حُفَيْدَةُ بِنْتُ
الْحَارِثِ مِنْ نَجْدٍ فَقَدَّمَتْ الضَّبَّ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ وَكَانَ قَلَّمَا يُقَدِّمُ يَدَهُ لِطَعَامٍ حَتَّى يُحَدَّثَ بِهِ وَيُسَمَّى
لَهُ فَأَهْوَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدَهُ إِلَى الضَّبِّ
فَقَالَتْ امْرَأَةٌ مِنْ النِّسْوَةِ الْحُضُورِ أَخْبِرْنَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا قَدَّمْتُنَّ لَهُ هُوَ الضَّبُّ يَا رَسُولَ اللَّهِ
فَرَفَعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدَهُ عَنْ الضَّبِّ
فَقَالَ خَالِدُ بْنُ الْوَلِيدِ أَحَرَامٌ الضَّبُّ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ لَا
وَلَكِنْ لَمْ يَكُنْ بِأَرْضِ قَوْمِي
Dihidangkan ke hadapan Rasul dhab (biawak) panggag, beliau
sempat menjulurkan tangannya untuk memakannya, lalu dikatakan kepada beliau
“Itu adalah dhab”. Maka beliaupun tidak jadi mencicipinya, ketika ditanya:
Apakah dhab itu haram ? Beliau menjawab: Tidak, tetapi dia tidak ada di negeri
kaumku”. (HR.Bukhari)
Dalam riwaya lainnya juga bersumber dari Ibnu Abbas,
dikatakan:
وَتَرَكَ الضَّبَّ تَقَذُّرًا قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ فَأُكِلَ عَلَى
مَائِدَةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَوْ كَانَ حَرَامًا
مَا أُكِلَ عَلَى مَائِدَةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Rasul meninggalkan dhab karena jijik. Berkata Ibnu Abbas;
dhab dimakan di meja Rasul menunjukkan dia tidak haram jika tidak maka tidak
mungkin di makan di meja Rasul. (HR.Bukhari)
Hikmah Hadits:
ü Apa yang beliau
tinggalkan tidak secara otomatis menjadi haram
ü Jijiknya terhadap
sesuatu juga bukan menjadi bukti akan keharamannya
v Meninggalkan
Karena Lupa
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَصَلَّى النَّبِيُّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِحْدَى صَلَاتَيْ الْعَشِيِّ قَالَ مُحَمَّدٌ وَأَكْثَرُ
ظَنِّي الْعَصْرَ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ سَلَّمَ ثُمَّ قَامَ إِلَى خَشَبَةٍ فِي مُقَدَّمِ
الْمَسْجِدِ فَوَضَعَ يَدَهُ عَلَيْهَا وَفِيهِمْ أَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُمَا فَهَابَا أَنْ يُكَلِّمَاهُ وَخَرَجَ سَرَعَانُ النَّاسِ فَقَالُوا أَقَصُرَتْ
الصَّلَاةُ وَرَجُلٌ يَدْعُوهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذُو الْيَدَيْنِ
فَقَالَ أَنَسِيتَ أَمْ قَصُرَتْ فَقَالَ لَمْ أَنْسَ وَلَمْ تُقْصَرْ
16/06/2015, 23:59 - Tok Yein Tab: Rasul pernah mendirikan
sholat Ashar dua raka’at, ketika beliau ditanya: Apakah sengaja meng’ghasar’
sholat atau anda lupa ?, Nabi menjawab: Saya tidak lupa dan juga tidak
meng’ghasar’. Dikatakan kepada beliau; Sungguh anda telah sholat dua raka’at.
Maka Rasul menambah dua raka’at dan menutupnya dengan sujud sahwi. (HR.Bukhari)
v Meninggalkan
Sesuatu Karena Khawatir akan diwajibkan
Dari Aisyah:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى
ذَاتَ لَيْلَةٍ فِي الْمَسْجِدِ فَصَلَّى بِصَلَاتِهِ نَاسٌ ثُمَّ صَلَّى مِنْ الْقَابِلَةِ
فَكَثُرَ النَّاسُ ثُمَّ اجْتَمَعُوا مِنْ اللَّيْلَةِ الثَّالِثَةِ أَوْ الرَّابِعَةِ
فَلَمْ يَخْرُجْ إِلَيْهِمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمَّا
أَصْبَحَ قَالَ قَدْ رَأَيْتُ الَّذِي صَنَعْتُمْ وَلَمْ يَمْنَعْنِي مِنْ الْخُرُوجِ
إِلَيْكُمْ إِلَّا أَنِّي خَشِيتُ أَنْ تُفْرَضَ عَلَيْكُمْ وَذَلِكَ فِي رَمَضَانَ
Rasul mendirikan sholat malam lalu diikuti oleh para
sahabat, kemudian di malam kedua Rasul mendirikan sholat dan diikuti kembali
oleh para sahabatnya. Tapi di hari ke tiga atau keempat Rasul tidak mendirikan
sholat itu lagi. Seusai mendirikan sholat subuh, beliau ditanya: mengapa tidak
mendirikan shola t seperti malam yang sebelumnya padahal para sahabat telah
menunggu, beliau menjawab: Aku takut hal itu akan diwajibkan untuk kalian.
(HR.Bukhari)
v Tidak terpikirkan
oleh Rasul
Dahulu Rasul biasa berkhutbah dengan berdiri di atas batang
pohon kurma, dan saat sahabat menawarkan untuk membuatkan mimbar beliau
mensetujuinya dan mengganti batang kurma itu dengan mimbar yang baru.
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا
أَنَّ امْرَأَةً مِنْ الْأَنْصَارِ قَالَتْ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَلَا أَجْعَلُ لَكَ شَيْئًا تَقْعُدُ
عَلَيْهِ فَإِنَّ لِي غُلَامًا نَجَّارًا قَالَ إِنْ شِئْتِ قَالَ فَعَمِلَتْ لَهُ
الْمِنْبَرَ فَلَمَّا كَانَ يَوْمُ الْجُمُعَةِ قَعَدَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ عَلَى الْمِنْبَرِ الَّذِي صُنِعَ فَصَاحَتْ النَّخْلَةُ الَّتِي كَانَ يَخْطُبُ
عِنْدَهَا حَتَّى كَادَتْ تَنْشَقُّ فَنَزَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
حَتَّى أَخَذَهَا فَضَمَّهَا إِلَيْهِ فَجَعَلَتْ تَئِنُّ أَنِينَ الصَّبِيِّ الَّذِي
يُسَكَّتُ حَتَّى اسْتَقَرَّتْ قَالَ بَكَتْ عَلَى مَا كَانَتْ تَسْمَعُ مِنْ الذِّكْر
Dari Jabir, seorang wanita dari Anshar berkata kepada Rasul:
Ya Rasul, maukah anda aku buatkan minbar untuk berdiri di atasnya sungguh aku
memiliki budak yang pandai kayu, Rasul berkata; Jika engkau mau silahkan. Maka
dibuatlah minbar, saat hari Jum’at minbar itupun digunakan tiba-tiba terdengar
rintihan (suara tangisan anak kecil) dari batang kurma. Lalu Rasul turun dari
mimbarnya dan memeluk batang kurma itu hingga terdiam. (HR.Bukhari)
v Takut Berubahnya
Hati para sahabat
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْقَالَ لِي رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَوْلَا حَدَاثَةُ قَوْمِ
17/06/2015, 00:01 - Tok Yein Tab: v Takut Berubahnya Hati para sahabat
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْقَالَ لِي رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَوْلَا حَدَاثَةُ قَوْمِكِ بِالْكُفْرِ
لَنَقَضْتُ الْبَيْتَ ثُمَّ لَبَنَيْتُهُ عَلَى أَسَاسِ إِبْرَاهِيمَ عَلَيْهِ السَّلَام
فَإِنَّ قُرَيْشًا اسْتَقْصَرَتْ بِنَاءَهُ
Aisyah berkata, Rasul bersabda kepadaku “Kalaulah bukan
karena dekatnya masa kaummu kepada kekafiran, maka aku robohkan Ka’bah itu dan
aku jadikan dia di atas pondasi yang dibuat oleh Nabi Ibrahim karena
sesungguhnya kaum Qurais telah memperkecil pembangunannya. (HR.Bukhari)
Maksud / at-Tarkul
Wujudi (Sesuatu yang ditinggalkan Nabi
sesudah dihadapkan kepadanya/sesuatu yang berhenti dilakukan oleh Nabi yang sebelumnya
dikerjakan)
Tarku
Ghair Maksud / at-Tarkul Adami (Sesuatu yang oleh Nabi tidak dikerjakan /
tidak diucapkan dan tidak mengemukakan hukumnya
karena tidak adanya tuntutan terhadap yang demikian itu”. Contohnya:
peristiwa yang terjadi setelah
wafatnya beliau.
Tarku Ghair Maksud tidak dapat menjadi dalil ‘larangan’,
berdasarkan:
Al-Qur’an, surat al-Hasyr, 7.
وَمَا آَتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah dan apa
yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah”.
Hadits dari Abu Hurairah, Rasul bersabda:
دَعُونِي مَا تَرَكْتُكُمْ إِنَّمَا هَلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ
بِسُؤَالِهِمْ وَاخْتِلَافِهِمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ فَإِذَا نَهَيْتُكُمْ عَنْ شَيْءٍ
فَاجْتَنِبُوهُ وَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِأَمْرٍ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ
Janganlah kamu tanyakan kepadaku tentang apa yang telah aku
tinggalkan untukmu ! Hanya saja binasanya orang-orang sebelum kamu tidak lain
karena banyaknya pertanyaan dan penentangan mereka terhadap nabi-nabinya.
Apabila aku melarangmu mengerjakan sesuatu maka jauhilah dia dan apabila aku
memerintahkanmu terhadap sesuatu, maka kerjakanlah dia sekuat tenagamu.
(HR.Bukhari)
Dari Abu Tsa’labah al-Khusani, Rasul bersabda:
إنَّ اللهَ حَدَّ حُدُوْدًا
فَلاَ تَعْتَدُوْهاَ وَ فَرَضَ لَكُمْ فَرَائِضَ فَلاَ تُضَيِّعُوْهاَ وَحَرَّمَ أَشْياَءَ
فَلاَ تَنْتَهِكُوْهَا وَ تَرَكَ أَشْياَءَ مِنْ غَيْرِ نِسْيَانٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَ
لَكِنْ رَحْمَةً مِنْهُ لَكُمْ فَاقْبَلُوْهَا وَلاَ تَبْحَثُوْا فِيْهَا
“Sesungguhnya Allah telah menetapkan beberapa kewajiban maka
janganlah kalian melalaikannya, menetapkan beberapa batasan maka janganlah
kalian melampauinya dan mendiamkan beberapa perkara sebagai rahmat (kasih-sayang)
untukmu bukan karena lupa, maka janganlah kamu membahasnya”. (HR.Hakim.
Darulqutni dan Baihagi)
17/06/2015, 00:01 - Tok Yein Tab: الْحَلَالُ مَا أَحَلَّ اللَّهُ
فِي كِتَابِهِ وَالْحَرَامُ مَا حَرَّمَ اللَّهُ فِي كِتَابِهِ وَمَا سَكَتَ عَنْهُ
فَهُوَ مِمَّا عَفَا عَنْهُ
Yang Halal itu adalah apa-apa yang dihalalkan oleh Allah di
dalam kitab-Nya dan yang Haram adalah apa-apa yang diharamkan oleh Allah di
dalam kitab-Nya. Sedangkan apa yang didiamkan (tidak dibicarakan) oleh Allah,
maka itu termasuk sesuatu yang dimaafkan”. (HR.Thurmudzi)
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ
نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
Hari ini telah Aku sempurnakan bagi kalian Agama kalian dan
Aku sempurnakan nikmat-Ku serta Aku ridhai Islam sebagai Agamamu”.
(QS.Al-Maidah, 3)
Tidak ada penambahan dalam syariat Islam, yang ada hanya
sarana untuk menjalankan syariat Islam, hal itu diketahui:
Tidak ada syarat tertentu sehingga tidak dikenal istilah sah
atau tidak
Tidak ada cara tertentu
Tidak ada waktu tertentu
Tidak ada hukum tertentu, seperti; Wajib atau sunnah
17/06/2015, 00:04 - Tok Yein Tab:
http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=apa+itu+salafusoleh&source=web&cd=95&cad=rja&uact=8&ved=0CDAQFjAEOFpqFQoTCP2Qw6vLlMYCFVM1vAod1IQFHg&url=http%3A%2F%2Fmforum.cari.com.my%2Fforum.php%3Fmod%3Dviewthread%26action%3Dprintable%26tid%3D305052&ei=tUiAVb3iE9Pq8AXUiZbwAQ&usg=AFQjCNHPlrTywtBxK5P1sXiHP4ELOwKm1w&sig2=Rz5IH4UlbzmMF-3LyAtEVQ
17/06/2015, 00:10 - Tok Yein Tab: Mengapa wajib mendahulukan
al-Quran dan Sunnah mengikut pandangan Salaf?
17/06/2015, 00:11 - Tok Yein Tab:
أَنْ الْحَمْدُ لِلَّهِ نَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ
بِهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا مَنْ يَهْدِ اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ
فَلَ
ا هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَشْهَدُ
أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ
الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
Amma Ba'du. Saudaraku yang dikasihi Allah sekalian, sahabat
nabi tak sama seperti kita. Sahabat nabi menyaksikan wahyu, mereka diangkat dan
dimuliakan oleh Allah dan Allah azza wajalla menceritakan perihal mereka di
dalam al-Quran sebagai manusia yang paling mulia yang tidak akan menyamai
dengan pengorbanan kita terhadap agama Islam. Mereka jujur dalam banyak perkara
dan kerana mereka jugalah, Islam sampai kepada kita. Pengorbanan mereka yakni
harta dan jiwa melebihi pengorbanan mana-mana manusia sejak zaman nabi Adam.
Malah mereka tidak membelot dan tidak pula mempunyai kepentingan diri. Sahabat
nabi diiktiraf oleh nabi sendiri. Kelebihan dan keistimewaan para sahabat lebih
menyerlah dari matan hadis berikut:
لا تَسُبُّوا أَصْحَابِي فَلَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ أَنْفَقَ مِثْلَ
أُحُدٍ ذَهَبًا مَا بَلَغَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلَا نَصِيفَهُ
Jangan kamu cerca (caci dan maki) sahabat-sahabatku! Maka
kalaulah seseorang di antara kamu membelanjakan emas seumpama bukit Uhud
(banyaknya)tidaklah sampai (nilainya)menyamai seperti secupak atau setengah
cupak yang mereka (sahabat-sahabatku) belanjakan. (Hadis Sahih Bukhari)
Jawapan ini bagi menyangkal dakwaan dari kita yang
mempertikaikan mengapa ada sahabat melakukan bid’ah dibolehkan sedangkan kita
tidak dibenarkan sama sekali melakukan bid’ah. Jadi, untuk mereka ini kita akan
bertanya kembali, apa jenis bid’ah yang dilakukan oleh sahabat nabi? Adakah
kamu maksudkan ia perihal solat tarawih? Atau mungkin juga Qunut? Atau mungkin
juga membukukan al-Quran?
Ikhwan yang dimuliakan,
tidaklah layak bagi kita membandingkan diri kita dengan sahabat nabi.
Mereka telah bersama-sama nabi malah ada yang di antaranya telah bersama nabi
kita lebih 20 tahun, dan ada di antara darinya telah menyaksikan hampir
keseluruhan bagaimana wahyu Allah diturunkan kepada nabi Muhammad shallallahu
alaihi wasallam. Mereka yang mempertikai sahabat nabi ini bolehlah kita
tafsirkan mereka sebagai golongan dari agama Syiah. Tarekat tasawuf juga dari
kelompok Syiah.
Tuan-tuan, perkara bid’ah suatu perbahasan panjang yang
pasti bakal/telah menyakiti hati manusia yang mempunyai penyakit hati. Mereka
ini adalah pengamal tegar perkara bid’ah dan ahlul bid’ah ini sememangnya telah
merosakkan kemurnian dan kesucian Islam. Mereka mencari dalil dan nas untuk
memuaskan hati mereka, jika mereka tidak menjumpainya maka mereka akan
menggunakan logik akal mereka dan jika mereka menjumpainya dari riwayat yang
tidak sahih, maka ini akan membuatkan mereka semakin bertambah keras hati dan
tetap berkekalan dengan bid’ahnya. Apatah lagi jika gurunya juga menyokong
perkara bid’ah, maka mereka akan memperjuangkan pula nama guru mereka si fulan
bin si fulan. Na’uzubillah.
17/06/2015, 00:12 - Tok Yein Tab: Sanad Hadis Hanya Sehingga
Perawi Kitab Itu Sahaja
Sebelum melanjutkan lai penulisan, saya cuba ringkaskan
siapakah yang layak untuk sanad hadis di mana jawapannya hanyalah setakat
perawi hadis itu sahaja. Jika hadis itu dari kitab sahih Bukhari, bermakna
sanad itu sehingga Imam Bukhari. Jika Sahih Muslim bermakna sehingga Imam
Muslim. Jika Kitab Sunan Abu Daud, bermakna sehingga Imam Abu Daud. Tiada sanad
hadis selepas itu, ini adalah bertujuan bagi memelihara hadis itu sendiri.
Walaupun ada ulama sekarang mendakwa mempunyai sanad hadis dari berbagai-bagai
Imam ahlul hadis namun sebenarnya, bukanlah mereka ini bersanad dengan hadis ini,
tetapi mereka hanyalah menerima ijazah sama ada melalui pengkhataman
bersama-sama rakan di hadapan guru atau dikhatamkan oleh guru mereka.
Mengapakah saya berkata demikian? Untuk lebih jelas lagi, kita ambil dua kes di
bawah iaitu:
Kes 1. sesebuah hadis sahih tidak akan menjadi dhaif atau
maudhu ketika saya meriwayatkan kepada makmum atau di dalam blog walaupun saya
seorang majhul dan dhaif. Contohnya saya berkata,
“Nabi tidak melakukan doa qunut ketika solat fardu subuh
sebagai amalan harian. Nabi hanya melakukan qunut ketika peperangan dan ketika
umat Islam ditimpa bencana. Itu pun, bukan khususiah pada waktu subuh sahaja.
Ini telah datang banyak keterangan yang jelas lagi sahih mengenainya (lalu saya
melafazkan beberapa matan hadis mengenainya)”.
Dan mereka yang membantah akan hal ini mendakwa ianya palsu
atau menggelarkan saya wahhabi atau sesat atau bodoh atau apa sahaja perkataan
nista. Ini kerana, saya seorang majhul dan daif. Hakikatnya hadis tadi tidak
akan menjadi daif sama sekali!
Kes 2. Sesebuah hadis palsu tidak akan menjadi sahih
walaupun yang meriwayatkan kepada muridnya itu adalah ulama muhadditsin atau
ustaz atau guru agama mereka. Contohnya seorang ulama yang terkenal berkata:
“Mari kita semua mengamalkan bacaan Yaasin dan tahlil pada
setiap malam Jumaat secara konsisten dan jangan lupa menyebut nama wali (kaza
wakaza..) dan bertawassul memohon berkat dan hajat kerana (lalu beliau
melafazkan beberapa hadis daif jiddan atau hadis maudhu)
Dan masyarakat mula menganggap hadis ini sahih kerana ulama/ustaz/guru
mereka yang melafazkannya dan mustahil gurunya jahil dalam ilmu hadis walhal
hakikat sebenar, ia hadis maudhu dan batil!
Beza haddatsana (حَدَّثَنَا) dan akhbarana (أَخْبَرَنَا) di
dalam riwayat hadis.
Haddatsana - Perawi menerima lafaz hadis dari syeikh mereka
secara langsung sama ada melalui penceritaan hadis, pembacaan hadis, penyebutan
hadis dan penyampaian hadis.
Akhbarana - Perawi menerima lafaz hadis melalui anak murid
syeikh tersebut secara langsung sama ada ketika murid syeikh tersebut berada di
hadapan syeikhnya atau sebaliknya.
17/06/2015, 00:12 - Tok Yein Tab: Kita Jahil Mengenali
Sunnah Nabi
Tuan-tuan, saya memasukkan pelajaran ringkas hadis ini
kerana saya akan melanjutkan lagi penulisan saya berkaitan dengannya agar
tuan-tuan dan puan-puan lebih faham apa yang akan saya sampaikan. Suka sekali
saya petik kata-kata hikmah dari Imam Ahmad, seorang tabiut tabiin yang
terkenal iaitu:
“Sekiranya engkau solat di dalam 100 buah masjid, engkau
tidak akan melihat satu masjid pun di mana manusia mengerjakan solat dengan
betul sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
dan para sahabat. Ketahuilah olehmu, sekiranya ada seorang yang benar tatacara
solatnya, lalu dia melihat orang lain yang salah dan mensia-siakan solatnya,
lantas dia diam, tidak menegurnya atau memperbaiki akan kesalahan orang itu
atau tidak menasihatinya, maka dia bersama-sama menanggung dosanya. Jadi orang
yang betul tatacara solatnya tadi, samalah dengan orang yang melakukan
kesalahan bila dia tidak menegur dan menasihati orang yang salah tadi”.
Kenapa saya petik kata-kata tadi? Ini kerana saya ingin
fokuskan terlebih dahulu mengenai kegagalan atau kejahilan kita yang tidak
mengetahui bagaimana cara solat mengikut petunjuk nabi kita. Bila ditanya,
siapakah yang mengajar kamu bersolat atau kamu melakukan perbuatan solat ini
dengan mengikuti siapa? Tentu apabila mendapat soalan sebegitu, akan membuatkan
kita tersentak. Maka, penulisan kitab yang sangat tebal dan berjilid oleh
Syeikh Albani berjudul “Kitab Sifat Solat Nabi” dilihat satu penulisan yang
terbaik saya kira pada abad ini sebagai rujukan kita mengenainya bagi
mentarbiahkan diri kita agar mempraktikkan sesuatu perkara berdasarkan apa yang
dilakukan oleh Rasulullah dan sahabatnya dan bukan pada “menurut pandangan guru
saya”. Selain itu, saya juga menyemak buku nipis mengenai solat, berilustrasi
dan berbahasa Melayu yang terbaik ialah karangan Ustaz Zaharudin berjudul
“Formula Solat Sempurna”.
Itu baru hal solat, belum lagi hal lain-lain berkaitan
ibadah, pekerjaan dan amalan harian kita. Apakah kita yakin bahawa apa sahaja
bentuk perbuatan kita ini, cenderung melakukan sesuatu berdasarkan keterangan
yang jelas melalui al-Quran dan sunnah nabi?
Pegangan Sahabat Nabi Sebagai Asas Penyatuan Ummah
Apakah sifat kumpulan ahlu sunnah waljamaah hingga mereka
terselamat dari seksaan azab neraka di padang mahsyar kelak? Ada 73 kumpulan
dan hanya satu terselamat. Tuan-tuan, sesiapa sahaja manusia yang beragama
Islam sudah pasti masuk syurga. Lalu mengapakah nabi hanya menyebut satu
kumpulan sahaja? Mereka adalah kumpulan yang terpilih oleh Allah iaitu hanya
mengikuti sunnah nabi dan para sahabat. Itulah ahlu sunnah waljamaah. Mereka
terselamat dari azab neraka walaupun sekali celupan.
Ya, ada antara kita (yang mengikuti 72 golongan) akan
merasai sekali celupan sebagai penyucian dosa dan ini adalah azab paling ringan
dan ada yang sehingga beribu-ribu tahun dan ini adalah azab yang paling berat,
sebelum kita mandi di air kehidupan dan masuk ke tempat yang bersih, suci dan
mulia iaitu jannah (syurga). Mereka inilah yang tidak mengikuti sunnah dan
sunnah para sahabat dan para khulafa ar-rasyidin.
Firman Allah Subhanahu Wa Taala:
“Dan barang siapa yang menyalahi Rasul itu sesudah jelas dan
nyata baginya petunjuk dan mengikut orang-orang yang bukan jalan orang-orang
yang beriman (tatkala ayat al-Quran diturun), nescaya Kami akan palingkan dia
ke mana dia berpaling dan akan kami panggang dia di neraka Jahanam, padahal
neraka itu seburuk-buruk tempat kembali.” (Surah an-Nisaa: 115)
Lihatlah, Allah telah mengiktiraf jalan para sahabat
(petikan tafsir bagi ayat 'jalan orang-orang yang beriman'). Mereka bersatu
dalam satu aqidah. Mereka hanyalah berselisih dalam hal ijtihad tetapi tidaklah
hingga mengkafirkan antara satu sama lain. Mereka akan terus rujuk kepada nabi
sebagai contoh dalam kes ketika bermusafir dan hendak solat fardu dengan
bertayamum dan adakah perlu mengerjakan solat tatkala apabila belum luput
waktu, telah menjumpai air. Salah seorang tidak memperbaharui solat dan salah
seorang memperbaharui solatnya semula. Maka
17/06/2015, 00:13 - Tok Yein Tab: Kita Jahil Mengenali
Sunnah Nabi
Tuan-tuan, saya memasukkan pelajaran ringkas hadis ini
kerana saya akan melanjutkan lagi penulisan saya berkaitan dengannya agar
tuan-tuan dan puan-puan lebih faham apa yang akan saya sampaikan. Suka sekali
saya petik kata-kata hikmah dari Imam Ahmad, seorang tabiut tabiin yang
terkenal iaitu:
“Sekiranya engkau solat di dalam 100 buah masjid, engkau
tidak akan melihat satu masjid pun di mana manusia mengerjakan solat dengan
betul sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
dan para sahabat. Ketahuilah olehmu, sekiranya ada seorang yang benar tatacara
solatnya, lalu dia melihat orang lain yang salah dan mensia-siakan solatnya,
lantas dia diam, tidak menegurnya atau memperbaiki akan kesalahan orang itu
atau tidak menasihatinya, maka dia bersama-sama menanggung dosanya. Jadi orang
yang betul tatacara solatnya tadi, samalah dengan orang yang melakukan kesalahan
bila dia tidak menegur dan menasihati orang yang salah tadi”.
Kenapa saya petik kata-kata tadi? Ini kerana saya ingin
fokuskan terlebih dahulu mengenai kegagalan atau kejahilan kita yang tidak
mengetahui bagaimana cara solat mengikut petunjuk nabi kita. Bila ditanya,
siapakah yang mengajar kamu bersolat atau kamu melakukan perbuatan solat ini
dengan mengikuti siapa? Tentu apabila mendapat soalan sebegitu, akan membuatkan
kita tersentak. Maka, penulisan kitab yang sangat tebal dan berjilid oleh Syeikh
Albani berjudul “Kitab Sifat Solat Nabi” dilihat satu penulisan yang terbaik
saya kira pada abad ini sebagai rujukan kita mengenainya bagi mentarbiahkan
diri kita agar mempraktikkan sesuatu perkara berdasarkan apa yang dilakukan
oleh Rasulullah dan sahabatnya dan bukan pada “menurut pandangan guru saya”.
Selain itu, saya juga menyemak buku nipis mengenai solat, berilustrasi dan
berbahasa Melayu yang terbaik ialah karangan Ustaz Zaharudin berjudul “Formula
Solat Sempurna”.
Itu baru hal solat, belum lagi hal lain-lain berkaitan
ibadah, pekerjaan dan amalan harian kita. Apakah kita yakin bahawa apa sahaja
bentuk perbuatan kita ini, cenderung melakukan sesuatu berdasarkan keterangan
yang jelas melalui al-Quran dan sunnah nabi?
Pegangan Sahabat Nabi Sebagai Asas Penyatuan Ummah
Apakah sifat kumpulan ahlu sunnah waljamaah hingga mereka
terselamat dari seksaan azab neraka di padang mahsyar kelak? Ada 73 kumpulan
dan hanya satu terselamat. Tuan-tuan, sesiapa sahaja manusia yang beragama
Islam sudah pasti masuk syurga. Lalu mengapakah nabi hanya menyebut satu
kumpulan sahaja? Mereka adalah kumpulan yang terpilih oleh Allah iaitu hanya
mengikuti sunnah nabi dan para sahabat. Itulah ahlu sunnah waljamaah. Mereka
terselamat dari azab neraka walaupun sekali celupan.
Ya, ada antara kita (yang mengikuti 72 golongan) akan
merasai sekali celupan sebagai penyucian dosa dan ini adalah azab paling ringan
dan ada yang sehingga beribu-ribu tahun dan ini adalah azab yang paling berat,
sebelum kita mandi di air kehidupan dan masuk ke tempat yang bersih, suci dan
mulia iaitu jannah (syurga). Mereka inilah yang tidak mengikuti sunnah dan
sunnah para sahabat dan para khulafa ar-rasyidin.
17/06/2015, 00:14 - Tok Yein Tab: Firman Allah Subhanahu Wa
Taala:
“Dan barang siapa yang menyalahi Rasul itu sesudah jelas dan
nyata baginya petunjuk dan mengikut orang-orang yang bukan jalan orang-orang
yang beriman (tatkala ayat al-Quran diturun), nescaya Kami akan palingkan dia
ke mana dia berpaling dan akan kami panggang dia di neraka Jahanam, padahal
neraka itu seburuk-buruk tempat kembali.” (Surah an-Nisaa: 115)
Lihatlah, Allah telah mengiktiraf jalan para sahabat
(petikan tafsir bagi ayat 'jalan orang-orang yang beriman'). Mereka bersatu
dalam satu aqidah. Mereka hanyalah berselisih dalam hal ijtihad tetapi tidaklah
hingga mengkafirkan antara satu sama lain. Mereka akan terus rujuk kepada nabi
sebagai contoh dalam kes ketika bermusafir dan hendak solat fardu dengan
bertayamum dan adakah perlu mengerjakan solat tatkala apabila belum luput waktu,
telah menjumpai air. Salah seorang tidak memperbaharui solat dan salah seorang
memperbaharui solatnya semula. Maka rasulullah menyetujui tindakan kedua-dua
mereka dan tidak membantah salah seorang pun dari mereka. Ini kerana para
sahabat faham mengikut pengalaman mereka bersama rasulullah.
Sebaliknya keadaan kesemua umat Islam hari ini mengaku
beriman, mengaku diri mereka Islam dan mengatakan mereka berpegang kepada
al-Quran dan sunnah. Tidak ada seorang pun yang berkata, tidak mengikuti
al-Quran dan sunnah. Apakah ini yang dimaksudkan dengan satu golongan yang
dimaksudkan? Apakah mereka berijtihad dalam masalah furuk dengan mengikuti
petunjuk para sahabat? Jawapannya sudah tentu tidak, mereka lebih cenderung
dengan ‘pendapat guru mereka’.
Bolehkah kita menambahkan rakaat solat?
Sudah tentu tidak boleh dan terbatal jika solat fardu. Jadi,
apakah salah untuk kita menambah rakaat solat sunat pula? Contohnya solat
tahiyatul masjid dikerjakan 4 rakaat. Bukankah ini baik? Kenapa tidak kita
tambahinya? Adakah rasulullah melarang? Tiada satu pun nas larangan yang
spesifik dari rasulullah. “Kamu dilarang menambahkan rakaat solat”. Saya tidak
menjumpainya.
Jadi kenapa tidak boleh tambah, sedangkan melakukan dengan
lebih banyak itu kan lebih baik? Pahala juga berganda.
Jawapan mudah lagi ringkas ialah “Ini kerana ia tidak
dilakukan oleh sahabat Nabi”.
Bolehkah mengerjakan solat sunat tahiyatul masjid secara
berjemaah?
Seorang datang ke Masjid dan melihat orang Islam datang
mengerjakan solat tahiyatul masjid secara sendirian. Lalu dia berkata,
“Bukankah solat berjemaah itu mendapat pahala lebih, malah dalam hadis sahih
Bukhari dan Muslim iaitu.
قَالَ صَلَاةُ الْجَمَاعَةِ تَفْضُلُ صَلَاةَ الْفَذِّ بِسَبْعٍ
وَعِشْرِينَ دَرَجَةً
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Solat berjemaah lebih utama dibandingkan solat sendirian dengan dua puluh
tujuh darjat."
Malah dia memberi amaran lagi dengan memetik:
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَائِنًا مَنْ كَانَ فَاقْتُلُوهُ
فَإِنَّ يَدَ اللَّهِ عَلَى الْجَمَاعَةِ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ مَعَ مَنْ فَارَقَ الْجَمَاعَةَ
يَرْكُضُ
"Sesungguhnya akan terjadi setelahku fitnah dan fitnah,
maka siapa yang kalian lihat telah memisahkan diri dari jemaah atau hendak
memecah belah kesatuan umat Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam siapa pun dia
maka bunuhlah dia. Sesungguhnya tangan Allah bersama jemaah dan syaitan
bergerak bersama orang yang memisahkan diri dari jama'ah. (Hadis Riwayat Nasa’i
dan Ahmad)
Wah, menggeletar juga bila ada yang berkata begini. Maka.
kenapa kita tidak melakukannya secara berjemaah?
Jawapan mudah lagi
ringkas ialah “Ini kerana ia tidak dilakukan oleh sahabat Nabi”.
17/06/2015, 00:14 - Tok Yein Tab: Bolehkah membaca al-Quran
mengikut lagu cita rasa sendiri?
Di dalam sebuah hadis, nabi bersabda :
إِنَّ هَذَا الْقُرْآنَ نَزَلَ بِحُزْنٍ فَإِذَا قَرَأْتُمُوهُ
فَابْكُوا فَإِنْ لَمْ تَبْكُوا فَتَبَاكَوْا وَتَغَنَّوْا بِهِ فَمَنْ لَمْ يَتَغَنَّ
بِهِ فَلَيْسَ مِنَّا
"Sesungguhnya Al Quran turun dengan kesedihan, jika
kalian membacanya maka bacalah dengan menangis, jika kalian tidak bisa menangis
maka berpura-puralah untuk menangis. Dan lagukanlah dalam membaca, barang siapa
tidak melagukannya maka ia bukan dari golongan kami. " (Hadis riwayat Ibnu
Majah)
Maka, bolehkah kita melagukan dengan lagu gaya sendiri? Lagu
rock? Pop? Thrash? Lagu artis korea? Atau lagu nasyid dari kumpulan Raihan,
atau rentak lagu Maher Zain? Bukankah jika tidak melagukan bacaan al-Quran itu
bukan dari golongan nabi berdasarkan hadis di atas? Jawapannya tidak boleh
wahai saudaraku yang dikasihi Allah.
Jawapan mudah lagi ringkas ialah “Ini kerana ia tidak
dilakukan oleh sahabat Nabi”.
Surah Yaasin Malam Jumaat
Apa keterangan yang sampai kepada kita ialah, membaca surah
al-Kahfi pada malam dan hari Jumaat adalah sunnah nabi dan para sahabat. Namun
begitu, melalui guru agama kita, mereka mengamalkan pula bacaan Yaasin pada
malam Jumaat. Ini adalah perbuatan yang baik, malah tidak ada dosa membaca
surah Yaasin pada setiap malam Jumaat. Malah, ada juga menambahkan lagi hizib
dari tarekat tasawuf dan membacanya sebagai amalan setiap malam Jumaat.
Bukankah ini baik? Malah tiada larangan dari nabi. Jika dipersoalkan kepada
mereka, mereka mengejek pula dengan berkata, “apa kata kalau saya hendak
membaca seluruh surah al-Quran pada malam Jumaat?”. Mereka masih tidak mahu
mengalah dengan apa yang mereka peroleh dari guru mereka
Di Malaysia,
sebahagian besar mengaku bermazhab Syafii, tetapi apakah kata Imam Syafii?
يُستحبّ أن يُكْثرَ في يومها وليلتها من قراءة القرآن والأذكار
والدعوات، والصلاة على رسول اللّه( صلى اللّه عليه وسلم) ويقرأ سورة الكهف في يومها.
قال الشافعي رحمه اللّه في كتاب "الأمّ": وأستحبُّ قراءتَها أيضاً
في ليلة الجمعة.
Disunnahkan untuk memperbanyak membaca al-Quran pada siang
dan malam jum’at, memperbanyak zikir, doa-doa dan selawat atas Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam serta membaca surah al-Kahfi pada siang harinya.
Imam asy-Syafi’i –rahimahullah- berkata di dalam kitab al-Umm : “aku juga
mensunnahkan (menganjurkan) membaca surah al-Kahfi pada malam Jum’at”.
Jadi persoalannya, salahkah membaca Yaasin dan tahlil setiap
malam Jumaat secara konsisten?
Jawapan mudah lagi ringkas ialah “Ini kerana ia tidak
dilakukan oleh sahabat Nabi”.
17/06/2015, 00:15 - Tok Yein Tab: Umat Islam Berpecah Kerana
Apa?
Kita lihat berbagai-bagai kumpulan mendakwa berpegang kepada
Al-Quran dan sunnah tetapi mereka berpecah kepada kumpulan tertentu dan fanatik
dengan kumpulan mereka. Mazhab Maliki, Hanbali, Syafii, Hanafi. Juga aliran
asya’irah, muktazilah, al-baghdadi, al-ghazali, tarekat tasawuf dan lain-lain
lagi.
Mereka tidak bersatu dalam hal furuk dan lebih teruk dan
malang lagi, ada juga tidak bersatu dalam aqidah. Ini kerana mereka memahami
al-Quran dan sunnah mengikut kefahaman masing-masing. Mereka berijtihad
melakukan sesuatu perkara yang tidak diajar oleh nabi dan tidak meneladani
petunjuk para sahabat nabi.
Ada pula yang berkata, “walaupun tiada petunjuk dalam hadis
(walhal hakikatnya mereka tidak tahu bahawa telah ada petunjuk), kami melakukan
perkara baik.”
Saya membantah mereka ini. Kerana secara tidak langsung,
mereka tidak menyedari bahawa mereka mencanggahi firman Allah bahawa:
“pada hari ini, Aku telah sempurnakan bagi kamu agama kamu,
dan Aku telah cukupkan nikmatKu kepada kamu, dan Aku telah redhakan Islam itu
menjadi agama untuk kamu”. (Surah al-Maidah, ayat 3).
Mereka menggambarkan ciri mereka sendiri seolah-olah
menganggap Islam tidak lengkap lagi. Mereka menganggap ada amalan yang baik
yang tidak diajar oleh Rasulullah.
Tuan-tuan, tiada satu amalan baik yang tidak diajar dan
disuruh oleh Rasulullah, dan tidak ada satu perbuatan jahat yang tidak ditegah
dan dilarang oleh Rasulullah melainkan baginda telah melarangnya.
Benar tuan-tuan,
persoalan kita di sini adalah bagaimana kita mengiktiraf perbuatan yang kita
anggap baik itu sebagai baik ketika kita masih terkial-kial tidak menjumpai nas
naqli? Ya.. kita telah menggunakan akal. Secara tidak langsung, kita menyamai
kumpulan Muktazilah. Muktazilah mendahului akal di atas naqal (wahyu).
Tuan-tuan, akal seseorang berbeza dengan akal yang lain.
Akal saya melihat perkara itu baik, tetapi akal orang lain berkata, yang itu
lebih baik. Akal bukan faktor penentu, akal hanyalah pembantu. Yang menentukan
baik dan buruk ialah wahyu dari al-Quran dan as-sunnah.
Dahulukan al-Quran dan Sunnah
Apa yang bercanggah dengan al-Quran dan sunnah itu tidaklah
menjadi perkara baik walaupun akal kita menganggap ia baik. Dahulukan al-Quran
dan sunnah.
Setiap kumpulan berbangga dengan kumpulannya. Mereka menjadi
taksub lalu mereka menjadi seorang takfir iaitu mengkafirkan orang lain, atau
mengatakan orang itu sesat kerana tidak menyamai dengan kumpulan mereka dalam
bab ibadah dan amalan harian yang mereka lakukan.
Fahami hakikat ini bersama-sama, saya menasihati diri saya
dan juga seluruh umat Islam agar kembalilah kepada ahlu sunnah wal jamaah
mengikut pegangan nabi, para sahabat nabi yang dimuliakan Allah dan khulafa
ar-rasyidin. Inilah yang dimaksudkan dengan ahlu sunnah wal jamaah dan
bersatulah kita dalam satu aqidah dan fiqh, nescaya kita mampu menjadi kuat dan
hebat sebagaimana zaman nabi. Genggamlah dengan tangan, cengkamlah dengan
geraham, biar bara dan api singgah di badan, tetaplah kita dengan al-quran dan
sunnah dan jauhi bid’ah. Sunnah itu wajib, sunnah juga sunat. Wallahu a’lam
http://klinik-muallij.blogspot.com/2012/05/mengapa-wajib-mendahului-al-quran-dan.html
Catatan oleh مستقيم
محمد نجيب
17/06/2015, 00:15 - Tok Yein Tab:
http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=apa+itu+salafusoleh+mengapa%2Fwajib+memahami+agama+melaui+salafi&source=web&cd=10&cad=rja&uact=8&ved=0CEkQFjAJahUKEwjFwqzUzJTGAhUGMbwKHUIsBnA&url=http%3A%2F%2Falmanhaj.or.id%2Fcontent%2F3422%2Fslash%2F0%2Fkewajiban-ittiba-mengikuti-jejak-salafush-shalih-dan-menetapkan-manhajnya%2F&ei=F0qAVYXbFobi8AXC2JiABw&usg=AFQjCNGuL83nfIyUZQ3Q3nBye_6S-Rot_Q&sig2=ZMvF4Odvy1IHZkKvYJmj7g
17/06/2015, 00:16 - Tok Yein Tab: Kewajiban Ittiba'
(Mengikuti Jejak) Salafush Shalih Dan Menetapkan Manhajnya
Jumat, 9 Nopember 2012 23:19:01 WIB
Kategori : Kitab : Aqidah (Syarah Aqidah ASWJ)
17/06/2015, 00:17 - Tok Yein Tab: KEWAJIBAN ITTIBA’
(MENGIKUTI JEJAK) SALAFUSH SHALIH DAN MENETAPKAN MANHAJNYA
Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas
Mengikuti manhaj (jalan) Salafush Shalih (yaitu para
Sahabat) adalah kewajiban bagi setiap individu Muslim. Adapun dalil-dalil yang
menunjukkan hal tersebut adalah sebagai berikut:
A. Dalil-dalil dari Al-Qur-an
Allah berfirman:
فَإِنْ آمَنُوا بِمِثْلِ مَا آمَنْتُمْ بِهِ فَقَدِ اهْتَدَوْا
ۖ وَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّمَا هُمْ فِي شِقَاقٍ ۖ فَسَيَكْفِيكَهُمُ اللَّهُ ۚ وَهُوَ
السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
“Maka jika mereka beriman kepada apa yang kamu telah beriman
kepadanya, sungguh mereka telah mendapat petunjuk, dan jika mereka berpaling,
sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan (denganmu). Maka Allah akan
memeliharamu dari mereka. Dan Dia-lah Yang Mahamendengar lagi Mahamengetahui.”
[Al-Baqarah: 137]
Al-Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah rahimahullah (wafat th. 751
H) berkata: “Melalui ayat ini Allah menjadikan iman para Sahabat Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai timbangan (tolok ukur) untuk membedakan
antara petunjuk dan kesesatan, antara kebenaran dan kebathilan. Apabila Ahlul
Kitab beriman sebagaimana berimannya para Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam, maka sungguh mereka mendapat hidayah (petunjuk) yang mutlak dan
sempurna. Jika mereka (Ahlul Kitab) berpaling (tidak beriman) sebagaimana
berimannya para Sahabat, maka mereka jatuh ke dalam perpecahan, perselisihan,
dan kesesatan yang sangat jauh ...”
Kemudian beliau rahimahullah melanjutkan: “Memohon hidayah
dan iman adalah sebesar-besar kewajiban, menjauhkan perselisihan dan kesesatan
adalah wajib; jadi mengikuti (manhaj) Sahabat Rasul Shallallahu ‘alaihi wa
sallam adalah kewajiban yang paling wajib (utama).”[1]
وَأَنَّ هَٰذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ ۖ وَلَا تَتَّبِعُوا
السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ۚ ذَٰلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ
تَتَّقُونَ
“Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang
lurus, maka ikutilah dia; janganlah kalian mengikuti jalan-jalan (yang lain),
karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu
diperintahkan oleh Allah kepada-mu agar kamu bertaqwa.” [Al-An’aam: 153]
Ayat ini sebagaimana dijelaskan dalam hadits Ibnu Mas’ud
Radhiyallahu anhu bahwa jalan itu hanya satu, sedangkan jalan selainnya adalah
jalan orang-orang yang mengikuti hawa nafsu dan jalannya ahli bid’ah. Hal ini
sesuai dengan apa yang telah dijelaskan oleh Imam Mujahid ketika menafsirkan
ayat ini. Jalan yang satu ini adalah jalan yang telah ditempuh oleh Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Sahabatnya Radhiyallahu anhum. Jalan ini
adalah ash-Shirath al-Mustaqiim yang wajib atas setiap Muslim menempuhnya dan
jalan inilah yang akan mengantarkan kepada Allah Azza wa Jalla.
Ibnul Qayyim menjelaskan bahwa jalan yang mengantarkan
seseorang kepada Allah hanya SATU… Tidak ada seorang pun yang dapat sampai
kepada Allah kecuali melalui jalan yang satu ini.[2]
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَىٰ
وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّىٰ وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ
ۖ وَسَاءَتْ مَصِيرًا
“Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas
kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang Mukmin,
Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami
masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.”
[An-Nisaa': 115]
17/06/2015, 00:18 - Tok Yein Tab: Ayat ini menunjukkan bahwa
menyalahi jalannya kaum Mukminin sebagai sebab seseorang terjatuh ke dalam
jalan-jalan kesesatan dan diancam dengan masuk Neraka Jahannam. Ayat ini juga
menunjukkan bahwa mengikuti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah
sebesar-besar prinsip dalam Islam yang mempunyai konsekuensi wajibnya umat Islam
untuk mengikuti jalannya kaum Mukminin sedangkan jalannya kaum Mukminin pada
ayat ini adalah keyakinan, perkataan dan perbuatan para Sahabat Radhiyallahu
anhum. Karena, ketika turunnya wahyu tidak ada orang yang beriman kecuali para
Sahabat, seperti firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
آمَنَ الرَّسُولُ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِ مِنْ رَبِّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ
“Rasul telah beriman kepada Al-Qur-an yang diturunkan
kepada-nya dari Rabb-nya, demikian pula orang-orang yang beriman.” [Al-Baqarah:
285]
Orang-orang Mukmin ketika itu hanyalah para Sahabat
Radhiyallahu anhum, tidak ada yang lain.
Ayat di atas menunjukkan bahwasanya mengikuti jalan para
Sahabat dalam memahami syari’at adalah wajib dan menyalahinya adalah
kesesatan.[3]
وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ
وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ
لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ۚ ذَٰلِكَ
الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk
Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar serta orang-orang yang
mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha terhadap mereka dan mereka ridha
kepada Allah. Allah menyediakan bagi mereka Surga-Surga yang mengalir sungai-sungai
di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang
besar.” [At-Taubah: 100]
Ayat tersebut sebagai hujjah bahwa manhaj para Sahabat
Radhiyallahu anhum adalah benar. Orang yang mengikuti mereka akan mendapatkan
keridhaan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala dan disediakan bagi mereka Surga.
Mengikuti manhaj mereka adalah wajib atas setiap Mukmin. Kalau mereka tidak mau
mengikuti maka mereka akan mendapatkan hukuman dan tidak mendapatkan keridhaan
Allah Azza wa Jalla. Hal ini harus diperhatikan.[4]
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ
وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk
manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, dan
beriman kepada Allah...” [Ali ‘Imran: 110]
Ayat ini menunjukkan bahwa Allah Azza wa Jalla telah
menetapkan keutamaan atas sekalian ummat-ummat yang ada dan hal ini menunjukkan
keistiqamahan para Sahabat dalam setiap keadaan karena mereka tidak menyimpang
dari syari’at yang terang benderang, sehingga Allah Azza wa Jalla
mempersaksikan bahwa mereka memerintahkan setiap kema’rufan (kebaikan) dan
mencegah setiap kemungkaran. Hal tersebut menunjukkan dengan pasti bahwa
pemahaman mereka (Sahabat) adalah hujjah atas orang-orang setelah mereka sampai
Allah Azza wa Jalla mewariskan bumi dan seisinya.[5]
17/06/2015, 00:18 - Tok Yein Tab: B. Dalil-Dalil Dari
As-Sunnah
‘Abdullah bin Mas‘ud Radhiyallahu anhu berkata :
خَطَّ لَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَطًّا
بِيَدِهِ، ثُمَّ قَالَ: هَذَا سَبِيْلُ اللهِ مُسْتَقِيْمًا، وَخَطَّ خُطُوْطًا عَنْ
يَمِيْنِهِ وَشِمَالِهِ، ثُمَّ قَالَ: هذِهِ سُبُلٌ ]مُتَفَرِّقَةٌ[ لَيْسَ مِنْهَا
سَبِيْلٌ إِلاَّ عَلَيْهِ شَيْطَانٌ يَدْعُوْ إِلَيْهِ، ثُمَّ قَرَأَ قَوْلَهُ تَعَالَى:
وَأَنَّ هَٰذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ ۖ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ
فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ۚ ذَٰلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membuat garis
dengan tangannya kemudian bersabda: ‘Ini jalan Allah yang lurus.’ Lalu beliau
membuat garis-garis di kanan kirinya, kemudian bersabda: ‘Ini adalah
jalan-jalan yang bercerai-berai (sesat) tidak satupun dari jalan-jalan ini
kecuali di dalamnya terdapat syaithan yang menyeru kepadanya.’ Selanjutnya
beliau membaca firman Allah Azza wa Jalla: ‘Dan bahwa (yang Kami perintahkan
ini) adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, janganlah kalian mengikuti
jalan-jalan (yang lain) karena jalan-jalan itu mencerai-berai-kan kamu dari
jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan oleh Allah kepadamu agar kamu
bertaqwa.’” [Al-An’aam: 153][6]
Dari ‘Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu anhu, ia berkata:
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِيْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ، ثُمَّ
الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ، ثُمَّ يَجِئُ قَوْمٌ تَسْبِقُ شَهَادَةُ أَحَدِهِمْ يَمِيْنَهُ،
وَيَمِيْنُهُ شَهَادَتَهُ.
‘Sebaik-baik manusia adalah pada masaku ini (yaitu masa para
Sahabat), kemudian yang sesudahnya, kemudian yang sesudahnya. Setelah itu akan
datang suatu kaum yang persaksian salah seorang dari mereka mendahului
sumpahnya dan sumpahnya mendahului persaksiannya.’”[7]
Dalam hadits ini Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengisyaratkan tentang kebaikan dan keutamaan mereka, yang merupakan
sebaik-baik manusia. Sedangkan perkataan ‘sebaik-baik manusia’ yaitu tentang
‘aqidahnya, manhajnya, akhlaknya, dakwahnya dan lain-lainnya. Oleh karena itu
mereka dikatakan sebaik-baik manusia.[8] Dalam riwayat lain disebutkan dengan
kata (خَيْرُكُمْ) ‘sebaik-baik kalian’ dan dalam riwayat yang lain disebutkan (خَيْرُ
أُمَّتِيْ)‘sebaik-baik ummatku.’
Sahabat Ibnu Mas’ud Radhiyallahu anhu berkata:
إِنَّ اللهَ نَظَرَ إِلَى قُلُوْبِ الْعِبَادِ، فَوَجَدَ قَلْبَ
مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَيْرَ قُلُوْبِ الْعِبَادِ فَاصْطَفَاهُ
لِنَفْسِهِ، فَابْتَعَثَهُ بِرِسَالَتِهِ، ثُمَّ نَظَرَ فِي قُلُوْبِ الْعِبَادِ بَعْدَ
قَلْبِ مُحَمَّدٍ، فَوَجَدَ قُلُوْبَ أَصْحَابِهِ خَيْرَ قُلُوْبِ الْعِبَادِ فَجَعَلَهُمْ
وُزَرَاءَ نَبِيِّهِ، يُقَاتِلُوْنَ عَلَى دِيْنِهِ، فَمَا رَأَى الْمُسْلِمُوْنَ حَسَناً
فَهُوَ عِنْدَ اللهِ حَسَنٌ، وَمَا رَأَوْا سَيِّئاً فَهُوَ عِنْدَ اللهِ سَيِّئٌ.
“Sesungguhnya Allah melihat hati hamba-hamba-Nya dan Allah
mendapati hati Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sebaik-baik
hati manusia, maka Allah pilih Nabi Muhammad Shall
17/06/2015, 00:19 - Tok Yein Tab: B. Dalil-Dalil Dari
As-Sunnah
‘Abdullah bin Mas‘ud Radhiyallahu anhu berkata :
خَطَّ لَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَطًّا
بِيَدِهِ، ثُمَّ قَالَ: هَذَا سَبِيْلُ اللهِ مُسْتَقِيْمًا، وَخَطَّ خُطُوْطًا عَنْ
يَمِيْنِهِ وَشِمَالِهِ، ثُمَّ قَالَ: هذِهِ سُبُلٌ ]مُتَفَرِّقَةٌ[ لَيْسَ مِنْهَا
سَبِيْلٌ إِلاَّ عَلَيْهِ شَيْطَانٌ يَدْعُوْ إِلَيْهِ، ثُمَّ قَرَأَ قَوْلَهُ تَعَالَى:
وَأَنَّ هَٰذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ ۖ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ
فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ۚ ذَٰلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membuat garis
dengan tangannya kemudian bersabda: ‘Ini jalan Allah yang lurus.’ Lalu beliau
membuat garis-garis di kanan kirinya, kemudian bersabda: ‘Ini adalah
jalan-jalan yang bercerai-berai (sesat) tidak satupun dari jalan-jalan ini
kecuali di dalamnya terdapat syaithan yang menyeru kepadanya.’ Selanjutnya
beliau membaca firman Allah Azza wa Jalla: ‘Dan bahwa (yang Kami perintahkan
ini) adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, janganlah kalian mengikuti
jalan-jalan (yang lain) karena jalan-jalan itu mencerai-berai-kan kamu dari
jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan oleh Allah kepadamu agar kamu
bertaqwa.’” [Al-An’aam: 153][6]
Dari ‘Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu anhu, ia berkata:
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِيْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ، ثُمَّ
الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ، ثُمَّ يَجِئُ قَوْمٌ تَسْبِقُ شَهَادَةُ أَحَدِهِمْ يَمِيْنَهُ،
وَيَمِيْنُهُ شَهَادَتَهُ.
‘Sebaik-baik manusia adalah pada masaku ini (yaitu masa para
Sahabat), kemudian yang sesudahnya, kemudian yang sesudahnya. Setelah itu akan
datang suatu kaum yang persaksian salah seorang dari mereka mendahului
sumpahnya dan sumpahnya mendahului persaksiannya.’”[7]
Dalam hadits ini Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengisyaratkan tentang kebaikan dan keutamaan mereka, yang merupakan
sebaik-baik manusia. Sedangkan perkataan ‘sebaik-baik manusia’ yaitu tentang
‘aqidahnya, manhajnya, akhlaknya, dakwahnya dan lain-lainnya. Oleh karena itu
mereka dikatakan sebaik-baik manusia.[8] Dalam riwayat lain disebutkan dengan
kata (خَيْرُكُمْ) ‘sebaik-baik kalian’ dan dalam riwayat yang lain disebutkan (خَيْرُ
أُمَّتِيْ)‘sebaik-baik ummatku.’
17/06/2015, 00:19 - Tok Yein Tab: Sahabat Ibnu Mas’ud
Radhiyallahu anhu berkata:
إِنَّ اللهَ نَظَرَ إِلَى قُلُوْبِ الْعِبَادِ، فَوَجَدَ قَلْبَ
مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَيْرَ قُلُوْبِ الْعِبَادِ فَاصْطَفَاهُ
لِنَفْسِهِ، فَابْتَعَثَهُ بِرِسَالَتِهِ، ثُمَّ نَظَرَ فِي قُلُوْبِ الْعِبَادِ بَعْدَ
قَلْبِ مُحَمَّدٍ، فَوَجَدَ قُلُوْبَ أَصْحَابِهِ خَيْرَ قُلُوْبِ الْعِبَادِ فَجَعَلَهُمْ
وُزَرَاءَ نَبِيِّهِ، يُقَاتِلُوْنَ عَلَى دِيْنِهِ، فَمَا رَأَى الْمُسْلِمُوْنَ حَسَناً
فَهُوَ عِنْدَ اللهِ حَسَنٌ، وَمَا رَأَوْا سَيِّئاً فَهُوَ عِنْدَ اللهِ سَيِّئٌ.
“Sesungguhnya Allah melihat hati hamba-hamba-Nya dan Allah
mendapati hati Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sebaik-baik
hati manusia, maka Allah pilih Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam
sebagai utusan-Nya dan Allah memberikan risalah kepadanya, kemudian Allah
melihat dari seluruh hati hamba-hamba-Nya setelah Nabi-Nya, maka didapati bahwa
hati para Sahabat merupakan hati yang paling baik sesudahnya, maka Allah
jadikan mereka sebagai pendamping Nabi-Nya yang mereka berperang untuk
agama-Nya. Apa yang dipandang kaum Mus-limin (para Sahabat Rasul) itu baik,
maka itu baik pula di sisi Allah dan apa yang mereka (para Sahabat Rasul)
pandang buruk, maka di sisi Allah hal itu adalah buruk.”[9]
Dalam hadits lain pun disebutkan tentang kewajiban kita
mengikuti manhaj Salafush Shalih (para Sahabat), yaitu hadits yang terkenal
dengan hadits ‘Irbadh bin Sariyah, hadits ini terdapat pula dalam al-Arba’in
an-Nawawiyyah (no. 28):
قَالَ الْعِرْبَاضُ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ : صَلَّى بِنَا رَسُوْلُ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ ثُمَّ أَقْبَلَ عَلَيْنَا فَوَعَظَناَ
مَوْعِظَةً بَلِيْغَةً ذَرَفَتْ مِنْهَا الْعُيُوْنُ وَوَجِلَتْ مِنْهَا الْقُلُوْبُ،
فَقَالَ قَائِلٌ: يَا رَسُوْلَ اللهِ كَأَنَّ هَذِهِ مَوْعِظَةُ مُوَدِّعٍ، فَمَاذَا
تَعْهَدُ إِلَيْناَ فَقَالَ: أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ
وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا، فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِي فَسَيَرَى اخْتِلاَفاً
كَثِيْراً، فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّيْنَ الرَّاشِدِيْنَ،
تَمَسَّكُوْا بِهَا وَعَضُّوْا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ، وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ
اْلأُمُوْرِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ.
Berkata al-‘Irbadh bin Sariyah Radhiyallahu anhu : “Suatu
hari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat bersama kami
kemudian beliau menghadap kepada kami dan memberikan nasihat kepada kami dengan
nasihat yang menjadikan air mata berlinang dan membuat hati bergetar, maka
seseorang berkata: ‘Wahai Rasulullah nasihat ini seakan-akan nasihat dari orang
yang akan berpisah, maka berikanlah kami wasiat.’ Maka Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Aku wasiatkan kepada kalian agar tetap bertaqwa
kepada Allah, tetaplah mendengar dan taat, walaupun yang memerintah kalian
adalah seorang budak dari Habasyah. Sungguh, orang yang masih hidup di antara
kalian setelahku akan melihat perselisihan yang banyak, maka wajib atas kalian
berpegang
17/06/2015, 00:20 - Tok Yein Tab: Sahabat Ibnu Mas’ud
Radhiyallahu anhu berkata:
إِنَّ اللهَ نَظَرَ إِلَى قُلُوْبِ الْعِبَادِ، فَوَجَدَ قَلْبَ
مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَيْرَ قُلُوْبِ الْعِبَادِ فَاصْطَفَاهُ
لِنَفْسِهِ، فَابْتَعَثَهُ بِرِسَالَتِهِ، ثُمَّ نَظَرَ فِي قُلُوْبِ الْعِبَادِ بَعْدَ
قَلْبِ مُحَمَّدٍ، فَوَجَدَ قُلُوْبَ أَصْحَابِهِ خَيْرَ قُلُوْبِ الْعِبَادِ فَجَعَلَهُمْ
وُزَرَاءَ نَبِيِّهِ، يُقَاتِلُوْنَ عَلَى دِيْنِهِ، فَمَا رَأَى الْمُسْلِمُوْنَ حَسَناً
فَهُوَ عِنْدَ اللهِ حَسَنٌ، وَمَا رَأَوْا سَيِّئاً فَهُوَ عِنْدَ اللهِ سَيِّئٌ.
“Sesungguhnya Allah melihat hati hamba-hamba-Nya dan Allah
mendapati hati Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sebaik-baik
hati manusia, maka Allah pilih Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam
sebagai utusan-Nya dan Allah memberikan risalah kepadanya, kemudian Allah
melihat dari seluruh hati hamba-hamba-Nya setelah Nabi-Nya, maka didapati bahwa
hati para Sahabat merupakan hati yang paling baik sesudahnya, maka Allah
jadikan mereka sebagai pendamping Nabi-Nya yang mereka berperang untuk
agama-Nya. Apa yang dipandang kaum Mus-limin (para Sahabat Rasul) itu baik,
maka itu baik pula di sisi Allah dan apa yang mereka (para Sahabat Rasul)
pandang buruk, maka di sisi Allah hal itu adalah buruk.”[9]
Dalam hadits lain pun disebutkan tentang kewajiban kita
mengikuti manhaj Salafush Shalih (para Sahabat), yaitu hadits yang terkenal
dengan hadits ‘Irbadh bin Sariyah, hadits ini terdapat pula dalam al-Arba’in
an-Nawawiyyah (no. 28):
17/06/2015, 00:22 - Tok Yein Tab:
قَالَ الْعِرْبَاضُ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ : صَلَّى بِنَا رَسُوْلُ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ ثُمَّ أَقْبَلَ عَلَيْنَا فَوَعَظَناَ
مَوْعِظَةً بَلِيْغَةً ذَرَفَتْ مِنْهَا الْعُيُوْنُ وَوَجِلَتْ مِنْهَا الْقُلُوْبُ،
فَقَالَ قَائِلٌ: يَا رَسُوْلَ اللهِ كَأَنَّ هَذِهِ مَوْعِظَةُ مُوَدِّعٍ، فَمَاذَا
تَعْهَدُ إِلَيْناَ فَقَالَ: أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ
وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا، فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِي فَسَيَرَى اخْتِلاَفاً
كَثِيْراً، فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّيْنَ الرَّاشِدِيْنَ،
تَمَسَّكُوْا بِهَا وَعَضُّوْا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ، وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ
اْلأُمُوْرِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ.
Berkata al-‘Irbadh bin Sariyah Radhiyallahu anhu : “Suatu
hari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat bersama kami
kemudian beliau menghadap kepada kami dan memberikan nasihat kepada kami dengan
nasihat yang menjadikan air mata berlinang dan membuat hati bergetar, maka
seseorang berkata: ‘Wahai Rasulullah nasihat ini seakan-akan nasihat dari orang
yang akan berpisah, maka berikanlah kami wasiat.’ Maka Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Aku wasiatkan kepada kalian agar tetap bertaqwa
kepada Allah, tetaplah mendengar dan taat, walaupun yang memerintah kalian
adalah seorang budak dari Habasyah. Sungguh, orang yang masih hidup di antara
kalian setelahku akan melihat perselisihan yang banyak, maka wajib atas kalian
berpegang teguh kepada Sunnahku dan Sunnah Khulafaur Rasyidin yang mendapat
petunjuk. Peganglah erat-erat dan gigitlah dia dengan gigi gerahammu. Dan
jauhilah oleh kalian perkara-perkara yang baru (dalam agama), karena sesungguhnya
setiap perkara yang baru itu adalah bid‘ah. Dan setiap bid‘ah itu adalah
sesat.”[10]
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan tentang akan
terjadinya perpecahan dan perselisihan pada ummatnya, kemudian Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan jalan keluar untuk selamat dunia dan
akhirat, yaitu dengan mengikuti Sunnahnya dan Sunnah para Sahabatnya
Radhiyallahu anhum. Hal ini menunjukkan tentang wajibnya mengikuti Sunnahnya
(Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam) dan Sunnah para Sahabatnya
Radhiyallahu anhum.
Kemudian dalam hadits yang lain, ketika Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan tentang hadits iftiraq (akan
terpecahnya umat ini menjadi 73 golongan), beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
أَلاَ إِنَّ مَنْ قَبْلَكُمْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ اِفْتَرَقُوْا
عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِيْنَ مِلَّـةً، وَإِنَّ هَذِهِ الْمِلَّةَ سَتَفْتَرِقُ عَلَى
ثَلاَثٍ وَسَبْعِيْنَ: ثِنْتَانِ وَسَبْعُوْنَ فِي النَّارِ، وَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ،
وَهِيَ الْجَمَاعَةُ.
“Ketahuilah, sesungguhnya orang-orang sebelum kamu dari
Ahlul Kitab telah berpecah belah menjadi tujuh puluh dua golongan. Sesungguhnya
(ummat) agama ini (Islam) akan berpecah belah menjadi tujuh puluh tiga
golongan, tujuh puluh dua golongan tempatnya di dalam Neraka dan hanya satu
golongan di dalam Surga, yaitu al-Jama’ah.”[11]
17/06/2015, 00:22 - Tok Yein Tab: Dalam riwayat lain
disebutkan:
كُلُّهُمْ فِي النَّارِ إِلاَّ مِلَّةً وَاحِدَةً: مَا أَنَا عَلَيْهِ
وَأَصْحَابِيْ.
“Semua golongan tersebut tempatnya di Neraka, kecuali satu
(yaitu) yang aku dan para Sahabatku berjalan di atasnya.”[12]
Hadits iftiraq tersebut juga menunjukkan bahwa umat Islam
akan terpecah menjadi 73 golongan, semua binasa kecuali satu golongan, yaitu
yang mengikuti apa yang telah dilaksanakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam dan para Sahabatnya Radhiyallahu anhum. Jadi, jalan selamat itu hanya
satu, yaitu mengikuti Al-Qur-an dan As-Sunnah menurut pemahaman Salafush Shalih
(para Sahabat).
Hadits di atas menunjukkan bahwa setiap orang yang mengikuti
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Sahabatnya adalah termasuk ke dalam
al-Firqatun Naajiyah (golongan yang selamat). Sedangkan yang menyelisihi (tidak
mengikuti) para Sahabat, maka mereka adalah golongan yang binasa dan akan
mendapat ancaman dengan masuk ke dalam Neraka.
C. Dalil-Dalil Dari Penjelasan Para Ulama
‘Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu anhu berkata:
اِتَّبِعُوْا وَلاَ تَبْتَدِعُوْا فَقَدْ كُفِيْتُمْ وَكُلُّ بِدْعَةٍ
ضَلاَلَةٌ.
“Hendaklah kalian mengikuti dan janganlah kalian berbuat
bid’ah. Sungguh kalian telah dicukupi dengan Islam ini, dan setiap bid’ah
adalah sesat.”[13]
Kembali ‘Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu anhu mengatakan:
مَنْ كَانَ مِنْكُمْ مُتَأَسِّياً فَلْيَتَأَسَّ بِأَصْحَابِ رَسُوْلِ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَإِنَّهُمْ كَانُوْا أَبَرَّ هَذِهِ اْلأُمَّةِ
قُلُوْباً، وَأَعْمَقَهَا عِلْمًا، وَأَقَلَّهَا تَكَلُّفًا، وَأَقْوَمَهَا هَدْيًا،
وَأَحْسَنَهَا حَالاً، قَوْمٌ اِخْتَارَهُمُ اللهُ لِصُحْبَةِ نَبِيِّهِ وَِلإِقَامَةِ
دِيْنِهِ، فَاعْرِفُوْا لَهُمْ فَضْلَهُمْ، وَاتَّبِعُوْهُمْ فِي آثَارِهِمْ، فَإِنَّهُمْ
كَانُوْا عَلَى الْهُدَى الْمُسْتَقِيْمِ.
“Barangsiapa di antara kalian yang ingin meneladani,
hendaklah meneladani para Sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Karena sesungguhnya mereka adalah ummat yang paling baik hatinya, paling dalam
ilmunya, paling sedikit bebannya, dan paling lurus petunjuknya, serta paling
baik keadaannya. Suatu kaum yang Allah telah memilih mereka untuk menemani Nabi-Nya,
untuk menegakkan agama-Nya, maka kenalilah keutamaan mereka serta ikutilah
atsar-atsarnya, karena mereka berada di jalan yang lurus.”[14]
17/06/2015, 00:22 - Tok Yein Tab: Imam al-Auza’i (wafat
tahun 157 H) rahimahullah mengatakan:
اِصْبِرْ نَفْسَكَ عَلَى السُّنَّةِ، وَقِفْ حَيْثُ وَقَفَ الْقَوْمُ،
وَقُلْ بِمَا قَالُواْ، وَكُفَّ عَمَّا كُفُّوْا عَنْهُ، وَاسْلُكْ سَبِيْلَ سَلَفِكَ
الصَّالِحِ، فَإِنَّهُ يَسَعُكَ مَا وَسِعَهُمْ.
“Bersabarlah dirimu di atas Sunnah, tetaplah tegak
sebagaimana para Sahabat tegak di atasnya. Katakanlah sebagaimana yang mereka
katakan, tahanlah dirimu dari apa-apa yang mereka menahan diri darinya. Dan
ikutilah jalan Salafush Shalih karena ia akan mencukupimu apa saja yang
mencukupi mereka.”[15]
Beliau rahimahullah juga berkata:
عَلَيْكَ بِآثَارِ مَنْ سَلَفَ وَإِنْ رَفَضَكَ النَّاسُ، وَإِيَّاكَ
وَآرَاءَ الرِّجَالِ وَإِنْ زَخْرَفُوْهُ لَكَ بِالْقَوْلِ.
“Hendaklah engkau berpegang kepada atsar Salafush Shalih
meskipun orang-orang menolaknya dan jauhkanlah dirimu dari pendapat orang
meskipun ia hiasi pendapatnya dengan perkataannya yang indah.”[16]
Muhammad bin Sirin (wafat tahun 110 H)rahimahullah berkata:
كَانُوْا يَقُوْلُوْنَ: إِذَا كَانَ الرَّجُلُ عَلَى اْلأَثَرِ
فَهُوَ عَلَى الطَّرِيْقِ.
“Mereka mengatakan: ‘Jika ada seseorang berada di atas atsar
(Sunnah), maka sesungguhnya ia berada di atas jalan yang lurus.’” [17]
Imam Ahmad (wafat tahun 241 H) rahimahullah berkata:
أُصُوْلُ السُّنَّةِ عِنْدَنَا: التَّمَسُّكُ بِمَا كَانَ عَلَيْهِ
أَصْحَابُ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاْلإِقْتِدَاءُ بِهِمْ
وَتَرْكُ الْبِدَعِ وَكُلُّ بِدْعَةٍ فَهِيَ ضَلاَلَةٌ.
“Prinsip Ahlus Sunnah adalah berpegang dengan apa yang
dilaksanakan oleh para Sahabat Radhiyallahu anhum dan mengikuti jejak mereka,
meninggalkan bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat.”[18]
Jadi dari penjelasan tersebut di atas dapat dikatakan bahwa
Ahlus Sunnah meyakini bahwa kema’shuman dan keselamatan hanya ada pada manhaj
Salaf. Bahwasanya seluruh manhaj yang tidak berlandaskan kepada Al-Qur-an dan
As-Sunnah menurut pemahaman Salafush Shalih adalah menyimpang dari ash-Shirath
al-Mustaqiim, penyimpangan itu sesuai dengan kadar jauhnya mereka dari manhaj
Salaf. Kebenaran yang ada pada mereka juga sesuai dengan kadar kedekatan mereka
dengan manhaj Salaf. Sekiranya para pengikut manhaj-manhaj menyimpang itu
mengikuti pedoman manhaj mereka, niscaya mereka tidak akan dapat mewujudkan
hakekat penghambaan diri kepada Allah Azza wa Jalla sebagaimana mestinya selama
mereka jauh dari manhaj Salaf. Sekiranya mereka berhasil meraih tampuk
kekuasaan tidak berdasarkan pada manhaj yang lurus ini, maka janganlah
terpedaya dengan hasil yang mereka peroleh itu. Karena kekuasaan hakiki yang
dijanjikan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam hanyalah bagi orang-orang
yang berada di atas manhaj Salaf ini. Janganlah kita merasa terasing karena
sedikitnya orang-orang yang mengikuti kebenaran dan jangan pula kita terpedaya
karena banyaknya orang-orang yang tersesat.
17/06/2015, 00:23 - Tok Yein Tab: Ahlus Sunnah meyakini
bahwa generasi akhir ummat ini hanya akan menjadi baik dengan apa yang
menjadikan baik generasi awalnya. Alangkah meruginya orang-orang yang terpedaya
dengan manhaj (metode) baru yang menyelisihi syari’at dan melupakan jerih payah
Salafush Shalih. Manhaj (metode) baru itu semestinya dilihat dengan kacamata
syari’at bukan sebaliknya.[19]
Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah berkata:
اِتَّبِعْ طُرُقَ الْهُدَى وَلاَ يَضُرُّكَ قِلَّةُ السَّالِكِيْنَ
وَإِيَّاكَ وَطُرُقَ الضَّلاَلَةِ وَلاَ تَغْتَرْ بِكَثْرَةِ الْهَالِكِيْنَ.
“Ikutilah jalan-jalan petunjuk (Sunnah), tidak
membahayakanmu sedikitnya orang yang menempuh jalan tersebut. Jauhkan dirimu
dari jalan-jalan kesesatan dan janganlah engkau tertipu dengan banyaknya orang
yang menempuh jalan kebinasaan.”[20]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata,
مَنْ عَدَلَ عَنْ مَذَاهِبِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَفْسِيْرِهِمْ
إِلَى مَا يُخَالِفُ ذَلِكَ كَانَ مُخْطِئًا فِيْ ذَلِكَ، بَلْ مُبْتَدِعًا، وَإِنْ
كَانَ مُجْتَهِدًا مَغْفُوْرًا لَهُ خَطَؤُهُ. وَنَحْنُ نَعْلَمُ أَنَّ الْقُرْآنَ
قَرَأَهُ الصَّحَابَةُ وَالتَّابِعُوْنَ وَتَابِعُوْهُمْ، وَأَنَّهُمْ كَانُوْا أَعْلَمَ
بِتَفْسِيْرِهِ وَمَعَانِيْهِ كَمَا أَنَّهُمْ أَعْلَمُ بِالْحَقِّ الَّذِى بَعَثَ
اللهُ بِهِ رَسُوْلَهُ.
“Barangsiapa yang berpaling dari madzhab Sahabat dan Tabi’in
dan penafsiran mereka kepada yang menyelisihinya, maka ia telah salah bahkan
(disebut) Ahlul Bid’ah. Jika ia sebagai mujtahid, maka kesalahannya akan
diampuni. Kita mengetahui bahwa Al-Qur-an telah dibaca oleh para Sahabat, Tabi’in
dan yang mengikuti mereka, dan sungguh mereka lebih mengetahui tentang
penafsiran Al-Qur-an dan makna-maknanya, sebagaimana mereka lebih mengetahui
tentang kebenaran yang dengannya Allah mengutus Rasul-Nya.”[21]
D. Perhatian Para Ulama Terhadap ‘Aqidah Salafush Shalih.
Sesungguhnya para ulama mempunyai perhatian yang sangat
besar terhadap ‘aqidah Salafush Shalih. Mereka menulis kitab-kitab yang banyak
sekali untuk menjelaskan dan menerangkan ‘aqidah Salaf ini, serta membantah
orang-orang yang menentang dan menyalahi ‘aqidah ini dari berbagai macam firqah
dan golongan yang sesat. Karena sesungguhnya ‘aqidah dan manhaj Salaf ini
dikenal dengan riwayat bersambung yang sampai kepada imam-imam Ahlus Sunnah dan
ditulis dengan penjelasan yang benar dan akurat.
Adapun untuk mengetahui ‘aqidah dan manhaj Salaf ini, maka
kita bisa melihat:
Pertama, penyebutan lafazh-lafazh tentang ‘aqidah dan manhaj
Salaf yang diriwayatkan oleh para Imam Ahlul Hadits dengan sanad-sanad yang
shahih.
Kedua, yang meriwayatkan ‘aqidah dan manhaj Salaf adalah
seluruh ulama kaum Muslimin dari berbagai macam disiplin ilmu: Ahlul Ushul,
Ahlul Fiqh, Ahlul Hadits, Ahlut Tafsir, dan yang lainnya.
17/06/2015, 00:23 - Tok Yein Tab: Sehingga ‘aqidah dan
manhaj Salaf ini diriwayatkan oleh para ulama dari berbagai disiplin ilmu
secara mutawatir.
Penulisan dan pembukuan masalah ‘aqidah dan manhaj Salaf
(seiring) bersamaan dengan penulisan dan pembukuan Sunnah Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Pentingnya ‘aqidah Salaf ini di antara ‘aqidah-‘aqidah yang
lainnya, yaitu antara lain:[22]
1. Bahwa dengan ‘aqidah Salaf ini, seorang Muslim akan
meng-agungkan Al-Qur-an dan As-Sunnah, adapun ‘aqidah yang lain karena
mashdarnya (sumbernya) hawa nafsu, maka mereka akan mempermainkan dalil, sedang
dalil dan tafsirnya mengikuti hawa nafsu.
2. Bahwa dengan ‘aqidah Salaf ini akan mengikat seorang
Muslim dengan generasi yang pertama, yaitu para Sahabat Radhiyallahu anhum yang
mereka itu adalah sebaik-baik manusia dan ummat.
3. Bahwa dengan ‘aqidah Salaf ini, kaum Muslimin dan
da’i-da’inya akan bersatu, sehingga dapat mencapai kemuliaan serta menjadi
sebaik-baik ummat. Hal ini karena ‘aqidah Salaf ini berdasarkan Al-Qur-an dan
As-Sunnah menurut pemahaman para Sahabat. Adapun ‘aqidah selain ‘aqidah Salaf
ini, maka dengannya tidak akan tercapai persatuan bahkan yang akan terjadi
adalah perpecahan dan kehancuran.
Imam Malik rahimahullah berkata:
لَنْ يُصْلِحَ آخِرَ هَذِهِ اْلأُمَّةِ إِلاَّ مَا أَصْلَحَ أَوَّلَهَا.
“Tidak akan dapat memperbaiki ummat ini melainkan dengan apa
yang telah membuat baik generasi pertama ummat ini (Sahabat)”[23]
4. ‘Aqidah Salaf ini jelas, mudah dan jauh dari ta’wil,
ta’thil dan tasybih.[24] Oleh karena itu, dengan kemudahan ini setiap Muslim
akan mengagungkan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan akan merasa tenang dengan
qadha’ dan qadar Allah Subhanahu wa Ta’ala.
5. ‘Aqidah Salaf ini adalah aqidah yang selamat, karena
Salafus Shalih lebih selamat, lebih tahu dan lebih bijaksana (aslam, a’lam,
ahkam). Dengan ‘aqidah Salaf ini akan membawa kepada keselamatan di dunia dan
akhirat. Oleh karena itu berpegang pada ‘aqidah Salaf ini hukumnya wajib.
[Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah,
Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi'i, Po Box
7803/JACC 13340A Jakarta, Cetakan Ketiga 1427H/Juni 2006M]
17/06/2015, 00:24 - Tok Yein Tab: _______
Footnote
[1]. Bashaa-ir Dzawii Syaraf bi Syarah Marwiyyati Manhajis
Salaf (hal. 53) karya Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali.
[2]. Tafsiirul Qayyim libnil Qayyim (hal. 14-15).
[3]. Bashaa-ir Dzawii Syaraf bi Syarah Marwiyyati Manhajis
Salaf (hal. 54).
[4]. Bashaa-ir Dzawii Syaraf bi Syarah Marwiyyati Manhajis
Salaf (hal. 43).
[5]. Lihat Limaadza Ikhtartul Manhajas Salafi (hal. 86),
oleh Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilaly.
[6]. Hadits shahih riwayat Ahmad (I/435, 465), ad-Darimy
(I/67-68), al-Hakim (II/318), Syarhus Sunnah lil Imaam al-Baghawy (no. 97),
dihasankan oleh Syaikh al-Albani dalam As-Sunnah libni Abi ‘Ashim no. 17.
Tafsir an-Nasa-i (no. 194). Adapun tambahan (mutafarriqatun) diriwayatkan oleh
Imam Ahmad (I/435).
[7]. Muttafaq ‘alaihi. HR. Al-Bukhari (no. 2652, 3651, 6429,
6658) dan Muslim (no. 2533 (212)) dan lainnya dari Sahabat Ibnu Mas’ud
Radhiyallahu anhu. Hadits ini mu-tawatir sebagaimana telah ditegaskan oleh
al-Hafizh Ibnu Hajar dalam al-Ishaabah (I/12), al-Munawi dalam Faidhul Qadiir
(III/478) serta disetujui oleh al-Kattaany dalam kitab Nadhmul Mutanaatsiir
(hal 127). Lihat Limaadzaa Ikhtartul Manhajas Salafi (hal. 87).
[8]. Limaadzaa Ikhtartul Manhajas Salafi (hal. 86-87).
[9]. HR. Ahmad (I/379), dishahihkan oleh Syaikh Ahmad Syakir
(no. 3600). Lihat Majma’uz Zawaa-id (I/177-178). Diriwayatkan juga oleh
al-Hakim (III/78), ath-Thabrani dalam al-Mu’jamul Kabiir (IX, no. 8582) dan
al-Ajurri dalam asy-Syarii’ah.
[10].HR. Ahmad (IV/126-127), Abu Dawud (no. 4607) dan
at-Tirmidzi (no. 2676), ad-Darimy (I/44), al-Baghawy dalam kitabnya Syarhus
Sunnah (I/205), al-Hakim (I/95), dishahihkan dan disepakati oleh Imam
adz-Dzahabi. Syaikh al-Albani juga menshahihkan hadits ini dalam Irwaa-ul
Ghaliil (no. 2455).
[11]. HR. Abu Dawud (no. 4597), Ahmad (IV/102), al-Hakim
(I/128), ad-Darimi (II/241), al-Ajurri dalam asy-Syarii’ah, al-Lalikai dalam
as-Sunnah (I/113 no. 150). Dishahihkan oleh al-Hakim dan disepakati oleh Imam
adz-Dzahabi dari Mu’a-wiyah bin Abi Sufyan. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah
mengatakan hadits ini shahih masyhur. Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani. Lihat
Silsilatul Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 203-204).
[12]. HR. At-Tirmidzi (no. 2641) dan al-Hakim (I/129) dari
Sahabat ‘Abdullah bin ‘Amr, dan dihasankan oleh Syaikh al-Albani dalam
Shahiihul Jaami’ (no. 5343). Lihat Dar-ul Irtiyaab ‘an Hadiits maa Anaa ‘alaihi
wa Ash-haabii oleh Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, cet. Darur Rayah, th. 1410
H.
[13]. Diriwayatkan oleh ad-Darimi (I/69), al-Lalika-i dalam
Syarah Ushuul I’tiqaad Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah (I/96 no. 104), ath-Thabrani
dalam Mu’jaamul Kabiir (no. 8770), dan Ibnu Baththah dalam al-Ibaanah (no.
175).
[14]. Diriwayatkan oleh Ibnu ‘Abdil Baar dalam kitabnya
Jaami’ Bayaanil ‘Ilmi wa Fadhlih (II/947 no. 1810), tahqiq Abul Asybal Samir
az-Zuhairi.
[15]. Syarah Ushuul I’tiqaad Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah
(I/174 no. 315).
[16]. Imam al-Ajurri dalam asy-Syarii’ah (I/445, no. 127)
dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Mukhtasharul ‘Uluww lil Imaam
adz-Dzahabi (hal. 138), Siyar A’laamin Nubalaa’ (VII/120) dan Jaami’ Bayaanil
‘Ilmi wa Fadhlihi (II/1071, no. 2077).
[17]. HR. Ad-Darimi (I/54), Ibnu Baththah dalam al-Ibaanah
‘an Syarii’atil Firqatin Naajiyah (I/356, no. 242). Syarah Ushuul I’tiqaad
Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah oleh al-Lalika-i (I/98 no. 109).
[18]. Syarah Ushuul I’tiqaad Ahlis Sunnah wal Jamaa‘ah oleh
al-Lalika-i (I/176, no. 317).
[19]. As-Siraajul Wahhaaj fii Bayaanil Minhaaj (hal. 81, no.
166).
[20]. Lihat al-I’tishaam (I/112).
[21]. Majmuu’ Fataawaa Syaikhil Islaam Ibni Taimiyyah
(XIII/361-362)
[22]. Dinukil dari muqaddimah Syarhul ‘Aqiidah
al-Waasithiyyah (hal. 6-7) oleh Syaikh Khalil Hirras, takhrij Alwi Saqqaf,
dengan sedikit tambahan.
[23]. Lihat at-Tamhiid karya Ibnu ‘Abdil Barr (XV/292),
tahqiq Usamah bin Ibrahim, Ighaatsatul Lahfaan min Mashaayidhisy Syaithaan
(I/313) oleh Ibnul Qayyim, tahqiq Khalid ‘Abdul Lathif as-Sab’il ‘Alami, cet.
Darul Kitab al-‘Arabi, th. 1422 H dan Sittu Durar min Ushuuli
17/06/2015, 00:25 - Tok Yein Tab: Footnote
[1]. Bashaa-ir Dzawii Syaraf bi Syarah Marwiyyati Manhajis
Salaf (hal. 53) karya Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali.
[2]. Tafsiirul Qayyim libnil Qayyim (hal. 14-15).
[3]. Bashaa-ir Dzawii Syaraf bi Syarah Marwiyyati Manhajis
Salaf (hal. 54).
[4]. Bashaa-ir Dzawii Syaraf bi Syarah Marwiyyati Manhajis
Salaf (hal. 43).
[5]. Lihat Limaadza Ikhtartul Manhajas Salafi (hal. 86),
oleh Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilaly.
[6]. Hadits shahih riwayat Ahmad (I/435, 465), ad-Darimy
(I/67-68), al-Hakim (II/318), Syarhus Sunnah lil Imaam al-Baghawy (no. 97),
dihasankan oleh Syaikh al-Albani dalam As-Sunnah libni Abi ‘Ashim no. 17.
Tafsir an-Nasa-i (no. 194). Adapun tambahan (mutafarriqatun) diriwayatkan oleh
Imam Ahmad (I/435).
[7]. Muttafaq ‘alaihi. HR. Al-Bukhari (no. 2652, 3651, 6429,
6658) dan Muslim (no. 2533 (212)) dan lainnya dari Sahabat Ibnu Mas’ud
Radhiyallahu anhu. Hadits ini mu-tawatir sebagaimana telah ditegaskan oleh
al-Hafizh Ibnu Hajar dalam al-Ishaabah (I/12), al-Munawi dalam Faidhul Qadiir
(III/478) serta disetujui oleh al-Kattaany dalam kitab Nadhmul Mutanaatsiir
(hal 127). Lihat Limaadzaa Ikhtartul Manhajas Salafi (hal. 87).
[8]. Limaadzaa Ikhtartul Manhajas Salafi (hal. 86-87).
[9]. HR. Ahmad (I/379), dishahihkan oleh Syaikh Ahmad Syakir
(no. 3600). Lihat Majma’uz Zawaa-id (I/177-178). Diriwayatkan juga oleh
al-Hakim (III/78), ath-Thabrani dalam al-Mu’jamul Kabiir (IX, no. 8582) dan
al-Ajurri dalam asy-Syarii’ah.
[10].HR. Ahmad (IV/126-127), Abu Dawud (no. 4607) dan
at-Tirmidzi (no. 2676), ad-Darimy (I/44), al-Baghawy dalam kitabnya Syarhus
Sunnah (I/205), al-Hakim (I/95), dishahihkan dan disepakati oleh Imam
adz-Dzahabi. Syaikh al-Albani juga menshahihkan hadits ini dalam Irwaa-ul
Ghaliil (no. 2455).
17/06/2015, 00:25 - Tok Yein Tab: 11]. HR. Abu Dawud (no.
4597), Ahmad (IV/102), al-Hakim (I/128), ad-Darimi (II/241), al-Ajurri dalam
asy-Syarii’ah, al-Lalikai dalam as-Sunnah (I/113 no. 150). Dishahihkan oleh
al-Hakim dan disepakati oleh Imam adz-Dzahabi dari Mu’a-wiyah bin Abi Sufyan.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan hadits ini shahih masyhur. Dishahihkan
oleh Syaikh al-Albani. Lihat Silsilatul Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 203-204).
[12]. HR. At-Tirmidzi (no. 2641) dan al-Hakim (I/129) dari
Sahabat ‘Abdullah bin ‘Amr, dan dihasankan oleh Syaikh al-Albani dalam
Shahiihul Jaami’ (no. 5343). Lihat Dar-ul Irtiyaab ‘an Hadiits maa Anaa ‘alaihi
wa Ash-haabii oleh Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, cet. Darur Rayah, th. 1410
H.
[13]. Diriwayatkan oleh ad-Darimi (I/69), al-Lalika-i dalam
Syarah Ushuul I’tiqaad Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah (I/96 no. 104), ath-Thabrani
dalam Mu’jaamul Kabiir (no. 8770), dan Ibnu Baththah dalam al-Ibaanah (no.
175).
[14]. Diriwayatkan oleh Ibnu ‘Abdil Baar dalam kitabnya
Jaami’ Bayaanil ‘Ilmi wa Fadhlih (II/947 no. 1810), tahqiq Abul Asybal Samir
az-Zuhairi.
[15]. Syarah Ushuul I’tiqaad Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah
(I/174 no. 315).
[16]. Imam al-Ajurri dalam asy-Syarii’ah (I/445, no. 127)
dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Mukhtasharul ‘Uluww lil Imaam
adz-Dzahabi (hal. 138), Siyar A’laamin Nubalaa’ (VII/120) dan Jaami’ Bayaanil
‘Ilmi wa Fadhlihi (II/1071, no. 2077).
[17]. HR. Ad-Darimi (I/54), Ibnu Baththah dalam al-Ibaanah
‘an Syarii’atil Firqatin Naajiyah (I/356, no. 242). Syarah Ushuul I’tiqaad
Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah oleh al-Lalika-i (I/98 no. 109).
[18]. Syarah Ushuul I’tiqaad Ahlis Sunnah wal Jamaa‘ah oleh
al-Lalika-i (I/176, no. 317).
[19]. As-Siraajul Wahhaaj fii Bayaanil Minhaaj (hal. 81, no.
166).
[20]. Lihat al-I’tishaam (I/112).
[21]. Majmuu’ Fataawaa Syaikhil Islaam Ibni Taimiyyah
(XIII/361-362)
[22]. Dinukil dari muqaddimah Syarhul ‘Aqiidah
al-Waasithiyyah (hal. 6-7) oleh Syaikh Khalil Hirras, takhrij Alwi Saqqaf,
dengan sedikit tambahan.
[23]. Lihat at-Tamhiid karya Ibnu ‘Abdil Barr (XV/292),
tahqiq Usamah bin Ibrahim, Ighaatsatul Lahfaan min Mashaayidhisy Syaithaan
(I/313) oleh Ibnul Qayyim, tahqiq Khalid ‘Abdul Lathif as-Sab’il ‘Alami, cet.
Darul Kitab al-‘Arabi, th. 1422 H dan Sittu Durar min Ushuuli Ahlil Atsar (hal.
73) oleh ‘Abdul Malik bin Ahmad Ramadhani.
[24]. Lihat penjelasannya pada catatan kaki no. 218-221 di
halaman 143.
17/06/2015, 07:22 - madzeds: <Media omitted>
26/06/2015, 08:18 - madzeds: Assallamualaikum wrth.
University King Saud telah mengeluarkan 'Al-Quran
Maya', setelah berusaha sekian lama.
Inilah satu Al-Quran yang lengkap dengan cara guna yang
cukup mudah, cuma dengan menyentuh skrin dari kiri kekanan dan sebaliknya.
Sila klik disini:
http://quran.ksu.edu.sa/m.php?l=ar#aya=1_1
Bersuara + membaca + terjemahan + ulasan
Ini adalah terbaik.
Berkongsilah dengan rakan2 dan saudara mara insya Allah.
Bleh upload kt fon jgk.
26/06/2015, 08:35 - Atok YEIN: Al-Iraqi menjawab, “Tampaknya
yang dimaksud adalah ketika (muadzin) memulai iqamat agar makmum bersiap-siap
mendapatkan takbiratul ihram bersama imam. Di antara yang menunjukan hal ini
adalah hadits Abu Musa dalam riwayat ath-Thabarani bahwa Nabi melihat seseorang
shalat dua rakaat sunnah fajar ketika muadzin memulai iqamat.” Al-Iraqi
mengatakan, “Sanad hadits ini bagus.” Hal ini juga dipertegas oleh
al-Mubarakfuri dalam Syarah at-Tirmidzi.
26/06/2015, 08:37 - Atok YEIN: Dari sini, an-Nawawi t
menyimpulkan, “Hadits-hadits ini mengandung larangan yang tegas untuk memulai
shalat sunnah setelah iqamat shalat dikumandangkan, sama saja baik sunnah
rawatib seperti sunnah subuh, zuhur, dan asar, maupun yang lainnya.” (al-Minhaj
Syarah Shahih Muslim)
26/06/2015, 08:37 - Atok YEIN: Ibnu Hajar juga mengatakan,
“Hadits itu mengandung larangan melakukan shalat sunnah setelah dimulainya
iqamat shalat, sama saja baik itu sunnah rawatib maupun selainnya.” (Fathul
Bari Syarah Shahih al-Bukhari)
26/06/2015, 08:38 - Atok YEIN: Menurut an-Nawawi, ini adalah
pendapat al-Imam asy-Syafi’i dan jumhur ulama. Adapun Abu Hanifah berpendapat
bahwa bagi yang belum shalat dua rakaat sunnah (qabliyah) subuh hendaknya
shalat di masjid setelah iqamat, selama tidak khawatir tertinggal rakaat kedua.
26/06/2015, 08:39 - Atok YEIN: Dalam hal ini, ada sembilan
pendapat sebagaimana diterangkan oleh asy-Syaukani dalam kitabnya Nailul Authar
dan dinukil oleh al-Mubarakfuri dalam kitab Tuhfatul Ahwadzi. Namun, pendapat
asy-Syafi’i dan jumhur itulah yang dikuatkan oleh al-Mubarakfuri. Dengan
demikian, dua rakaat qabliyah subuh pun tidak boleh dilakukan, walaupun
keutamaan shalat tersebut sangat besar. Hal ini berdasarkan hadits-hadits
berikut ini.
26/06/2015, 08:39 - Atok YEIN: Dari Abdullah bin Sirjis -dan
beliau telah berjumpa dengan Rasulullah- bahwa Rasulullah shalat fajar.
Datanglah seseorang lalu shalat dua rakaat (sunat) fajar di belakang beliau.
Dia kemudian masuk (shalat bersama jamaah). Ketika Nabi selesai dari shalatnya,
beliau mengatakan kepada orang tersebut, “Shalat yang mana yang engkau anggap
sebagai shalatmu: yang engkau shalat sendirian, atau yang engkau shalat bersama
kami!?” (Sahih, HR. Abu Dawud, an-Nasa’i, Ahmad, Ibnu Hibban dan yang lain.
Hadits tersebut adalah lafadz Ibnu Hibban, dan disahihkan oleh asy-Syaikh
al-Albani)
26/06/2015, 08:40 - Atok YEIN: Dari Ibnu Abbas, ia berkata:
Aku shalat sementara muadzin mulai mengumandangkan iqamat. Nabi lalu menarikku
dan mengatakan, “Apakah engkau mau shalat subuh empat rakaat?!” (HR. Abu Dawud
ath-Thayalisi dan al-Hakim, beliau mengatakan, “Sahih sesuai dengan syarat
Muslim.”)
26/06/2015, 08:42 - Atok YEIN: Ibnu Rajab mengatakan, “Jika
seseorang telah memulai shalat sunnah sebelum iqamat, lalu iqamat
dikumandangkan, dalam hal ini ada dua pendapat. Salah satunya, ia tetap
menyempurnakan shalatnya. Pendapat yang kedua, ia memutusnya.” (Fathul Bari
Syarah Shahih al-Bukhari, dengan diringkas)
26/06/2015, 08:43 - Atok YEIN: Yang berpendapat memutus
adalah Said bin Jubair (seorang tabi’in), dan salah satu riwayat dari
asy-Syafi’i serta Ahmad. Ini juga pendapat Zhahiriyah. Al-Lajnah ad-Daimah juga
memfatwakan agar shalat sunnahnya diputus sehingga mendapatkan takbiratul
ihram. (Fatwa no. 3763)
26/06/2015, 08:45 - Atok YEIN: Ibnu Abdir Bar t mengatakan,
“Yang jadi hujjah saat perselisihan adalah sunnah Nabi. Oleh karena itu, barang
siapa berhujjah dengannya, dialah yang beruntung. Barang siapa menggunakannya,
dialah yang selamat. Tidaklah aku diberi taufiq selain oleh Allah.” (at-Tamhid)
Muhammad bin Sirin (seorang ulama tabi’in) mengatakan,
“Mereka tidak menyukai untuk shalat dua rakaat jika iqamat telah
dikumandangkan.” Beliau juga mengatakan, “Apa yang tertinggal dari shalat yang
wajib lebih saya sukai daripada kedua rakaat sunnah tersebut.” (at-Tamhid karya
Ibnu Abdil Bar)
Ibnu Taimiyah mengatakan, “Hal itu karena apabila muadzin
memulai iqamat berarti telah wajib masuk shalat bersamanya dan jamaah itu
wajib. Maka dari itu, tidak boleh seseorang tersibukkan dengan selainnya yang
lebih rendah nilainya.
Barang siapa melakukan shalat setelah iqamat selain shalat
yang wajib, seolah-olah ia menambah dalam shalat wajib, atau seolah-olah ia
melakukan shalat wajib dua kali.
Oleh karena itu, wallahu a’lam, Rasulullah mengisyaratkan
dengan sabdanya, “Apakah subuh itu empat rakaat?!”
Demikian pula sabdanya, “Shalat yang mana yang engkau
anggap, shalatmu yang sendirian atau shalatmu bersama kami?”
26/06/2015, 08:47 - Atok YEIN: Sebab, tidak ada shalat
setelah iqamat melainkan shalat yang ditegakkan dengan iqamat tersebut.
Demikian pula, shalat-shalat sunnah itu mungkin diqadha setelah shalat wajib.
Adapun yang tertinggal dari batas awal shalat wajib dan selanjutnya dari shalat
di belakang imam walaupun setelah satu rakaat secara berjamaah tidak mungkin
diganti dengan qadha. Jelas bahwa menjaga yang tidak mungkin diqadha lebih
utama daripada yang mungkin diqadha. Apa yang didapat berupa takbiratul ihram,
ucapan amin, dan ruku’, itu lebih bagus dari seluruh shalat sunnah.” (Syarhul
Umdah)
Asy-Syaikh Ubaidullah ar-Rahmani mengatakan, “Yang kuat
menurut saya adalah ia memutus shalatnya saat iqamat dikumandangkan jika masih
tersisa satu rakaat karena paling sedikitnya shalat itu satu rakaat. Nabi
mengatakan, ‘Tidak ada shalat setelah iqamat selain shalat yang wajib.’ Oleh
karena itu, tidak boleh shalat satu rakaat pun setelah iqamat. Adapun jika
iqamat dikumandangkan sementara dia sedang sujud atau tasyahhud maka tidak
mengapa apabila dia tidak memutusnya dan tetap menyempurnakannya, karena dalam
kondisi tersebut tidak disebut shalat satu rakaat setelah iqamat. (Syarah
Misykatul Mashabih)
26/06/2015, 08:49 - Atok YEIN: “Sunnah Nabi dalam hal ini
adalah jika telah dikumandangkan iqamat shalat, tidak boleh sama sekali shalat
dua rakaat fajar di masjid. Kalau dia shalat di rumah sebelum keluar, kuharap
ada kelonggaran baginya. Akan tetapi, sebagian ulama juga membenci hal itu.
Tidak melakukannya lebih aku sukai. Jika seseorang sudah memulai dua rakaat
fajar lalu muadzin memulai iqamat, dan harapannya jika ia mempercepat akan
mendapatkan takbiratul ihram bersama imam, ia boleh melanjutkannya.” (Masa’il
al-Imam Ahmad dan al-Imam Ishaq bin Rahuyah)
26/06/2015, 08:50 - Atok YEIN: Catatan Kaki:
1. Ada juga yang meriwayatkan ucapan tersebut dari Nabi
(marfu’). Akan tetapi, riwayat tersebut lemah. Riwayat tersebut dilemahkan oleh
para ulama, di antaranya asy-Syaikh al-Albani dalam adh-Dha’ifah no. 4669. Yang
sahih, itu ucapan Ali.
2. Yakni satu rakaat terhitung sampai batas ruku,
wallahua’lam. Adapun setelah ruku, itu kurang dari satu rakaat. Dengan
demikian, apabila iqamat dikumandangkan sedangkan yang tersisa dari shalatnya
kurang dari satu rakaat, hendaknya ia menyempurnakannya segera dengan tetap
thuma’ninah, tidak membatalkannya.
01/07/2015, 21:25 - Atok YEIN: Hadis Dha'if I [Maudhu,
Matruk dan Munkar] - SQ BLOG -
http://rul-sq.blogspot.com/2014/04/hadis-dhaif-i-maudhu-matruk-dan-munkar.html?m=1
01/07/2015, 21:26 - Atok YEIN: Hadits Munkar | Para Ulama
Ahlul Hadits - https://ahlulhadist.wordpress.com/2007/10/16/hadist-munkar/
01/07/2015, 21:31 - Atok YEIN: Status Hadis Ramadhan :
Keampunan, Rahmat & Bebas Neraka (kemaskini) -
http://zaharuddin.net/fiqh-ibadah/601-status-hadis-ramadhan--keampunan-rahmat-a-bebas-neraka-kemaskini.html
28/08/2015, 18:14 - +60 14-968 1523: <Media omitted>
26/06/2015, : Assallamualaikum wrth.
University King Saud telah mengeluarkan 'Al-Quran Maya', setelah berusaha sekian lama.
Inilah satu Al-Quran yang lengkap dengan cara guna yang cukup mudah, cuma dengan menyentuh skrin dari kiri kekanan dan sebaliknya.
Sila klik disini:
Bersuara + membaca + terjemahan + ulasan
Ini adalah terbaik.